Di Balik Konten Estetik IC Homecafe: Eksplorasi Hobi Jadi Gaya Hidup

- Tren home cafe semakin populer di kalangan pencinta coffee, terutama selama masa pandemik.
- Akun IC Homecafe berhasil menarik perhatian 650ribuan followers, menginspirasi banyak orang untuk menjadikan home cafe sebagai sebuah lifestyle.
- Icah, sosok di balik layar akun video estetik IC Homecafe, membagikan proses kreatifnya dan menghadirkan suasana coffe shop.
Jakarta, IDN Times - Tren home cafe semakin populer di kalangan pencinta coffee. Terlebih selama masa pandemik, sejumlah konten kreator menyulap sudut rumahnya menjadi mini cafe yang estetik. Para kreator mengombinasikan konsep video ASMR dengan beauty shoot ketika mengkreasikan specialty drinks untuk hasilkan konten bertajuk 'home cafe'.
Media sosial berperan besar dalam perkembangan tren ini. Mengedepankan estetika namun juga memberi inspirasi bagi pengguna lain untuk mengkreasikan simple menu. Eksplorasi sajian food and beverage melalui konten home cafe tak hanya sekadar hobi baru, namun menginspirasi banyak orang untuk menjadikannya sebagai sebuah lifestyle.
Akun IC Homecafe jadi salah satu pengguna yang sukses menarik perhatian 650ribuan followers dengan menampilkan resep minuman simple. Icah (27) adalah sosok di balik layar akun video estetik yang mengubah sudut rumahnya menjadi 'coffe shops'. Perempuan yang berdomisili di Bandung, Jawa Barat ini membagikan cerita serunya membangun IC Homecafe dalam exclusive interview bersama IDN Times pada Rabu (26/2//25).
1. Berawal dari hobi fotografi, IC Homecafe hadirkan visual storytelling yang estetik dalam setiap unggahannya

Home cafe menjadi gaya hidup dan cara baru untuk menikmati secangkir kopi. Tren konten ini tak hanya menampilkan proses meracik minuman, akan tetapi turut memberi pengalaman visual yang menggugah selera.
Bagi Icah, fenomena ini menjadi cara untuk menyalurkan kreativitas dan bereksperiman dengan resep kopi. Akun IC homecafe tak hanya menyuguhkan proses kreasi speciality drinks, namun juga menjadi cara baru untuk menikmati coffe.
"Aku tuh sebenarnya memang hobi foto-foto. Cuma gara-gara pandemik COVID, gak bisa jalan-jalan untuk foto-foto pemandangan. Nah, jadi aku terinspirasi dari home cafe. Sebutan home cafe ini sebenarnya udah lama banget ada di internet, terkenal gara-gara orang Korea, konsep home cafe ini," ujarnya.
Tren home cafe sendiri awalnya lebih populer di kalangan kreator Korea Selatan. Sementara di Indonesia, konsep ini masih jarang diadaptasi. Akan tetapi, Icah justru melihat peluang untuk menghadirkan sesuatu yang berbeda. Dengan ciri khas yang unik, ia berhasil menciptakan identitas visual dan menampilkan sisi berbeda.
"Aku awalnya coba mengembangkan dari kopi. Aku belajar bikin kopi, aku tiba-tiba tertarik bikin minuman kopi. Nah, dari situ aku mulai merekam pelan-pelan. Setiap aku mau buat minuman, aku record. Setiap ada waktu, aku record. Awalnya tuh bukan yang niat gitu karena bosen, gak tau mau ngapain," cerita Icah kepada IDN Times.
2. Terbuka dengan ide baru dan mengubah prespektif ketika gagal, jadi cara Icah tetap bertahan di industri kreatif

