Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Cerita Firgi dan Hobi Menanam Bunga yang Dianggap Tidak Maskulin

Firgiawan Ristanto dan hobinya menanam bunga matahari (x.com/merekamcahaya)

Belakangan ini, media sosial seolah menjadi panggung tanpa jada bagi puluhan atau bahkan ratusan kabar buruk. Berita perang, krisis, pembunuhan, hingga kasus-kasus perselingkuhan tidak ada habisnya. Di tengah kekacauan linimasa, muncul satu unggahan tentang bunga matahari membawa angin segar.

Angin segar itu datang dari akun @merekamcahaya milik seorang anak muda di platform X. Dia adalah Firgiawan Ristanto, mahasiswa jurusan Administrasi Publik di sebuah universitas yang senang berkebun, khususnya menanam bunga matahari. Laki-laki berusia 21 tahun tersebut aktif membagikan kecintaannya pada berkebun di media sosial.

Firgi, begitu ia biasa disapa, tinggal di Sukoharjo, Jawa Tengah, tetapi bolak-balik ke Yogyakarta setiap akhir pekan untuk kuliah. Firgi merupakan mahasiswa tingkat akhir yang sedang bergelut dengan skripsi. Meski begitu, ia tetap produktif menjalani berbagai kegiatan, mulai dari fotografi, freelance crew event, jualan benih tanaman, dan berkebun.

Berkebun bukan sekadar hobi untuk mengisi waktu luang, melainkan juga sebagai ekspresi diri yang apa adanya. Firgi bangga menunjukkan hal itu kepada dunia hingga menjadi magnet inspirasi bagi banyak orang. Pasalnya, konten miliknya jadi perbincangan di media sosial dan orang-orang menyebutnya "mas-mas bunga matahari".

Kenapa demikian? Bagaimana bisa konten sederhana berhasil mencuri banyak perhatian? Mari menyoroti cerita Firgi dan hobinya menanam bunga yang dianggap tidak maskulin ini.

1. Awal mula ketertarikan Firgi pada berkebun

Firgiawan Ristanto dan hobinya menanam bunga matahari (x.com/merekamcahaya)

Sejak masih kecil, Firgi memang punya ketertarikan kuat pada tanaman. Ia sering bermain ke kebun demi melihat tanaman tumbuh dengan keajaiban alam. Tibalah saat SMA, praktikum menanam kacang hijau menjadi pemantik dimulainya hobi berkebun. Firgi akhirnya mulai menanam bermacam-macam tanaman sejak 2020 hingga sekarang.

Laki-laki satu ini perlahan membangun kebunnya dengan tanaman hortikultura. Awalnya hanya untuk kebutuhan rumah, lama-lama ada kesenangan tersendiri hingga tanamannya terus bertambah. Di kebun yang dinamai Firgi's Home Garden itu, kini tumbuhlah kangkung, pakcoy, jahe, cabai, sawi, semangka, melon, hingga berbagai macam bunga seperti mawar dan bunga matahari.

Dengan menanam bunga, Firgi tidak hanya bisa melihat bunga yang cantik, tetapi juga bisa melihat bagian kecil dari ekosistem lainnya, seperti lebah dan kupu-kupu. Ia sering menemukan mereka mampir mencari serbuk sari pada bunga-bunga yang ditanamnya. Begitu kata Firgi saat diwawancarai melalui pesan WhatsApp.

Sementara itu, saat ditanya soal arti bunga dan keindahan alam dalam hidupnya, Firgi pun menjawab, "Menanam tanaman atau berkebun itu bisa membuat pace hidup lebih pelan dan bisa buat belajar menghargai proses."

Saking cintanya pada berkebun, Firgi ingin melakukannya hingga nafas terakhirnya nanti. "Berkebun ini menurutku sudah jadi kegiatan yang personal sekali, sampai kapan pun akan kulakukan sampai usiaku usai nanti," katanya.

Sebetulnya Firgi punya banyak hobi. Selain berkebun, ia juga suka bermusik (nyanyi, gitar, harmonika, dan ukulele), fotografi, baca buku, kadang menulis, memasak, dan pernah gemar bermain skateboard. Menurut pengakuannya, ia sampai bingung ingin melakukan apa. Tidak heran kalau warganet terkesima dengan kepribadiannya tersebut.

