Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Hal Tentang Compulsive Buying, Kebiasaan Belanja yang Tidak Sehat 

ilustrasi belanja berlebihan (pexels.com/Freestocks.org)
ilustrasi belanja berlebihan (pexels.com/Freestocks.org)

Berbelanja baik offline maupun online memang sangat menyenangkan. Apalagi jika ada diskon hingga promo, rasanya semua barang ingin dibeli saja. Alih-alih berhemat, banyaknya keuntungan yang menggiurkan justru lebih sering membuat kita kalap sendiri. Bisa-bisa kalian malah terjebak pada compulsive buying yang akan merugikanmu dalam berbagai aspek.

Sudahkah kalian mengenal tentang compulsive buying? Jika belum, yuk, simak penjelasan lebih mendalam di bawah ini!

1.Apa itu compulsive buying? 

ilustrasi banyak membeli barang (pexels.com/Angelina Roma)
ilustrasi banyak membeli barang (pexels.com/Angelina Roma)

Dilansir Psychology Today, compulsive buying merupakan keasyikan berlebihan atau kontrol impuls yang buruk dengan belanja. Perilaku kompulsif mengacu pada pengulangan terus-menerus dari suatu perilaku walaupun ada konsekuensi yang merugikan.

Kecanduan belanja ini membuat hasrat membeli secara berlebihan jadi tidak terkendali. Hal inilah yang membuat kita sering kalap saat berbelanja baik offline maupun online. Segera sadari, ya.

2.Tanda kamu mengalami compulsive buying 

ilustrasi tertawa bahagia (pexels.com/Tim Douglas)
ilustrasi tertawa bahagia (pexels.com/Tim Douglas)

Para pembeli kompulsif cenderung mengalami gelombang kebahagiaan saat membeli. Euforia ini bukanlah dari memiliki barangnya, namun dari tindakan membelinya. Belanja kompulsif dijadikan sebagai sarana mengisi kekosongan emosional hingga pengalihan emosi negatif.

Obsesi untuk terus membeli membuat barang semakin lama semakin menumpuk. Bahkan banyak yang hanya dibeli tanpa dipakai sama sekali. Setelah menyadari dan merasa bersalah telah melakukan hal itu, di lain waktu kamu tetap akan mengulanginya lagi. Apakah kalian termasuk juga?

3.Dampak yang ditimbulkan

ilustrasi depresi (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi depresi (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Tak hanya berdampak pada finansial, compulsive buying ternyata juga berdampak mental kita. Pengeluaran kompulsif akhirnya membuat kita cemas hingga depresi. Perasaan bersalah yang ditimbulkan setelah membeli memicu timbulnya perasaan negatif.

Dalam jangka panjang, compulsive buying bisa memicu konflik-konflik lain seperti masalah keuangan hingga masalah keluarga. Mengingat banyaknya konsekuensi yang merugikan, sebaiknya mulai kontrol diri dan bijak dalam mengelola keuangan, ya.

4.Cara mengatasi

Ilustrasi mengelola keuangan (Pexels.com/Karolina Grabowska)
Ilustrasi mengelola keuangan (Pexels.com/Karolina Grabowska)

Setiap masalah pasti ada solusinya. Begitu juga dengan problematika ini. Langkah awal yang bisa kamu lakukan adalah coba melacak pemicu mengapa akhirnya kamu kompulsif saat berbelanja. Apakah karena konflik keluarga, stres, kesepian, atau emosi negatif lain.

Setelah mengetahui pemicunya barulah kamu bisa melakukan kiat-kiat preventif lain. Seperti membuat daftar kebutuhan, membatasi penggunaan uang, menyibukkan diri dengan kegiatan produktif, hingga meminta bantuan orang lain.

5.Bagaimana pengaruhnya di zaman digital?

ilustrasi belanja online (pexels.com/Sora Shimazaki)
ilustrasi belanja online (pexels.com/Sora Shimazaki)

Di zaman digital seperti sekarang, jauh lebih mudah menemukan apa yang kita mau. Bahkan hanya dengan duduk di rumah tanpa harus keluar, apapun yang kita inginkan tetap bisa sampai ke tangan kita.

Banyaknya platform belanja online lagi-lagi membuat pembelian kompulsif semakin dimanjakan. Alih-alih dimudahkan, perkembangan di zaman digital justru membuat kita semakin kecanduan berbelanja. Apakah kalian merasakan juga? Jika iya, yuk, kita sama-sama kontrol diri dengan baik. Jangan biarkan compulsive buying menjebakmu.

Itulah beberapa hal mengenai compulsive buying yang perlu kamu ketahui. Ingatlah, barang material mungkin pada awalnya memberikan kesenangan, tapi sifatnya hanya sementara. Jangan sampai kalian terjebak pada kebiasaan belanja yang tidak sehat ini, ya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Chalimatus Sa'diyah
EditorChalimatus Sa'diyah
Follow Us