Ide untuk menciptakan mini cafe di rumah, membuka kesempatan untuk nonprofessional barista berkreasi dan mengeksplorasi rasa. Alasannya, banyak orang ingin menghadirkan romansa restaurant atau kafe di rumah mereka sendiri, terlebih selama pandemik.
Icah juga melihat kesempatan ini untuk menghadirkan suasana coffe shop dan mengemasnya dalam sebuah video pendek. Peluang ini juga dimanfaatkan untuk dapat mewujudkan hobi dan kecintaannya pada minuman berkafein.
"Jadi, kalau minuman ya memang sudah dari home cafe-nya aja ya. Tapi, lama-lama aku tuh makin sering bikin, makin mengerti gitu, kalau bahan-bahan ini dicampur ini tuh enak, jadi kayak kebayang aja sendiri gitu. Kadang, idenya tuh muncul aja tiba-tiba," ujarnya.
Berkiprah di industri kreatif menuntut Icah untuk tetap menghadirkan ide-ide segar. Hal ini jadi modal utama dalam eksekusi kontennya. Akan tetapi, kegagalan tak dapat dihindari selama proses tersebut. Ia membagikan cara merespons hambatan serta mengubah perspektif ketika hasilnya tak sesuai ekspektasi.
"Memang beberapa kali sempat gagal. Sebenarnya, kadang tuh bete ya kalau gagal. Kadang, sampai nyari mood-nya tuh berapa hari, baru mau buat video lagi. Tapi, kadang kalau ada yang gagal nih, aku tuh mikirnya gimana supaya video ini gak terbuang sia-sia. Sebenarnya gak gagal-gagal amat, cuman looks-nya menurut aku gak sesuai harapan. Tapi, tetap aku coba posting dengan nama yang lain. Justru yang gagal itu malah banyak dapat atensi dari publik, jadi kayak malah viral gitu," bebernya.
3. Adaptasi tren dari home cafe ala Korea Selatan, IC Homecafe buktikan kontennya bisa disukai pencinta coffee di Indonesia

Mengembangkan akun Instagram hingga memiliki banyak pengikut, tentu bukan pekerjaan mudah. Icah perlu memahami tren digital, mengenal algoritma media sosial, serta menganalisa selera audiens untuk menjadikan kontennya tetap relevan.
Icah mengaku sempat merasa ragu dengan konsep home cafe yang diusungnya. Ia menyadari, karakter penonton Indonesia sedikit berbeda dibanding pereferensi audiens Korea Selatan. Namun, berkat kepiawaiannya menciptakan identitas visual, IC Homecafe berhasil menarik ribuan pengguna Instagram.
"Awalnya aku kan lihatnya orang-orang Korea kebanyakan, di Indonesia justru jarang (konsep home cafe). Tapi makin lama, berkembangnya akun ini, makin banyak juga yang tertarik, dan makin banyak juga yang terinspirasi untuk membuat video seperti aku. Jadi, kadang tuh ada yang nanya di direct message, jadi aku kadang berbagi insight ke mereka dan mereka juga terinspirasi dan buat juga, dan sama buat resep juga kayak gitu," ungkapnya.
Berbeda gaya dengan kreator lokal yang banyak menampilkan wajah dan suara, IC Homecafe tetap mempertahankan video estetik tanpa voice over atau subtitle. Seluruh deskripsi dituangkan di caption. Tentu hal ini berbeda dari kebanyakan kreator Indonesia yang terkesan lebih ramai, akan tetapi diakui Icah ini menjadi uniqueness tersendiri.
Termasuk menyoal identitas diri yang sengaja tak ditampilkan oleh Icah. Ia mengaku nyaman apabila audiens hanya mengenali karyanya, tanpa harus tahu kreator di balik akun tersebut.
Icah sampaikan, "Aku tuh fokus ke minumannya aja gitu, dari background putih, minuman, dan suara ASMR itu."
"Aku konsepnya emang gitu, ASMR ya namanya. Jadi, kayak suara-suara es batu aja, bukan yang pakai voice over karena memang aku nge-aim-nya ingin yang kayak gitu, cuma suara minuman aja dan keterangannya di caption, resepnya di caption. Memang konsep home cafe aku aja seperti itu," tambahnya.
Perempuan dengan latar belakang pendidikan marketing komunikasi ini, mengaku turut menerapkan ilmu yang dipelajarinya selama di bangku kuliah. Teori terkait strategi pemasaran, brand awareness, copywriting, hingga audiens development, turut punya andil dalam melahirkan IC Homecafe sebagai platform yang disukai banyak pihak.
Baginya, dengan memahami dasar marketing, publikasi, dan target market, kontennya jadi lebih terukur."Copywriting itu berguna banget, yang sebelumnya aku belajar dari marketing komunikasi, berguna banget untuk nulis-nulis di caption," kisah dia.
Icah menyasar pencinta kopi dan simple coocking yang juga mengedepankan keindahan visual. Keberhasilannya membuktikan tren global yang diadaptasi dengan sentuhan lokal, sukses menciptakan gelombang baru bagi industri kreatif di Indonesia.
"Awalnya memang kalau mau buat sesuatu, ya harus bereksperimen. Aku tuh banyak bereksperimen sampai ketemu apa sih kesukaan orang-orang. Apa sih kesukaan pengikutku? Kalau udah ketahuan nih, ternyata pakai background ini banyak viewers-nya, jadi diterusin sambil dikembangin kayak gitu," ungkapnya.
4. Sempat vakum selama 6 bulan, Icah mengaku banyak temukan ide di supermarket

