Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Khotbah Jumat 17 Oktober 2025, Simpan untuk Referensi!

ilustrasi khotbah (pexels.com/Alena Darmel)
ilustrasi khotbah (pexels.com/Alena Darmel)
Intinya sih...
  • Menjaga keikhlasan di tengah godaan duniawi
  • Menguatkan ukhuwah islamiyah di era digital
  • Tanggung jawab sosial sebagai cermin keimanan
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Menjelang hari Jumat, umat Muslim biasanya mulai mencari tema khotbah yang relevan untuk dijadikan bahan renungan maupun referensi dakwah. Setiap pekan, khotbah Jumat hadir bukan sekadar rutinitas ibadah, tapi juga sebagai momen untuk memperbarui keimanan, memperkuat akhlak, dan mengingatkan kembali nilai-nilai kehidupan yang sering terlupakan di tengah kesibukan dunia.

Pada Jumat, 17 Oktober 2025, sejumlah tema menarik dapat dijadikan rujukan bagi para khatib maupun jamaah yang ingin memperdalam makna ibadahnya. Simak ragam teks khotbah berikut untuk referensi khotbah Jumat minggu ini.

1. Menjaga keikhlasan di tengah godaan duniawi

ilustrasi khotbah Jumat (unsplah.com/Muhammad Adil)
ilustrasi khotbah Jumat (unsplah.com/Muhammad Adil)

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang telah memberikan kita nikmat iman, Islam, dan kesempatan untuk kembali berkumpul di hari Jumat yang penuh berkah ini. Selawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, teladan terbaik dalam menjaga keikhlasan dan ketulusan hati.

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Salah satu ujian terbesar bagi manusia bukanlah ketika kita miskin atau lemah, melainkan ketika kita diberi kelimpahan: harta, jabatan, pengakuan, dan pujian. Di sinilah keikhlasan diuji, apakah amal ibadah dan kebaikan yang kita lakukan semata karena Allah SWT, atau karena ingin dilihat dan dipuji oleh manusia. Dalam Surah Al-Bayyinah ayat 5, Allah berfirman:

“Mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya lagi hanif (istikamah), melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus (benar)."

Ayat ini menjadi pengingat bahwa tujuan utama setiap ibadah, pekerjaan, dan pengorbanan kita adalah mengharap ridha Allah, bukan pengakuan manusia. Namun, di zaman modern seperti sekarang, menjaga keikhlasan menjadi semakin sulit. Media sosial, misalnya, mendorong kita untuk selalu menampilkan kebaikan agar mendapat validasi dari orang lain. Padahal, amal yang paling kecil tapi ikhlas jauh lebih bernilai di sisi Allah daripada amal besar yang diiringi riya.

Riya dapat menyusup dalam amal kita tanpa disadari. Ketika seseorang bersedekah agar dianggap dermawan, atau beribadah agar tampak saleh di hadapan orang lain, maka nilai ibadah itu akan sirna di sisi Allah. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu memperbarui niat dan mengingatkan diri: untuk siapa sebenarnya kita beramal?

Jamaah yang dirahmati Allah,
Keikhlasan adalah rahasia antara hamba dan Tuhannya. Tidak ada yang bisa menilainya kecuali Allah. Untuk menjaganya, kita perlu banyak berintrospeksi, memperbanyak doa agar hati dijauhkan dari sifat riya, dan menghindari pujian yang bisa menjerumuskan kita dalam kesombongan. Dalam kehidupan sehari-hari, cukupkan diri dengan pengetahuan bahwa Allah Maha Melihat, dan itulah satu-satunya pengakuan yang kita butuhkan.

Semoga kita semua termasuk golongan orang-orang yang ikhlas dalam beramal, yang bekerja dan beribadah semata-mata karena Allah SWT, bukan karena dunia dan pujian manusia. Aamiin ya Rabbal ‘alamin.

2. Menguatkan ukhuwah islamiyah di era digital

ilustrasi khotbah Jumat (unsplah.com/Raka Dwi Wicaksana)
ilustrasi khotbah Jumat (unsplah.com/Raka Dwi Wicaksana)

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,


Pernahkah kita merasa ironis, bahwa di era ketika semua orang bisa terhubung hanya lewat layar, hati kita justru terasa semakin jauh? Di grup WhatsApp keluarga, kita sering saling debat. Di media sosial, perbedaan pendapat seolah jadi bahan permusuhan. Padahal, Islam mengajarkan kita untuk saling merangkul, bukan menjauh. Untuk menenangkan, bukan memanas-manasi. Inilah tanda bahwa kita perlu kembali menata makna ukhuwah Islamiyah di zaman digital ini, agar teknologi tidak justru memutus silaturahmi, melainkan memperkuatnya. Sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Hujurah ayat 10:

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah kedua saudaramu (yang bertikai) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu dirahmati."

