7 Fakta Bahwa Media Sosial Menghadirkan Ilusi Kesempurnaan, Sadari!

Ilusi kesempurnaan yang ditampilkan di media sosial memang tidak ada habisnya. Namun, demikian, masih banyak orang tidak menyadari kenyataan satu ini. Bahkan mereka menganggap media sosial sebagai satu-satunya sumber terpercaya.
Tidak heran jika tipe orang demikian berusaha mengejar tren dan validasi semu. Bahkan rela memanipulasi diri hanya untuk menunjukkan kemewahan dan pencapaian palsu. Menjadi orang yang belum memercayai ilusi kesempurnaan di media sosial, kamu perlu mengetahui tujuh fakta di bawah ini.
1. Kecenderungan memamerkan momen-momen terbaik

Ilusi kesempurnaan yang ditampilkan media sosial memang terlihat menarik. Meskipun begitu, tidak banyak orang yang menyadarinya. Bahkan mereka menganggap ilusi kesempurnaan sebagai inti kebahagiaan yang sesungguhnya.
Sudah saatnya kita mengetahui fakta bahwa media sosial tidak lebih dari ilusi kesempurnaan. Faktanya beberapa orang hanya memamerkan momen-momen terbaik yang dimiliki. Hal ini menciptakan kesan bahwa hidup mereka sempurna, meskipun kenyataannya tidak selalu demikian.
2. Fitur filter dan edit yang menjadi andalan

Perkembangan teknologi yang semakin pesat turut menghadirkan kemudahan berkomunikasi. Salah satunya melalui media sosial yang dimiliki oleh generasi muda. Tapi di satu sisi, ternyata kehadiran media sosial juga mampu membawa ilusi kesempurnaan.
Barangkali kamu sudah tidak asing dengan fitur filter dan edit yang menjadi andalan. Banyak orang menggunakan filter, aplikasi pengeditan, atau bahkan manipulasi foto. Mereka memperbaiki penampilan fisik atau lingkungan dalam foto dan video. Ini memperkuat standar kecantikan dan gaya hidup yang tidak realistis.
3. Fenomena FOMO di berbagai situasi

Seiring berkembangnya media sosial media sosial, generasi muda tentu sudah tidak asing dengan istilah fear of missing out. Lebih singkatnya, kita menyebut sebagai FOMO. Ini merupakan momen di mana seseorang tidak ingin tertinggal oleh suatu hal yang dianggap menarik.
Di sinilah fakta bahwa media sosial menghadirkan ilusi kesempurnaan. Tanpa disadari sebenarnya kita terjebak fenomena FOMO di berbagai situasi. Pada situasi tersebut, kita merasa tertinggal oleh suatu pencapaian yang tidak benar-benar nyata.
4. Kecanduan memuja tren yang dianggap keren

Dengan kehadiran media sosial, kita bisa lebih mudah menjumpai berbagai macam perubahan tren. Tentu ini menjadi fenomena yang menarik untuk diikuti. Yang lebih mengherankan lagi, ternyata beberapa orang memuja tren secara berlebihan.
Tapi sudahkah menyadari bahwa media sosial menghadirkan ilusi kesempurnaan? Kita hanya terpaku pada kecanduan memuja tren yang dianggap keren. Namun, di balik sikap tersebut, tidak mampu merasakan kebahagiaan secara utuh. Dalam menjalani hidup selalu ada yang kurang dan kurang.
5. Keinginan memperoleh validasi dari orang lain

Validasi memang mampu membuat seseorang merasa lebih percaya diri. Respon positif ini seperti suntikan semangat. Tapi bukan berarti kita bisa menggantungkan validasi kepada orang lain secara berlebihan.
Keinginan memperoleh validasi turut menjadi fakta bahwa media sosial menghadirkan ilusi kesempurnaan. Like, komentar, dan pengikut menciptakan dorongan untuk terus memposting konten yang sempurna agar diterima secara sosial. Pada akhirnya membentuk lingkaran umpan balik yang membentuk relasi semu.
6. Menempatkan perbandingan sosial sebagai tujuan utama

Media sosial memang menghadirkan kemudahan. Tapi bukan berarti tanpa sisi negatif yang menyertai. Karena banyak orang tidak menyadari jika media sosial sebenarnya menghadirkan ilusi kesempurnaan.
Kita bisa melihat fenomena Ketika seseorang menempatkan perbandingan sosial sebagai tujuan utama. Melihat postingan orang lain yang tampak sempurna sering kali membuat pengguna membandingkan diri. Mereka tertantang untuk menunjukkan pencapaian yang lebih baik.
7. Cenderung absen pada realitas sehari-hari

Media sosial mampu menghadirkan ilusi kesempurnaan dalam setiap sisi kehidupan. Kita hanya perlu waspada akan situasi tersebut. Ini bisa dilakukan dengan mengenali beberapa fakta yang muncul.
Salah satunya cenderung absen pada realitas sehari-hari. Kita terlalu fokus pada kehidupan dunia maya sehingga mengesampingkan interaksi sosial. Bahkan yang ditunjukkan di media sosial berbeda jauh dengan kondisi emosional yang saat itu dihadapi.
Seiring dengan cara praktis dan kemudahan yang ditawarkan, media sosial juga patut diwaspadai. Salah satunya menghadirkan ilusi kesempurnaan yang mempengaruhi setiap aspek kehidupan. Terkadang setiap sisi kehidupan yang ditampilkan bersifat manipulatif. Berbeda jauh dengan realitas dan emosi yang saat itu dirasakan.