“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam,” (HR Bukhari).
3 Khutbah Jumat 19 September 2025 Berbagai Tema

- Khutbah Jumat bertema "Kendalikan Lisan, Rasakan Kedamaian" menekankan pentingnya menjaga lisan agar tidak menyakiti orang lain dan menebar kebaikan.
- Khutbah Jumat bertema "Meraih Kebahagiaan Dunia Akhirat dengan Sedekah" mengajarkan pentingnya bersedekah sebagai wujud kepedulian sosial dan cara untuk mengembangkan keberkahan harta.
- Khutbah Jumat bertema "Empati, Kunci Pemimpin yang Dirindukan Umat" menyoroti pentingnya kepemimpinan yang melayani, memiliki empati, dan mau berkorban demi kepentingan umat.
Hari Jumat selalu hadir sebagai hari penuh keberkahan bagi umat Islam di seluruh dunia. Salah satu amalan penting di hari ini adalah mendengarkan khutbah Jumat yang berisi nasihat dan pengingat kehidupan.
Tema khutbah Jumat yang diangkat pun relevan dengan tantangan umat saat ini, sehingga layak dijadikan bahan renungan. Melalui khutbah Jumat, jamaah juga diajak untuk semakin peka terhadap kondisi sosial dan terus menebar kebaikan.
Berikut adalah khutbah jumat 19 september 2025 berbagai tema yang bisa menjadi referensi kamu.
1. Khutbah Jumat bertema "Kendalikan Lisan, Rasakan Kedamaian"

Disusun oleh: Haji Muhammad Faizin (Ketua PCNU Kabupaten Pringsewu, Lampung).
Ma’asyiral muslimin, jamaah Jumat rahimakumullah, Mengawali khutbah ini, marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt dengan sebenar-benarnya takwa, dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Salah satu bentuk ketakwaan yang sangat penting dalam kehidupan kita adalah menjaga lisan. Karena lisan kita bisa menjadi sumber pahala dan kedamaian, namun jika tidak dijaga dengan baik, maka bisa menyeret kita kepada dosa, permusuhan, bahkan neraka. Rasulullah saw bersabda:
Ma’asyiral muslimin, jamaah Jumat rahimakumullah, mulut atau lisan kita merupakan anugerah besar dari Allah Swt. Dengan lisan, kita bisa berkomunikasi dengan baik, menyampaikan ilmu pengetahuan, menebar kebaikan, dan mempererat jalinan hubungan baik dengan orang lain.
Namun, di balik itu, lisan juga bisa menjadi sumber keburukan jika tidak dijaga dengan baik. Dari lisan yang tak terkendali, dapat muncul perselisihan, kebencian, bahkan permusuhan yang merusak tatanan hidup bermasyarakat.
Terkait dengan hal ini, kita sebagai umat Islam yang beriman hendaknya berhati-hati dalam berbicara. Kata-kata yang terucap harus dipastikan membawa manfaat, menebar kebaikan, dan membawa kemaslahatan.
Jangan sampai ucapan kita menyakiti hati dan perasaan orang lain. Ucapan yang kasar, sinis, diksi yang tidak tepat, arogan, atau merendahkan, bisa melukai hati orang lain lebih dalam daripada tusukan pisau. Luka fisik bisa sembuh, tetapi luka hati akibat ucapan, sangat sulit dan lama untuk disembuhkan.
Keharusan menjaga lisan ini, berlaku bagi siapapun mulai dari masyarakat biasa hingga pejabat negara termasuk juga para penceramah agama. Setiap individu harus memastikan bahwa apa yang dikatakan dan disebarkan memberi manfaat dan maslahat serta tidak menyakiti hati orang lain.
Termasuk tidak menimbulkan gejolak di masyarakat dengan merasa paling benar dan suka menyalahkan orang lain. Dalam Islam, menyakiti hati seorang Muslim dengan lisan termasuk perbuatan zalim.