2. Firgi berani menunjukkan sisi dirinya yang kerap dianggap tidak maskulin oleh banyak orang

Unggahan yang sejak awal disinggung tak lain memperlihatkan Firgi bersama deretan bunga matahari yang ditanam dengan tangannya sendiri. Sederhana memang, tetapi video singkat berdurasi 29 detik itu sukses membuka ruang diskusi berkat narasi yang mengiringinya. Firgi telah berani mematahkan anggapan yang mengatakan bahwa menyukai bunga hanya untuk perempuan.

"Cowok kok suka bunga," tulis Firgi dalam unggahan itu. "Aku yang dengan kesadaran penuh menanam bunga matahari sekebun," lanjutnya, menunjukkan diri sebagai laki-laki yang bangga telah menanam bunga.

Seperti yang kita tahu, stereotip gender selama ini telah mengakar di masyarakat. Perempuan dan laki-laki sering kali diberi batasan gender antara yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Sama halnya dengan hobi, menanam bunga, misalnya, seolah tidak pantas apabila disukai oleh laki-laki.

Firgi dengan caranya sendiri telah berani menentang hal itu. Maskulinitas modern perlahan mendorong laki-laki untuk lebih berani menunjukkan sisi diri mereka yang mungkin dianggap kurang maskulin. Menurutnya, sangat konyol kalau menanam bunga dianggap tidak maskulin.

"Kemaskulinan gak hanya bisa ditunjukkan dengan kegiatan yang erat kaitannya dengan laki-laki. Lagian gak ada salahnya juga menanam bunga, malahan itu bisa jadi sumbangsih kita ke ekosistem di sekitar," ujar Firgi.

Firgi juga mengaku senang karena kehadirannya disambut hangat dan menjadi inspirasi banyak orang. Video bunga matahari itu bak mekar di tengah kemarau mengingat linimasa dengan berbagai kabar buruknya. Beri jeda, rehat sejenak, dan nikmati keindahan alam yang disuguhkan.

"Saya percaya apa pun yang dilakukan dengan sepenuh hati akan menemukan jalannya sendiri," lanjut laki-laki penyuka warna biru tua tersebut.

3. Pelajaran yang bisa kita petik dari cerita Firgi dan hobinya menanam bunga matahari

Firgiawan Ristanto di kebun yang dibangunnya (x.com/merekamcahaya)

Meskipun unggahan itu mendapat banyak sambutan hangat, Firgi tetap saja tidak lepas dari stereotip gender yang menyudutkannya. Ia sempat mendapatkan komentar yang mengatakan dirinya pick me hingga dinilai tidak bisa berkelahi seperti laki-laki pada umumnya.

Namun, Firgi memilih untuk tidak meladeni komentar-komentar seperti itu dan mengatakan, "Saya gak suka berantem. Padahal kalau mau, mah, tangan saya ini bisa bikin orang masuk ke rumah sakit. Pastikan kalau nantang saya berantem harus punya BPJS dulu."

Cerita Firgi ini menunjukkan bahwa stereotip gender masih membayangi di era modern seperti saat ini. Tidak dapat dimungkiri, dilansir laman Stanford University: Gendered Innovations, stereotip gender sering kali melekat kuat atau bertahan meski realitas yang mendasarinya telah berubah. Namun, justru perspektif itu telah menunjukkan pergeseran, terutama lewat media sosial.

"Harapannya, ya, semua hobi sebetulnya milik semua orang, lagian apa pun yang dilakukan dengan senang seharusnya itu sudah cukup buat bukti kalau hobi itu gak perlu dikotak-kotakkan mau dilakukan oleh siapa, laki-laki atau perempuan, bebas," begitu harapan Firgi untuk masa depan terkait persepsi masyarakat terhadap hobi dan ekspresi diri.

Media sosial telah lama menjadi wadah untuk menunjukkan ekspresi diri. Setiap individu berhak menjalani hobi dan aktivitas yang mereka cintai tanpa harus tunduk pada stereotip gender. Selama disertai tanggung jawab dan tidak merugikan pihak lain, rasanya sah-sah saja apabila laki-laki menyukai hobi yang dinilai lebih identik dengan perempuan.

Mari membuka ruang untuk kebebasan ekspresi agar tercipta lingkungan yang lebih sehat. Identitas seseorang tidak perlu ditentukan oleh persepsi usang, melainkan oleh pilihan dan kebahagiaan mereka sendiri. Menanam bunga sejatinya hak semua orang, baik laki-laki maupun perempuan, tidak perlu ada penghakiman.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Akromah Zonic
EditorAkromah Zonic
Follow Us