Tekanan untuk terus menghasilkan karya yang segar dan orisinil, menjadi tantangan tersendiri bagi kreator yang menekuni bidang konten digital. Sejak pertama kali berdiri pada 2021, Icah mengaku sempat mengalami kebuntuan untuk hasilkan konten.
Ia memilih rehat dari dunia kreator dan mengambil jeda dari media sosial. Icah pilih untuk vakum selama 6 bulan setelah 3 tahun berkarya dan kembali dengan ide yang lebih fresh.
"Aku pribadi sempat vakum 6 bulan. Itu views, bahkan followers aku drop. Aku juga mikir lagi gimana ya cara menaikkan lagi. Dari situ, aku dapet dari niche-nya. Orang-orang suka yang gampang, orang-orang suka yang bahan dasar roti, aku bikin terus kayak gitu. Tapi di sisi lain, aku masih bikin si minuman ini. Tapi untuk mengembangkan lagi, untuk mengembangkan views sama followers-nya dari situ," Icah sampaikan pentingnya memahami niche atau jenis produk spesifik untuk segmen pasar khusus.
Beruntungnya, Icah tak menganggap kondisi ini sebagai akhir perjalanan, melainkan sebuah challenge untuk mengeksplorasi lebih banyak. Ia pilih tak berlarut-larut dengan kondisi tersebut.
"Kalau masalah stuck dengan resep atau video-video ini pernah, sering banget malah. Bingung mau bikin apa, bingung mau buat hal baru apa karena orang-orang udah pada buat ini ya. Masak itu-itu mulu? Nanti orang bosen, kan? Buat hal barunya itu lumayan susah, tapi kadang aku kan sering cari inspirasi juga dari orang, kadang aku juga remake, kadang aku juga buat sendiri," kata Icah.
Konsepsi dan realisasi ide jadi proses kreatif yang membuka prespektif baru dalam berkarya. Icah menyadari, kepekaan terhadap benda-benda di sekitar dapat menjadi jalan untuk mendapatkan inspirasi baru. Kuncinya adalah selalu terbuka untuk menerima ide di manapun.
Ia membeberkan ide uniknya, "Kadang, aku punya cara sendiri untuk mengembangkan ide, dari jalan-jalan ke supermarket. Jadi, kadang kalau ke supermarket kan lihat banyak bahan-bahan, keliling-keliling. Misalnya, aku lihat si susu kental manis. Oh, aku bikin ini deh, tapi campur juga sama ini supaya unik. Jadi, kadang muncul aja idenya kalau sambil refreshing. Refreshing-nya itu jalan-jalan ke supermarket, keliling-keliling, kayak gitu."
5. Memulai visual storytelling sejak kuliah bermodal tabungan pribadi, Icah tak menyangka kini bisa bantu banyak orang