Allah Swt mengingatkan kita dalam QS. Al-Hujurat ayat 11 agar tidak saling menghina, karena hal itu dapat merusak persaudaraan. Allah berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim."
Ma’asyiral muslimin, jamaah Jumat rahimakumullah, Lisan yang tidak terkendali sering menjadi penyebab munculnya konflik. Fitnah, adu domba atau namimah. Kalimat bohong yang disebarkan lewat ucapan bisa membuat keluarga retak, pertemanan hancur, bahkan masyarakat terbelah. Rasulullah saw telah mengingatkan besarnya bahaya lisan yang tak dijaga terlebih suka mengadu domba. Rasulullah bersabda:
“Tidak masuk surga pelaku namimah (pengadu domba),” (HR. Muslim).
Selanjutnya harus disadari bahwa kita bisa terjerumus ke neraka hanya karena satu kata yang diucapkannya tanpa dipikirkan dampaknya. Rasulullah telah mengingatkan:
“Sesungguhnya ada seorang hamba benar-benar berbicara dengan satu kalimat yang termasuk keridhaan Allah, dia tidak menganggapnya penting; dengan sebab satu kalimat itu Allah menaikkannya beberapa derajat. Dan sesungguhnya ada seorang hamba benar-benar berbicara dengan satu kalimat yang termasuk kemurkaan Allah, dia tidak menganggapnya penting; dengan sebab satu kalimat itu dia terjungkal di dalam neraka Jahannam,” (HR Bukhari).
Oleh karena itu, Ma’asyiral muslimin, jamaah Jumat rahimakumullah, Marilah kita jaga lisan kita dan menggunakannya untuk kebaikan dengan cara yang baik. Menjaga lisan adalah kunci hidup damai.
Ketika diri kita berkomitmen untuk berkata baik dan menahan diri dari perkataan buruk, maka lingkungan akan menjadi tenteram, hati orang lain akan merasa aman dan nyaman, dan hubungan sosial akan semakin harmonis. Termasuk di era media sosial saat ini, menjaga lisan juga berarti menjaga jari-jemari saat membuat tulisan.
Apa yang kita ketik, kita beri komentar, atau kita sebarkan di dunia maya sama nilainya dengan apa yang kita ucapkan di dunia nyata. Maka, prinsip “berkata baik atau diam saja” juga berlaku di ruang-ruang digital.
Semua yang dihasilkan lisan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. Dengan menjaga lisan, kita bukan hanya menyelamatkan diri kita dari dosa, tetapi juga membawa ketenangan bagi orang-orang di sekitar kita.
Hidup pun akan terasa lebih damai, aman, dan penuh keberkahan. Dalam kitab Risalatul Mustarsyidin disebutkan sebuah doa agar lisan kita senantiasa digunakan untuk zikir mengingat Allah. Doa tersebut adalah:
“Wahai Allah, jadikanlah diamku berpikir, dan bicaraku berdzikir.” Semoga kita semua mampu mengendalikan lisan dengan sebaik-baiknya, sehingga setiap ucapan kita menjadi jalan kebaikan di dunia dan tabungan amal di akhirat kelak. Amin.
2. Khutbah Jumat bertema "Meraih Kebahagiaan Dunia Akhirat dengan Sedekah"

Disusun oleh: Muhammad Zainul Mujahid (Alumnus Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah Situbondo).
Hadirin Kaum Muslimin Sidang Jumat yang Dimuliakan Allah, mengawali khutbah pada siang hari ini marilah kita bersama-sama meningkatkan ketakwaan dan kepatuhan kita kepada Allah Swt dengan terus berupaya melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Sebab, derajat kemuliaan seseorang tidak diukur dengan seberapa tinggi jabatannya, seberapa banyak hartanya atau seberapa besar pengaruhnya di masyarakat.
