Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Alasan Gak Perlu Buru-Buru Submit Artikel, Jangan Lupa Diedit Dulu

ilustrasi mengetik (pexels.com/RODNAE Productions)

Punya target jumlah artikel yang dikirimkan dan diterbitkan per bulannya memang bagus. Dengan adanya target, kamu menjadi lebih bersemangat dalam menulis. Produktivitasmu terjaga dan secara penghasilan juga memuaskan.

Meski begitu, gak usah buru-buru mengirimkan artikel. Banyak kesalahan bisa terjadi kalau kamu kurang sabar dalam submit artikel. Beri tambahan waktu untuk dirimu menyiapkan tulisan sebaik mungkin. Berikut lima alasannya!

1. Artikel gak cuma perlu ditulis, tetapi juga diedit

ilustrasi mengetik (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Adanya editor tak menghapus tugas penulis untuk mengedit tulisannya sendiri. Sebab, pada dasarnya penulis yang paling tahu gagasan dalam tulisannya. Kamu juga pasti kurang suka bila tulisanmu terlalu banyak diedit oleh orang lain.

Maka dari itu, tak perlu tergesa-gesa mengirimkan artikel yang sudah selesai ditulis. Edit dulu minimal dua kali untuk memastikan isinya telah sesuai dengan keinginanmu dan cukup layak dibaca oleh orang lain. Kalau tulisan sudah rapi, kamu pun lebih percaya diri ketika mengirimkannya.

2. Menghindari salah ketik yang fatal dan memalukan

ilustrasi mengetik (pexels.com/VAZHNIK)

Jika kamu tak memberi waktu yang cukup buat diri sendiri mengedit, pasti banyak salah ketik dalam artikelmu. Beberapa di antaranya mungkin saja sangat memalukan atau bikin pembaca jijik dan marah.

Misalnya, kamu menulis resep masakan. Kalimat yang ditulis seharusnya, haluskan tahu lalu campur dengan bumbu. Namun, kamu keliru mengetik satu huruf menjadi haluskan tahi lalu campur dengan bumbu. Walaupun di kalimat lain tulisan tahu sudah benar, sampai di bagian ini siapa pun yang membacanya pasti langsung mual. 

3. Kalimat-kalimatmu bisa sukar dipahami

ilustrasi mengetik (pexels.com/Ron Lach)

Menulis hampir sama dengan saat kamu berbicara. Kalau kamu dalam keadaan tidak tenang, perkataanmu menjadi sukar dimengerti oleh orang lain. Demikian pula tulisan yang dibuat dan dikirimkan dengan tergesa-gesa.

Satu kalimat saja dapat menimbulkan makna ganda. Lalu antarkalimatnya seperti kurang nyambung. Setelah satu paragraf dibaca pun, gagasan utamanya masih samar. Pembaca menjadi kesulitan menangkap isi artikelmu.

4. Nanti kamu kesal karena sadar artikelmu sebenarnya belum siap dikirim

ilustrasi mengetik (pexels.com/Anna Shvets)

Penulis sebenarnya bisa merasakan apakah tulisannya telah cukup memuaskan untuk disajikan pada orang lain atau belum. Akan tetapi, kalau kamu terlalu fokus pada target jumlah artikel yang dikirimkan, tulisan setengah matang pun sudah langsung di-submit.

Alih-alih merasa lega setelah mengirimkannya, dirimu malah terus memikirkannya. Kamu tahu ada bagian-bagian yang masih perlu diperbaiki. Sayangnya, artikel telanjur sampai di meja editor dan kamu gak bisa menariknya lagi.

5. Gak sempat mengecek informasi-informasi penting

ilustrasi mengetik (pexels.com/MART PRODUCTION)

Terutama untuk kamu yang memasukkan data-data penting dalam tulisan, mengecek ulang artikelmu wajib dilakukan. Contohnya, artikel mengenai pertumbuhan ekonomi, informasi jumlah korban bencana, dan sebagainya. Kesalahan satu angka saja bisa menyesatkan pembaca dan berakibat panjang.

Kamu tentu pernah membaca komentar pedas warganet atas artikel-artikel yang dianggap keliru. Penulis biasanya menjadi sasaran komentar negatif. Bahkan penulis sampai disebut bodoh dan mendapatkan kata-kata kasar lainnya. Kamu bisa down sekali bila mengalaminya.

Menjadi penulis artikel memang tidak semudah kelihatannya. Ini bukan hanya tentang menulis ratusan kata lalu mendapatkan uang. Pekerjaan ini sangat menguras waktu dan pikiran. Punya target jumlah artikel yang akan dikirimkan bagus, tapi jangan abaikan lima hal di atas, ya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ines Sela Melia
EditorInes Sela Melia
Follow Us