Sejak duduk di bangku kuliah, Icah menginisiasi akun ini hanya dengan bermodalkan uang dari tabungan pribadinya. Ia memanfaatkan handphone yang dimilikinya untuk membuat konten sebab keterbatasan alat bukan alasan untuk berkarya.
Bagi Icah, niat dan konsistensi menjadi kunci perjalanannya. Ia percaya bahwa kesuksesan lahir dari kerja keras dan kreativitas dalam memanfaatkan sumber daya yang ada.
"Awalnya seadanya aja gitu dari tabungan karena kan memang kuliah. Kalau dikasih uang, masih sama orangtua ya. Jadi, aku gunakan uang itu untuk mengembangkan hobi baru aku ini. Awalnya cuma bikin di rumah aja, bikin untuk orang rumah minuman atau bikin untuk diri aku sendiri. Beli mesin kopi, tapi lama-lama aku kepincut sama tren home cafe ini. Aku coba buat video dan akhirnya sukses ternyata," katanya dengan semringah.
Seluruh proses kreatif mulai dari mencari ide, eksekusi, hingga editing masih dilakukan seorang diri. Perempuan itu mengaku selama menekuni dunia konten kreator, ia kerap mendapatkan respons beragam, mulai dari kritik hingga testimoni orang yang merasa terbantu.
"Banyak juga yang bilang kalau resepnya tuh membantu banget untuk bisnisnya. Ada beberapa orang yang DM aku kalau resep-resepku ini juga dipakai untuk mereka jualan. Ada juga yang di rumah, yang suka ngopi, suka bilang enak dan ada juga yang bilang gak suka," ceritanya.
6. Icah: Kalau mau jadi konten kreator, mulai aja dulu!

Profesi konten kreator jadi impian banyak orang di era digital. Pergeseran persepsi ini membuat peluang untuk terjun sebagai kreator digital semakin terbuka. Media sosial memungkinkan seseorang untuk berekspresi, bahkan mendapatkan keuntungan melalui cara ini. Sayangnya, masih banyak yang ragu untuk memulai.
"Ya, itu. Kadang, orang yang gak percaya diri itu menghambat banget menurutku. Coba aja dulu. Kalau percaya dirinya itu, belakangan. Pasti akan percaya diri. Terus juga sama orang-orang yang gak mau bereksperimen. Menurutku, kalau kamu stuck di situ dan viewers atau followers-mu gak naik-naik, berarti kamu harus mengembangkan dengan cara yang berbeda."
"Kalau dari aku sendiri, tipsnya itu mulai aja. Jangan nunggu-nunggu karena dalam proses kamu mulai, mengerjakan, bakal muncul sendiri rasa percaya dirinya. Kamu di situ juga akan belajar. Jadi, dalam proses memulai, kamu juga akan belajar dan akan timbul sendiri rasa percaya dirinya. Harus mulai aja, jangan mikir terlalu panjang," tambahnya.
Hambatan lain yang kerap menghalangi seseorang untuk berkarya adalah keterbatasan alat. Namun, perlu ditanamkan bahwa kreativitas agaknya tak terhalangi oleh media yang dimiliki, apalagi sampai melimitasi diri.
Icah berharap, anak muda bisa berkarya dan berinovasi tanpa keraguan akan alat yang dimiliki. Manfaatkan benda yang ada, bahkan cobalah untuk menjadikan kekurangan sebagai peluang baru. Melimitisasi diri akan membuat mimpi terasa jauh untuk dicapai.
Ditanya bagaimana caranya memanfaatkan modal yang terbatas, ia menjawab, "Dari handphone zaman sekarang juga, justru kayak raw footage gitu banyak peminatnya juga. Aku lihat-lihat di TikTok. Dari situ, orang-orang (bikin) video tanpa harus profesional. Yang penting, apa yang kamu videokan itu ada maknanya."
Terakhir, Icah juga sampaikan untuk enjoy dengan apa yang ingin dibuat. Eksplorasi dunia baru akan terasa menyenangkan bila dimulai dari hal-hal yang disukai. Cobalah untuk menemukan sesuatu yang membuat nyaman dan bersemangat.