Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Kesalahan Umum yang Dilakukan Seseorang saat Mengambil Gap Year

ilustrasi istirahat di tengah perjalanan (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi istirahat di tengah perjalanan (pexels.com/cottonbro studio)
Intinya sih...
  • Mengambil gap year tanpa tujuan yang jelas bisa membuat waktu terbuang begitu saja.
  • Terlalu fokus pada istirahat tanpa aksi nyata dapat membuatmu tertinggal ketika kembali ke rutinitas.
  • Mencari insight dari orang-orang yang pernah menjalani gap year bisa membantumu menghindari kesalahan serupa.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Mengambil gap year sering dianggap sebagai momen jeda yang menyegarkan, tapi nyatanya tidak semudah yang dibayangkan. Banyak orang mengambil gap year karena merasa lelah secara mental, ingin menemukan jati diri, atau sekadar butuh waktu untuk berpikir sebelum melanjutkan jenjang berikutnya. Namun, jeda ini bisa jadi bumerang kalau tidak direncanakan dengan matang.

Gap year memang bisa membawa manfaat besar jika dijalani dengan kesadaran dan tanggung jawab. Sayangnya, beberapa kesalahan umum sering kali dilakukan, bahkan oleh mereka yang sudah berusaha mempersiapkan. Berikut lima kesalahan yang perlu dihindari agar gap year-mu benar-benar jadi waktu yang berharga dan bukan justru menyesatkan langkahmu ke depan.

1. Tidak punya tujuan yang jelas

ilustrasi bingung (unsplash.com/sammywilliams)
ilustrasi bingung (unsplash.com/sammywilliams)

Banyak orang memutuskan mengambil gap year tanpa benar-benar tahu akan digunakan untuk apa waktunya. Mereka hanya merasa butuh rehat atau ingin "menenangkan pikiran", tanpa membuat rencana konkret. Padahal, tanpa arah yang jelas, gap year bisa berubah menjadi waktu yang terbuang begitu saja.

Memiliki tujuan, baik itu meningkatkan skill, memperbaiki kesehatan mental, atau mengeksplorasi minat, akan memberi arah selama gap year. Dengan begitu, kamu bisa mengukur sejauh mana perkembanganmu dan merasa lebih siap ketika masa jeda itu berakhir. Jangan sampai setahun berlalu tanpa ada hal berarti yang kamu capai.

2. Terlalu fokus pada istirahat tanpa aksi nyata

ilustrasi malas (unsplash.com/a_d_s_w)
ilustrasi malas (unsplash.com/a_d_s_w)

Memang benar bahwa salah satu tujuan gap year adalah istirahat. Tapi kalau seluruh waktumu hanya dihabiskan untuk bersantai, tidur sepuasnya, atau scrolling media sosial, maka kamu akan kehilangan momentum. Gap year bukan sekadar waktu untuk berhenti, tapi juga kesempatan untuk merefleksi dan bertumbuh.

Sesekali istirahat itu penting, tapi tetap perlu ada kegiatan yang membuatmu berkembang. Misalnya ikut kursus singkat, magang, jadi relawan, atau mulai membangun kebiasaan baru. Jika tidak, kamu akan kaget ketika kembali ke rutinitas dan merasa tertinggal dibanding teman seangkatanmu.

3. Tidak belajar dari pengalaman orang lain

ilustrasi mencari informasi (pexels.com/Tima Miroshnichenko)
ilustrasi mencari informasi (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Beberapa orang menjalani gap year seolah mereka adalah orang pertama yang melakukannya. Padahal, banyak yang sudah lebih dulu melewati fase ini dan bisa jadi sumber inspirasi maupun pelajaran berharga. Sayangnya, gak sedikit yang enggan mendengar atau mencari tahu lebih jauh tentang pengalaman orang lain.

Mencari insight dari orang-orang yang pernah menjalani gap year bisa membantumu menghindari kesalahan serupa. Kamu juga bisa bertanya tentang apa yang mereka harap bisa mereka lakukan dengan lebih baik saat itu. Dengan begitu, kamu bisa menjalani periode ini dengan lebih bijak dan terarah.

4. Tidak menyusun rutinitas harian

ilustrasi membuat jadwal (pexels.com/Ahmed)
ilustrasi membuat jadwal (pexels.com/Ahmed)

Karena merasa bebas dari jadwal sekolah atau kuliah, banyak orang yang akhirnya membiarkan hari-harinya berjalan tanpa struktur selama gap year. Bangun siang, kegiatan tidak teratur, dan tidak ada pencapaian yang jelas jadi kebiasaan yang malah menurunkan semangat. Rutinitas yang hilang ini justru bisa bikin stress diam-diam.

Membuat jadwal sederhana bisa jadi solusi. Misalnya menentukan waktu untuk belajar, berolahraga, atau mengerjakan proyek pribadi. Rutinitas ini akan menjaga ritme harianmu tetap sehat dan membuatmu lebih mudah kembali ke kehidupan akademik atau dunia kerja nantinya.

5. Mengabaikan kebutuhan mental dan emosional

ilustrasi bosan (pexels.com/Maria Geller)
ilustrasi bosan (pexels.com/Maria Geller)

Beberapa orang mengambil gap year karena burnout, tapi justru mengabaikan pemulihan yang benar-benar dibutuhkan. Mereka berharap waktu akan menyembuhkan segalanya, tanpa usaha untuk mengelola emosi atau menyembuhkan luka batin. Padahal, tanpa penanganan, luka itu bisa ikut terbawa ke fase kehidupan berikutnya.

Kalau keputusan ini dilatarbelakangi oleh alasan mental, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional seperti psikolog atau konselor. Lakukan aktivitas yang membuatmu merasa tenang dan lebih terkoneksi dengan dirimu sendiri. Menyembuhkan diri bukan tanda kelemahan, justru itu bukti kamu sedang mempersiapkan versi terbaik dari dirimu.

Gap year bisa jadi langkah strategis atau justru jalan memutar, tergantung bagaimana kamu menjalaninya. Hindari lima kesalahan di atas supaya waktu jedamu benar-benar jadi ruang untuk bertumbuh, bukan kabur dari kenyataan. Yuk, manfaatkan gap year dengan sadar dan bijak, karena masa jeda juga bagian dari perjalanan, bukan sekadar pelarian.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Agsa Tian
EditorAgsa Tian
Follow Us