"Filosofi dari keperawatan, pada awalnya keperawatan modern itu adalah the lady with the lamp. Perempuan yang berjalan, membawa lampu sentir, menjadi cahaya pada saat perang dunia. Nah, saya tuh pengen jadi sosok seperti itu. Karena itu satu sosok yang menginspirasi saya," cerita Reza.
Kisah Reza Riyadi Mengukir Senyum di Pelosok Bali Lewat Program Air Bersih

Bayangkan jika setiap hari yang kita lalui harus diwarnai dengan rasa cemas karena kesulitan mendapatkan air bersih. Aktivitas sederhana seperti mandi, memasak, hingga mencuci pakaian berubah menjadi tantangan besar yang melelahkan, sementara kebutuhan untuk minum dan menjaga kebersihan tubuh pun sering kali tak terpenuhi.
Tanpa akses air yang cukup, segala aspek kehidupan menjadi lebih berat. Berbagai aspek kehidupan mulai dari ekonomi, pendidikan, hingga kesehatan akan terdampak. Hidup tanpa air yang cukup bukan hanya soal kehilangan kenyamanan, tetapi juga ancaman nyata pada keberlanjutan hidup manusia.
Ironisnya, fenomena krisis air ini masih banyak kita jumpai di beberapa wilayah di Indonesia. Salah satunya adalah Desa Ban, Karangasem, Bali. Pulai Dewata yang tersohor di mata internasional berkat pariwisatanya, ternyata juga menyimpan cerita pilu yang dialami oleh warga di Desa Ban.
Penderitaan yang dialami oleh warga Desa Ban ini mengetuk pintu hati seorang pemuda bernama Reza Riyady. Ia bersama rekan-rekannya yang tergabung dalam komunitas Bali Tersenyum ID melakukan sebuah inisiatif mulia, yaitu sebuah program bernama Sumber Air untuk Sesama (SAUS).
1. Seorang perawat yang ingin menjadi penerang di tengah kegelapan

Reza Riyady merupakan seorang perawat yang mengabdi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Klungkung, Kabupaten Klungkung, Bali. Sebagai seorang perawat, tentunya ia sangat peduli dengan isu Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Kecintaanya terhadap profesinya, membuatnya ingin menjadi seorang perawat yang bisa terjun langsung ke masyarakat.
Dalam wawancara bersama Reza, penerima Satu Indonesia Award 2022 bidang kesehatan ini menceritakan bahwa inisiatif yang telah ia upayakan selama ini berkat terinspirasi dari filosofi keperawatan modern, yaitu "Light in the darkness". Filosofi indah itu muncul dari seorang perawat pada masa Perang Krimea, Florence Nightingale. Nightingale merupakan pelopor keperawatan modern yang terkenal dengan julukan "The lady with the lamp".
Bermula dari situ, Reza bertekad untuk menjadi seorang perawat yang dapat menjadi penerang di tengah kegelapan. Ia berprinsip teguh bahwa seorang perawat itu tidak hanya memberikan hasil keperawatan kepada orang sakit dengan melakukan perawatan di rumah sakit, tapi juga harus mau terjun ke lapangan untuk memberikan kebutuhan dasar manusia.
2. Program SAUS tercipta dari hasil kolaborasi bersama warga Desa Ban