Akan tetapi, tolok ukur kemuliaan seseorang di sisi Allah adalah sedalam apa hatinya memiliki rasa takwa kepada Allah. Allah Swt berfirman,
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.” (QS Al-Hujurat [49]: 13)
Hadirin kaum muslimin sidang Jumat yang dimuliakan Allah, di antara amal saleh yang sangat dianjurkan dalam Islam adalah bersedekah. Sedekah merupakan wujud nyata dari kepedulian sosial, sarana membersihkan hati dari sifat kikir, sekaligus cara untuk mengembangkan keberkahan harta.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw bersabda:
“Tidaklah berkurang harta itu karena bersedekah”. (HR Al-Thabrani).
Hadis di atas memberikan kita pemahaman bahwa bersedekah tidak menyebabkan harta kita berkurang. Meskipun secara kasat mata sedekah adalah bentuk pengeluaran, Allah Swt akan mengganti dengan balasan yang berlipat ganda, baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam Al-Quran Allah berfirman:
”Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 261).
Hadirin kaum muslimin sidang Jumat yang dimuliakan Allah, sedekah adalah amal ibadah yang tidak mengenal waktu. Kapan pun dan di mana pun, Islam selalu menganjurkan umatnya untuk bersedekah dalam segala kondisi.
Dalam Surat Al-Baqarah ayat 274, Allah Swt berfirman:
"Orang-orang yang menginfakkan hartanya pada malam dan siang hari, baik secara rahasia maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan tidak (pula) mereka bersedih.” (QS. Al-Baqarah [2]: 274).
Menurut Sayyid Muhammad Thanthawi dalam kitab al-Tafsirul Wasith, juz I, halaman 629, ayat di atas mengandung pujian bagi orang-orang yang bersedekah tanpa mengenal waktu dan kondisi. Mereka melakukan sedekah dalam semua kondisi, baik siang maupun malam, secara sembunyi maupun terang-terangan. Hal ini tidak lain adalah karena keimanan yang telah mengakar kuat dalam hati mereka.
Dalam kitab Zahratut Tafasir, juz II, halaman 1038, Syaikh Abu Zahrah mengatakan:
“Sungguh, ulama berpendapat bahwa (dalam ayat tersebut) mendahulukan malam atas siang dan sir (sembunyi-sembunyi) atas terang-terangan memberikan indikasi bahwa yang paling utama dalam bersedekah adalah secara sembunyi-sembunyi. Hal itu jelas, karena sedekah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi dapat menjaga seeorang dari hal-hal yang menyebabkan timbulnya riya’.”
Hadirin kaum muslimin sidang Jumat yang dimuliakan Allah, bersedekah secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan sama-sama dianjurkan dalam agama. Keduanya memiliki keutamaan masing-masing sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Maka dari itu, Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin juz I, halaman 228 menjelaskan, perbedaan pendapat mengenai mana yang lebih utama antara sedekah sir (sembunyi-sembunyi) atau terang-terangan bukan dalam ranah yang substanial.
Akan tetapi, hal itu kembali kepada individu masing-masing. Jika kita khawatir riya manakala sedekah secara terang-terangan, maka sedekah sir lebih utama. Namun, jika dengan sedekah terang-terangan dapat memberikan manfaat lebih, misalnya memotivasi orang lain untuk bersedekah, dan kita mampu membentengi hati dari riya, maka itu lebih utama daripada sedekah secara sembunyi-sembunyi.
Hadirin kaum muslimin sidang Jumat yang dimuliakan Allah, lantas apa ganjaran bagi orang yang gemar bersedekah? Dalam Surat Al-Baqarah ayat 274 di atas, setidaknya ada tiga janji Allah bagi orang-orang yang sering menginfakkan hartanya siang dan malam, sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.
Pertama, “falahum 'ajruhum eind rabbihim”, mendapatkan pahala dan ganjaran sempurna dari Allah Swt. Kedermawanan seseorang akan mengantarkannya memperoleh surga dan kedekatan dengan Allah Swt. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda:
“Orang dermawan itu dekat dengan Allah, dekat dengan surga dan jauh dari neraka. Sedangkan oran kikir jauh dari Allah, jauh dari surga dan dekat dengan neraka.” (HR Al-Tirmidzi.
