Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Alasan Kamu Deg-degan saat Menerima Tanggung Jawab Baru

ilustrasi seorang karyawan sedang frustrasi menghadapi tugas di ruang kerja
ilustrasi seorang karyawan sedang frustrasi menghadapi tugas di ruang kerja (freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • Imposter syndrome membuat meragukan kelayakan diri
  • Rasa takut gagal karena penilaian sosial yang dominan
  • Ketidakpastian peran dan ketidakjelasan ekspektasi meningkatkan kecemasan
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Merasa deg-degan saat menerima tanggung jawab baru merupakan pengalaman yang umum dialami banyak orang. Baik dalam konteks pekerjaan, jabatan, maupun kehidupan, perasaan gugup hampir selalu menyertai ketika menuju ke sesuatu yang belum pernah dijalani. Ketika memasuki situasi baru, wajar jika muncul rasa khawatir, cemas, atau ragu pada diri sendiri. Reaksi ini terjadi sebagai respons alami tubuh dan pikiran terhadap kondisi yang masih asing.

Tak sedikit pula yang mengaku bahwa hari-hari awal menjalani peran baru terasa penuh tekanan. Apakah kondisi ini normal? Jawabannya iya. Saat tanggung jawab yang diemban membawa tantangan yang begitu besar, tubuh secara biologis akan merespons dengan melepaskan hormon stres seperti adrenalin. Inilah yang kemudian memicu sensasi deg-degan. Lantas, apa saja yang sebenarnya membuat seseorang merasa gugup saat mendapat tanggung jawab baru? Simak penjelasannya berikut ini.

1. Munculnya imposter syndrome atau meragukan kelayakan diri

ilustrasi bercermin pada diri sendiri
ilustrasi bercermin pada diri sendiri (freepik.com/freepik)

Salah satu faktor utama yang membuat banyak orang merasa deg-degan setelah menerima tanggung jawab baru adalah imposter syndrome. Mengutip Psychology Today, imposter syndrome menggambarkan kondisi ketika seseorang meragukan kelayakan dirinya atas pencapaian yang diraih dan terus-menerus takut dianggap tidak cukup kompeten. Padahal, secara objektif, individu tersebut memiliki kemampuan yang memadai dan telah membuktikan keberhasilannya dalam peran sebelumnya. Perasaan ini kerap menggerus kepercayaan diri dan membuat seseorang terlalu fokus pada kesalahan kecil yang sebenarnya wajar terjadi.

Imposter syndrome memicu kecemasan karena pikiran lebih terarah pada skenario terburuk dibandingkan bukti nyata atas kemampuan diri sendiri. Kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain atau memasang standar yang terlalu tinggi semakin memperkuat pikiran negatif. Akibatnya, terbentuk siklus keraguan yang membuat seseorang enggan mengambil risiko, meskipun sebenarnya ia mampu menjalankan tanggung jawab tersebut dengan baik.

Temuan ini turut diperkuat oleh studi yang dipublikasikan di Wiley Online Library pada 2021 yang menunjukkan bahwa partisipan mengalami penurunan signifikan pada tingkat imposter syndrome dan core self-evaluation dibandingkan kondisi awal mereka. Masih merujuk pada Psychology Today, beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi imposter syndrome saat menghadapi tanggung jawab baru antara lain menyadari bahwa perasaan itu normal, selalu ingat akan semua hal yang telah dicapai, dan tidak apa-apa jika kamu tidak tahu apa yang sedang kamu lakukan.

2. Rasa takut gagal karena memikirkan penilaian sosial

ilustrasi takut akan menerima umpan balik negatif
ilustrasi takut akan menerima umpan balik negatif (pexels.com/Tim Gouw)

Pemberian tanggung jawab baru biasanya menandakan lebih banyak orang yang mengamati hasil kerja kita. Tidak hanya dari atasan, tetapi juga dari rekan kerja hingga klien. WebMD menjelaskan bahwa kondisi ini sering berkaitan dengan pola pikir tertentu seperti kecenderungan menunda pekerjaan hingga mendekati tenggat waktu lalu menganggap keberhasilan yang diraih semata-mata karena faktor keberuntungan. Ada pula individu yang justru bekerja jauh lebih keras dari yang diperlukan, tetapi tetap merasa usahanya belum cukup dan enggan mengakui kemampuan diri sendiri.

Ketika penilaian sosial menjadi dominan dalam pikiran, seseorang dapat mengalami stres yang lebih besar dibandingkan jika hanya fokus pada pekerjaan itu sendiri. Kecemasan sosial ini muncul karena perasaan bahwa “segala mata tertuju padaku” dan hasil kerja akan menjadi bukti kemampuan di depan orang lain. Kondisi ini juga sering memperburuk rasa cemas saat tugas baru diberikan, karena pikiran terus memikirkan kemungkinan penilaian negatif dari orang lain.