Ayat ini mengingatkan kita bahwa ukhuwah Islamiyah bukan hanya tentang hubungan formal sesama muslim, tetapi juga tentang tanggung jawab moral untuk menjaga kedamaian, saling menghormati, dan menebarkan kebaikan. Di era digital, tantangan ukhuwah ini menjadi semakin besar karena mudahnya menyebar hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian. Satu kalimat yang kita tulis di dunia maya bisa mempererat silaturahmi, tapi juga bisa memecah-belah umat jika tidak dijaga dengan hati-hati.

Jamaah yang dimuliakan Allah,
Mari kita renungkan, mungkin jari-jari kita lebih cepat daripada hati kita dalam menilai orang lain. Maka, mulai hari ini, mari kita gunakan teknologi dengan niat mempererat, bukan memecah. Jadikan setiap pesan, komentar, atau unggahan kita sebagai ladang pahala, bukan sumber dosa. Karena ukhuwah yang sejati bukan diukur dari seberapa sering kita online, tetapi seberapa dalam kita peduli dan menjaga saudara seiman, meski tanpa terlihat.

Semoga Allah SWT menuntun kita menjadi hamba yang mampu menjaga ukhuwah di setiap ruang, baik nyata maupun maya. Aamiin ya Rabbal ‘alamin.

3. Tanggung jawab sosial sebagai cermin keimanan

Ilustrasi khotbah (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi khotbah (IDN Times/Arief Rahmat)

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Dalam hiruk pikuk kehidupan modern, sering kali kita sibuk mengejar urusan pribadi: pekerjaan, cita-cita, atau bahkan kesenangan duniawi. Namun, di tengah kesibukan itu, pernahkah kita bertanya pada diri sendiri, sejauh mana kita peduli pada sesama? Karena sejatinya, keimanan seorang Muslim tidak hanya tercermin dari ibadah ritualnya, tetapi juga dari kepeduliannya terhadap lingkungan sosial di sekitarnya. Seorang mukmin sejati bukan hanya yang rajin berdoa, tapi juga yang tidak tenang melihat saudaranya lapar, sedih, atau terabaikan.

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Ma’un ayat 1-3:

“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.”

Ayat ini menunjukkan bahwa iman sejati menuntut aksi nyata. Tidak cukup hanya diucapkan, tapi diwujudkan lewat tindakan yang membawa manfaat bagi orang lain. Maka, membantu sesama, entah melalui tenaga, waktu, maupun harta, bukanlah sekadar kebaikan sosial, melainkan perwujudan dari iman itu sendiri.

Di zaman ini, bentuk tanggung jawab sosial bisa sangat luas. Menyantuni yatim, menolong tetangga yang kesulitan, menjaga kebersihan lingkungan, hingga menyebarkan kebaikan di media sosial, semuanya adalah bagian dari amal sosial yang bernilai ibadah. Setiap langkah kecil yang meringankan beban orang lain adalah cermin dari keimanan yang hidup, bukan hanya yang diucapkan di lisan.

Jamaah yang dirahmati Allah,
Marilah kita jadikan setiap rezeki, waktu, dan kesempatan yang Allah titipkan sebagai sarana berbagi manfaat. Karena hidup bukan hanya tentang apa yang kita kumpulkan, tetapi tentang apa yang kita berikan. Semoga kita menjadi hamba-hamba yang imannya tak berhenti di sajadah, tapi berlanjut ke jalanan, ke pasar, ke tetangga, ke mana pun ada manusia yang membutuhkan uluran tangan.

Semoga Allah SWT meneguhkan iman kita dengan amal yang nyata, menjadikan kita pribadi yang bermanfaat bagi sesama, dan menutup hidup kita dalam keadaan husnul khatimah. Aamiin ya Rabbal ‘alamin.

Itu dia beberapa contoh teks khotbah untuk salat Jumat 17 Oktober 2025. Semoga membantumu, ya!

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriyanti Revitasari
EditorFebriyanti Revitasari
Follow Us

Latest in Life

See More

Khotbah Jumat 17 Oktober 2025, Simpan untuk Referensi!

17 Okt 2025, 03:00 WIBLife