Kedua, “wala khawf alayhim”, orang-orang yang dermawan tidak akan merasa takut dan khawatir akan azab Allah. Sebab, dengan sedekah dan amal saleh yang ia lakukan menjadi benteng untuk melindunginya dari azab di hari kiamat.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya sedekah itu dapat meredam murka Tuhan dan mencegah dari kematian yang tidak baik.” (HR Al-Tirmidzi).
Ketiga, “Wala hum yahzanun”, mereka akan senantiasa merasakan ketenangan hidup, jauh dari kesedihan dan gundah gulana. Di dunia ia akan merasakan kebahagiaan tersendiri ketika mampu berbagi kepada orang lain, di akhirat kelak ia akan memperoleh kebahagiaan hakiki disisi Allah Swt.
Demikianlah khutbah singkat pada siang hari ini, semoga kita semua diberikan kemampuan oleh Allah Swt untuk terus melakukan amal ibadah dan amal kebaikan dalam setiap kondisi. Harapanya, kebaikan-kebaikan yang kita tebar itu menjadi sebab kita mendapat ridha Allah Swt. Aamiin ya rabbal ‘alamin.
3. Khutbah Jumat bertema "Empati, Kunci Pemimpin yang Dirindukan Umat"

Disusun oleh: Ustadz Abdul Karim Malik (Alumni Al-Falah Ploso Kediri, pengurus LBM PCNU Kabupaten Bekasi, dan pengajar di Pondok Pesantren YAPINK Tambun-Bekasi).
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah, dari atas mimbar yang mulia ini, khatib berwasiat kepada seluruh hadirin sekalian khususnya untuk diri khatib pribadi, mari bersama-sama kita jaga dan tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta'ala, dengan istiqamah menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi segala bentuk larangan-Nya. Allah Ta'ala berfirman:
"Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutlah akan hari yang (ketika itu) seorang bapak tidak dapat membela anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) membela bapaknya sedikit pun! Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kamu diperdaya oleh kehidupan dunia dan jangan sampai karena (kebaikan-kebaikan) Allah kamu diperdaya oleh penipu." (QS. Luqman. Ayat 33).
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah, baginda Nabi Muhammad saw adalah teladan dalam setiap sisi kehidupan, baik bagi yang kaya maupun miskin, bagi mereka yang memiliki jabatan maupun yang tidak memilikinya. Beliau adalah pemimpin yang luar biasa dalam sejarah umat manusia. Kepemimpinan beliau bukan hanya ditandai dengan kebijaksanaan dan keadilan, tetapi juga dengan kasih sayang dan empati yang begitu dalam.
Salah satu bukti nyata dari sikap beliau adalah sebuah doa yang bahkan umatnya sendiri merasa berat untuk mengucapkannya. Doa itu sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah:
“Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata: Hendaklah kalian mencintai orang-orang miskin. Karena, sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah berdoa: 'Ya Allah hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, wafatkanlah aku dalam keadaan miskin, serta kumpulkanlah aku pada hari kiamat bersama golongan orang-orang miskin.'" (HR. Ibnu Majah).
Makna hadits itu sejatinya tidak hanya mengajarkan kesederhanaan dan keutamaan hidup miskin yang kelak dapat meringankan hisab di akhirat. Lebih dari itu, hadits tersebut juga mencerminkan betapa besar empati dan kepedulian Baginda Nabi kepada umatnya, khususnya mereka yang hidup dalam serba kekurangan. Ma'asyiral muslimin rahimakumullah, beliau, nabi kita tercinta, adalah cerminan pemimpin sejati.
Pemimpin sejati bukanlah mereka yang hanya memerintah dengan kekuasaan dan otoritas, melainkan mereka yang melayani dengan hati dan jiwa. Pemimpin sejati adalah mereka yang memahami kebutuhan dan aspirasi rakyatnya, lalu berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memenuhinya.