3. Ketidakpastian peran yang diambil dan ketidakjelasan ekspektasi

ilustrasi jejaring kerja
ilustrasi jejaring kerja (pexels.com/fauxels)

Saat menerima tanggung jawab baru, sering kali hal yang membuat deg-degan adalah ketidakpastian tentang apa yang diharapkan. Ketika peran tidak dijelaskan secara detail, otak kita cenderung mengisi kekosongan informasi. Ketidakjelasan seperti ini terjadi karena komunikasi yang kurang efektif antara pemberi tugas dan penerima tugas, atau karena perubahan organisasi yang cepat.

Ketidakpastian ini kemudian meningkatkan kecemasan karena individu merasa tidak tahu mana yang benar atau salah dalam melaksanakan tugasnya. Ketidakjelasan ekspektasi juga membuat seseorang terus-menerus meragukan keputusan yang diambil karena tidak ada parameter konkret tentang apa yang dianggap berhasil. Untuk banyak orang, klarifikasi yang jelas dari atasan atau rekan dapat secara signifikan mengurangi rasa deg-degan dan meningkatkan rasa percaya diri dalam menjalankan tugas baru.

4. Beban kognitif dan kesenjangan kemampuan

ilustrasi seseorang sedang mengalami kejenuhan tugas
ilustrasi seseorang sedang mengalami kejenuhan tugas (pexels.com/ANTONI SHKRABA production)

Tanggung jawab baru biasanya membawa banyak informasi, tugas, dan keputusan yang harus ditangani sekaligus. Hal ini tentu membawa beban kognitif terkait jumlah aktivitas mental yang diperlukan untuk memproses informasi, membuat keputusan, dan merencanakan tindakan. Ketika belum terbiasa menangani situasi tersebut maka kita merasa gugup dan cemas.

Studi PMC PubMed Central tahun 2025 menghasilkan temuan bahwa kompleksitas tugas yang lebih tinggi secara signifikan meningkatkan beban kerja kognitif dan tingkat stres. Tidak hanya itu, kadang seseorang merasa ada kesenjangan antara kemampuan saat ini dengan tuntutan tugas yang baru. Ketika seseorang menyadari bahwa mereka belum memiliki semua keterampilan yang dibutuhkan, rasa takut gagal atau membuat kesalahan kerap muncul. Kesenjangan ini tidak selalu berarti seseorang tidak mampu, sering kali ini hanya menunjukkan bahwa keterampilan baru perlu dipelajari. Salah satu caranya adalah kamu bisa melakukan pembagian tugas sehingga tekanan dapat lebih mudah dikelola.

5. Reaksi tubuh secara fisik terhadap stres saat menerima tanggung jawab baru

ilustrasi seseorang sedang frustras
ilustrasi seseorang sedang frustrasi (freepik.com/stockking)

Selain dipengaruhi faktor psikologis, rasa deg-degan juga muncul akibat reaksi fisik tubuh terhadap stres. Mengutip VeryWellMind, saat menghadapi situasi yang dianggap menantang, tubuh melepaskan hormon stres seperti katekolamin, termasuk adrenalin. Hormon ini meningkatkan detak jantung, mempercepat pernapasan, dan mempersiapkan tubuh untuk merespon "fight or flight". Sensasi fisiologis tersebut seringkali nyata sebagai rasa gugup atau deg-degan.

Secara keseluruhan, rasa deg-degan ketika menerima tanggung jawab baru merupakan gabungan reaksi psikologis dan fisiologis yang wajar terjadi pada banyak orang. Faktor seperti imposter syndrome, rasa takut terhadap penilaian sosial, ketidakjelasan peran, beban kognitif, hingga respons tubuh terhadap stres semuanya bisa memengaruhi tingkat kecemasan seseorang. Mengenali penyebab-penyebab ini adalah langkah awal penting agar kita bisa mengelolanya secara efektif.

Walaupun hal ini normal, jika kecemasan atau deg-degan saat menerima tanggung jawab baru terasa berlebihan hingga mengganggu aktivitas sehari-hari, sebaiknya diterapkan strategi coping yang sehat atau mencari dukungan profesional. Beberapa cara yang efektif meliputi mendiskusikan tugas bersama atasan agar lebih jelas, membagi pekerjaan besar menjadi langkah-langkah kecil, atau latihan pernapasan untuk menenangkan tubuh saat stres muncul. Kebanyakan orang mampu mengelola rasa deg‑degan ini dan menyesuaikan diri dengan peran baru secara lebih percaya diri. Semoga informasi ini bermanfaat, dan selamat menjalani peran baru yang akan kamu emban!

Referensi:

PMC PubMed Central. Understanding Workers’ Well-Being and Cognitive Load in Human-Cobot Collaboration: Systematic Review. Diakses Desember 2025.

PsychologyToday. When a New Job Leads to Imposter Syndrome. Diakses Desember 2025.

Very Well Mind. Catecholamines in the Stress Response. Diakses Desember 2025.

WebMD. Imposter Syndrome: How to Overcome It. Diakses Desember 2025.

Wiley Online Library. Don't believe everything you think: Applying a cognitive processing therapy intervention to disrupting imposter phenomenon. Diakses Desember 2025.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us

Latest in Life

See More

5 Fakta Tentang Parenting Pengabaian, dan Dampaknya bagi Anak

17 Des 2025, 21:15 WIBLife