Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Cara Tunjukkan Sikap Berkelas Saat Hati Disakiti, Gak Perlu Dibalas 

ilustrasi wanita tersenyum (unsplash.com/Charles Postiaux)

Hidup berdampingan di lingkungan sosial terkadang tidak akan lepas dari sakit hati. Baik sengaja atau tidak, gak jarang ada saja sikap maupun ucapan orang yang akan menyakitkan hati.

Membalas menyakiti balik bisa saja terlintas di pikiran saat sedang emosi. Namun, membalas gak akan menyelesaikan masalah dan pastinya jauh dari sikap elegan.

Biar tetap berkelas, lakukan beberapa cara berikut ini saat hati disakiti orang lain.

1. Menjauh saat emosi untuk dinginkan kepala

Ilustrasi menyendiri (Unsplash.com/Stefan Spassov)

Jauhkan diri sementara dari lingkungan atau orang yang telah menyakiti akan menjadi cara bijak pertama dan paling penting. Pasalnya, emosi kerap menuntun kita pada perbuatan yang tidak rasional dan seringkali akan disesali.

Demi meredam emosi, gak ada salahnya menepi sejenak untuk sekadar jernihkan pikiran. Saat sudah lebih tenang, barulah mulai cerna kejadian tadi dari berbagai sudut pandang. Apakah ada unsur kesengajaan atau hanya bentuk ketidaksengajaan orang.

2. Tetap pasang senyum terbaik meski hati sedang perih-perihnya

ilustrasi wanita tersenyum (unsplash.com/Charles Postiaux)

Bukan pakai topeng untuk pura-pura baik-baik saja, memasang senyum saat sakit hati justru dapat menutup peluang orang merasa bahagia atas kesedihan yang kita rasakan. Senyum juga mampu jadi penguat diri agar tidak mudah terjatuh karena perilaku menyakitkan orang lain.

Cukup 'senyumin aja' perilaku buruk mereka tanpa harus keluarkan tenaga ekstra mengurusi atau malah membalasnya. Kita hanya perlu fokus untuk membahagiakan diri dan tunjukkan kalau sikap buruk mereka tidak ada pengaruhnya bagi hidup kita.

3. Tanyakan langsung dengan orang yang bersangkutan

ilustrasi berbincang (unsplash.com/Charles Deluvio)

Saat kepala sudah dingin, emosi redam, dan merasa mampu bersikap logis; ada baiknya untuk mulai ambil tindakan. Kita bisa mencoba bertemu dan berbicara langsung dengan orang yang telah menyakiti hati untuk memastikan apa yang sebenarnya sudah terjadi.

Sikap semacam ini jelas jadi bukti kualitas diri di tengah maraknya kebiasan orang mengumbar pertikaian di ruang publik. Gak perlu pamer masalah dengan dalih curhat apalagi sampai ribut-ribut di media sosial. Bukannya selesai, masalah justru berisiko makin melebar.

4. Balas dengan kebaikan

ilustrasi menebar cinta (unsplash.com/Edgar Chaparro)

Hal penting yang gak boleh terlewat dari 'episode' tersakiti adalah memaafkan. Sedangkan level tertinggi dari memaafkan adalah membalas dengan kebaikan. Sebab rasa sakit di hati jika dibalas dengan hal serupa justru akan semakin memperuncing permusuhan.

Kalau orang tersebut enggan menerima niat baik kita, tetaplah berbuat baik pada orang-orang di sekitar. Dengan begini, kebaikan dan ketulusan hati kita akan tersampaikan pada yang bersangkutan.

Tidak apa jika butuh waktu. Setidaknya kita sudah berproses membalas lewat kebaikan.

5. Keluar dari lingkungan yang menyakiti

ilustrasi pergi (unsplash.com/Ioana Christiana)

Andai semua cara sudah dilakukan dan masih belum ada perubahan, gak salah kalau kita memutuskan untuk keluar dari lingkungan tersebut. Ini berarti lingkungan dan orang-orang di dalamnya yang terus menyakiti sudah terlalu toksik untuk ditinggali.

Jangan bertahan kalau memang sudah tidak kuat. Sebab hati perlu dijaga agar tidak terus disakiti. Percayalah, keputusan untuk keluar dari lingkungan toksik bukan tanda ketakutan atau melarikan diri. Kita justru peduli pada kebahagiaan dan ketenangan batin.

Ketika kita disakiti, usahakan untuk terbebas dari pikiran membalas dendam. Pilihlah kelima cara berkelas tadi agar pertikaian dan permasalahan yang ada tidak semakin melebar. Tetap santuy meski hati disakiti. Yuk bisa yuk!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Rohmatusyarifah
EditorDwi Rohmatusyarifah
Follow Us