3 Cara FOMO merusak Kemampuan Berpikir Realistis, Jarang Disadari!

Kemampuan berpikir realistis memegang peranan penting, terutama saat kita dihadapkan dengan penentuan tujuan dan rencana jangka panjang. Melalui kemampuan berpikir realistis, kita dapat menyesuaikan visi misi menjalani hidup dengan kondisi nyata. Tujuan dan rencana dalam jangka panjang tetap relevan dan memungkinkan untuk dicapai. Tapi situasi berbeda terjadi ketika seseorang terjebak dalam fenomena fear of missing out atau biasa disebut FOMO.
Di era modern seperti sekarang, fenomena FOMO sering dianggap normal. Bahkan menjadi bagian dari perkembangan tren di era digital. Tanpa disadari jika fenomena fear of missing out pada akhirnya dapat merusak kemampuan berpikir realistis. Bahkan seseorang tidak mampu membedakan antara ekspektasi semu dengan tujuan yang memungkinkan dicapai. Perlu diketahui, fenomena fear of missing out rusak kemampuan berpikir realistis melalui tiga cara ini.
1. Mendorong keputusan yang bersifat emosional, bukan rasional

Jika kita mengamati dengan detail, tentu akan mendapati banyak fenomena FOMO bertebaran. Rasa takut akan tertinggal menjadi candu bagi generasi muda di era sekarang. Entah FOMO terhadap tren fashion, lifestyle yang dianggap keren, maupun mengenai tindakan dan pola pikir tertentu. Fenomena fear of missing out tidak dianggap sebagai sebuah masalah.
Tapi di satu sisi, kita tidak bisa melupakan fakta bahwa FOMO dapat merusak kemampuan berpikir realistis. Terjebak dalam perasaan takut tertinggal, seseorang cenderung membuat keputusan secara emosional, bukan rasional. FOMO sering memicu keputusan yang diambil secara impulsif karena didorong rasa cemas akan ketinggalan. Bukan karena keputusan tersebut memang logis atau sesuai kebutuhan nyata.
2. Kecenderungan membandingkan diri secara tidak seimbang

Setiap orang memang diciptakan sesuai dengan porsi masing-masing. Baik dari segi pola pikir, potensi dan keterampilan yang dimiliki, maupun karakter yang melekat. Kita tidak bisa memberikan antar satu individu dengan yang lainnya. Apalagi menuntut tumbuh dan berkembang berdasarkan satu standar yang sama. Ternyata ini menjadi situasi yang kerap diabaikan oleh banyak orang.
Kecenderungan membandingkan diri secara tidak seimbang juga menjadi cara sikap FOMO dalam merusak kemampuan berpikir realistis. FOMO muncul dari terlalu sering melihat keberhasilan atau keseruan hidup orang lain, misalnya lewat media sosial. Hal ini mendorong pikiran untuk merasa tertinggal sehingga menghakimi diri secara berlebihan.
3. Mengaburkan prioritas nyata

Perkembangan teknologi digital yang semakin pesat perlu diiringi dengan fenomena fear of missing out. Kita memiliki kecenderungan takut tertinggal bukan hal-hal yang sedang viral dan dianggap suatu tren. Terdapat perasaan minder ketika merasa tidak mampu mengikuti perkembangan tren tersebut. Tapi untuk sejenak, kita perlu menyadari bahwa sikap FOMO ternyata dapat merusak kemampuan berpikir realistis.
Ketika seseorang memiliki kecenderungan rasa takut tertinggal, ia akan mengabulkan prioritas nyata. Orang yang dilanda FOMO cenderung memfokuskan energi pada apa yang sedang viral atau populer. Meskipun hal tersebut tidak sejalan dengan tujuan pribadi atau keadaan mereka. Mereka tidak benar-benar mampu mengenali apa yang penting dan bermakna bagi hidup. Fokus utama tertuju pada peran yang berlangsung dalam waktu sesaat.
Ternyata di era digital seperti sekarang banyak orang terjebak fenomena fear of missing out. Terdapat rasa takut tertinggal ketika tidak mampu mengikuti situasi yang sedang viral. Menghadapi situasi tersebut, kita harus memahami cara fenomena FOMO merusak kemampuan berpikir realistis. Rasa takut tertinggal membuat seseorang tidak mampu mengambil keputusan secara objektif. Situasi ini semakin parah dengan adanya kecenderungan membandingkan diri dan ketidakmampuan mengenali prioritas secara nyata.