Mereka bukanlah orang yang haus pujian dan pengakuan, melainkan orang yang rela berkorban dan bekerja keras demi kepentingan umat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
"Pemimpin sebuah kaum (komunitas) adalah mereka yang melayani dan memberi minum pada mereka, juga menjadi orang terakhir yang minum." (HR Abu Nuaim Al-Asbahani).
Sabda Baginda Nabi itu menegaskan kepada kita semua tentang pentingnya kepemimpinan yang melayani, kepemimpinan yang mendahulukan kepentingan umatnya. Pemimpin sejati bukanlah sekadar orang yang memerintah dan mengambil keputusan tanpa mempedulikan kebutuhan serta aspirasi rakyat.
Pemimpin sejati adalah mereka yang hadir untuk melayani, yang menjadikan kepentingan rakyatnya sebagai prioritas utama. Ma'asyiral muslimin rahimakumullah, dalam membangun masyarakat yang lebih baik, pemimpin yang dibutuhkan adalah mereka yang penuh empati, memiliki kepedulian, dan mau melayani rakyatnya dengan sepenuh hati.
Pemimpin seperti inilah yang, dengan visi dan misi yang jelas serta kemampuan memimpin dengan hati dan jiwa, akan mampu membawa masyarakat menuju kebaikan dan kemajuan. Namun jamaah yang dirahmati Allah, kita juga harus menyadari bahwa pemimpin bukan hanya mereka yang memegang jabatan atau kekuasaan.
Sesungguhnya, setiap dari kita adalah pemimpin bagi diri kita masing-masing, bagi keluarga kita, dan bagi lingkungan kita. Maka marilah kita mengingat sabda Baginda Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
"Ketahuilah! Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggung jawaban terhadap apa yang dipimpin. Seorang raja yang memimpin rakyat adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban terhadap mereka. Seorang istri juga pemimpin bagi rumah tangga serta anak-suaminya, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang budak juga pemimpin atas tuannya, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Ingatlah, masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya," (HR. Bukhari).
Dalam kitab Syarah Nawawi 'ala Muslim, dalam bab keutamaan seorang pemimpin yang adil, beliau Imam Nawawi menukil pendapat para ulama:
"Para ulama mengatakan, 'Pemimpin adalah orang yang menjaga, dapat dipercaya, dan memiliki komitmen untuk melakukan kebaikan bagi apa yang dia pimpin dan apa yang ada di bawah tanggung jawabnya. Maka dari itu, setiap orang yang memiliki tanggung jawab atas sesuatu, dia harus berlaku adil dan mengurus kepentingan apa yang ada di bawah tanggung jawabnya, baik dalam hal agama maupun dunia dan segala yang terkait dengannya'."
Demikian khutbah singkat pada siang hari ini, semoga bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga kedepannya kita benar-benar bisa menjadi dan mendapatkan pemimpin yang sadar akan beratnya amanah yang ditanggung juga yang berjuang dari hati dan jiwa. Aamiin ya rabbal alamin.
Khutbah Jumat 19 September 2025 memberikan pesan yang relevan dengan kehidupan umat di masa kini. Semoga setiap jamaah mampu mengamalkan isi khutbah tersebut sebagai bekal dalam menjalani hari-hari penuh keberkahan.
FAQ seputar khutbah Jumat
- Apa itu khutbah Jumat?
Khutbah Jumat adalah ceramah singkat yang disampaikan khatib sebelum salat Jumat, berisi nasihat agama dan pengingat bagi jamaah. - Apa syarat sah khutbah Jumat?
Syarat sahnya antara lain memuji Allah, membaca shalawat kepada Nabi, berisi nasihat takwa, membaca ayat Al-Qur’an, serta doa untuk kaum muslimin. - Mengapa khutbah Jumat penting?
Karena khutbah Jumat menjadi sarana dakwah, pengingat iman, dan bagian dari syarat sah salat Jumat yang wajib bagi laki-laki muslim.