5 Alasan Curhat Gak Selalu Bikin Lega, Bisa makin Stres

- Temanmu gak siap mendengarkan, atau malah menilai
- Curhat di lingkaran pertemanan toxic bisa memperburuk keadaan
- Kamu sendiri belum siap menerima saran atau kritik
Curhat sering dianggap cara paling ampuh buat melepas beban pikiran yang menumpuk. Tapi, apakah setiap curhat benar-benar bikin lega atau justru bikin hati makin berat? Banyak orang gak sadar kalau cara berbagi cerita yang salah bisa bikin stres meningkat.
Rasa lega setelah curhat itu nyata, tapi gak selalu datang begitu saja. Kadang, proses berbagi malah bikin emosi bergejolak atau membuatmu merasa lebih rapuh dari sebelumnya. Mari cari tahu alasan mengapa curhat gak selalu bikin lega dan bagaimana cara mencari bantuan yang lebih tepat.
1. Temanmu gak siap mendengarkan, atau malah menilai

Tidak semua orang punya kapasitas untuk menjadi pendengar yang baik. Kadang, teman yang kamu ajak curhat malah memberi komentar yang bikin kamu merasa bersalah atau tersudut. Alih-alih lega, perasaanmu justru semakin kacau.
Ini terutama terjadi kalau temanmu sendiri sedang stres atau memiliki pandangan berbeda tentang masalahmu. Saat energi pendengar gak sejalan dengan kebutuhanmu, curhat bisa jadi pengalaman yang melelahkan. Pertimbangkan juga untuk mencari teman yang benar-benar bisa mendukung kesehatan mentalmu.
2. Curhat di lingkaran pertemanan toxic bisa memperburuk keadaan

Gak semua lingkaran pertemanan sehat untuk berbagi cerita. Di lingkungan yang penuh drama atau kompetisi, curhat bisa dipakai orang lain untuk menghakimi atau membandingkanmu. Daripada merasa lega, kamu bisa merasa dievaluasi atau diremehkan.
Efek jangka panjangnya bisa bikin kamu ragu untuk terbuka lagi. Itu sebabnya penting mengenali tanda-tanda toxic friendship dan membatasi interaksi dengan orang yang membuatmu merasa gak aman. Pilihlah teman yang bisa memberi dukungan positif dan empati tulus.
3. Kamu sendiri belum siap menerima saran atau kritik

Kadang, curhat itu justru bikin stres karena kamu gak siap menerima masukan. Saran yang diberikan teman bisa terasa menekan atau bikin kamu merasa salah. Bukannya lega, kamu jadi mempertanyakan keputusan dan pilihan yang sudah dibuat. Dalam psikologi, proses ini disebut sebagai cognitive overload, di mana otak kewalahan memproses terlalu banyak informasi sekaligus. Sebelum curhat, pastikan kamu siap untuk mendengar perspektif lain tanpa merasa disalahkan.
4. Kamu berharap curhat langsung menghapus masalah

Banyak orang beranggapan curhat itu bisa langsung menyelesaikan masalah atau membuat beban hilang. Kenyataannya, curhat lebih berfungsi sebagai venting dan proses emosional, bukan solusi instan. Saat harapan ini gak terpenuhi, rasa kecewa malah muncul. Harapan berlebihan ini sering bikin kamu merasa gagal atau gak cukup kuat menghadapi masalah. Sebagai alternatif, kombinasikan curhat dengan strategi self care lain, seperti menulis jurnal, meditasi, atau konsultasi profesional.
5. Mengulang cerita yang sama bisa membuat stres meningkat

Kamu mungkin berpikir, menceritakan ulang masalah yang sama bakal bikin lega. Padahal, pengulangan cerita tanpa tujuan solusi justru bikin emosi mengendap lebih dalam. Alih-alih berkurang, stres bisa meningkat karena kamu terus-menerus memikirkan masalah yang sama. Psikolog menyarankan untuk membatasi frekuensi curhat atau fokus pada solusi konkret dalam setiap sesi. Jika gak ada perubahan, coba alihkan energi ke aktivitas yang menenangkan, seperti olahraga ringan atau hobi yang kamu sukai.
Curhat memang penting, tapi curhat gak selalu bikin lega. Apalagi kalau dilakukan ke siapa saja atau kapan saja. Oleh sebab itu, perhatikan siapa yang kamu pilih untuk mendengar, bagaimana kesiapanmu menerima masukan, dan jangan berharap semua masalah langsung hilang. Yuk, beri diri kesempatan buat mencari bantuan yang benar-benar bermanfaat dan rawat kesehatan mentalmu dengan cara yang tepat.