Reza menceritakan awal mulanya ia bersama rekan-rekannya membuat program SAUS ini. Pada 2019, dirinya berniat untuk jalan-jalan ke daerah Bali Timur serta berkunjung ke beberapa daerah yang sempat terdampak oleh erupsi Gunung Agung. Setibanya di Desa Ban, pemuda murah senyum ini tak kuasa menahan rasa sedih melihat ibu-ibu di sana harus berjalan jauh hanya untuk mendapatkan air bersih.
Dirinya tak menyangka bahwa Pulau Bali yang pariwisatanya sudah maju, tetapi warganya ada yang menderita karena tak punya akses yang memadai untuk mendapatkan air bersih. Bahkan, warga Desa Ban juga harus mengeluarkan biaya yang tak sedikit untuk membeli air bersih. Harga satu drum bisa mencapai Rp100.000, sebuah harga yang mahal bagi warga pelosok untuk bisa menikmati kebutuhan dasar mereka sebagai makhluk hidup.
"Saya melihat banyak deretan ibu-ibu dimana dia mencari air di tempat yang cukup jauh. Saya tuh cukup terharu ya, karena ibu itu harus masukin air ke jerigen ber-drum-drum, terus dorong dengan jarak ber-kilometer, sekitar 5 kilometer lah," ungkapnya.
Program SAUS tak sekonyong-konyong lahir dari ide Reza atau Bali Tersenyum. Melainkan, justru lahir dari gagasan warga Desa Ban itu sendiri. Dalam membuat program, Reza menerapkan pendekatan CAP (Community As Partner). Lewat pendekatan ini, warga Desa Ban sendiri yang akan mencari solusi dan menyelesaikan permasalahan mereka. Sedangkan Reza bersama dengan Bali Tersenyum hadir untuk membantu dan memfasilitasi.
Pada awal kedatangannya, ia sempat terpikir untuk membuat program bantuan berupa renovasi rumah. Namun, setelah melakukan riset dan berdialog bersama warga setempat, justru bantuan yang paling mereka butuhkan adalah akses air bersih yang lebih dekat.
"Saya bertanya kepada warga Desa Ban, 'Apa yang bisa dibantu?', lalu warga menjawa, 'Permasalahan besar di kami itu adalah sebenarnya, kalau bedah rumah itu dari pemerintah pusat, daerah, provinsi dan juga kabupaten sudah sering, nah kita butuhnya itu. Air bisa lebih dekat ke tempat kami, biar nggak kita dorong-dorong air jauh'," jelas Reza.
3. Hampir menyerah karena kekurangan biaya pembangunan bak penampungan air

Setiap usaha pastinya datang sepaket bersama dengan tantangannya. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh Reza dan rekan-rekannya di Bali Tersenyum ID adalah persoalan biaya. Biaya untuk membangun sebuah bak penampungan air bersih cukup besar, yakni sekitar Rp30 juta.
Reza melakukan berbagai upaya untuk bisa mendapatkan uang tersebut. Salah satunya adalah dengan membuka donasi melalui media sosial dan juga situs penggalangan dana online. Awalnya penggalangan dana tersebut mendapat perhatian yang baik di media sosial. Bahkan beberapa influencer turut sukarela membagikan informasi penggalangan dana tersebut. Namun, sayangnya uang yang terkumpul tersebut jauh dari target yang diharapkan. Pada hari terakhir pengumpulan donasi, Reza hanya dapat mengumpulkan dana sebesar Rp2,8 juta saja.
Hal itu sempat membuat hati Reza ciut. Dalam hatinya muncul sebuah keraguan. Apakah ia akan melanjutkan program ini atau harus berhenti. Namun, tekad dan janji yang sudah ia genggam kembali menyala. Reza yakin jika kebaikan yang lahir dari ketulusan hati, pasti akan menular ke hati orang-orang lain juga. Benar saja, tiba-tiba datang sebuah keajaiban dari Tuhan melalui sebuah komunitas di Medan, Sumatera Utara yang memberikan donasi dalam jumlah yang fantastis.
"Apa yang dikerjakan dengan tulus, dari hati akan mengena ke hati lainnya. Bim sala bim, pada saat itu ada seseorang, nge-chat saya malam hari, via DM. Yang bikin saya syok. Mereka tuh bilang cuma mau kasih Rp6 juta, ternyata mereka bener-bener donasi sebesar Rp30 juta," cerita Reza.
4. Memulai SAUS dengan kolaborasi dan semangat gotong royong warga Desa Ban

Dalam menjalankan program SAUS ini, Reza selalu menerapkan semangat kolaborasi bersama warga Desa Ban. Seperti yang ia sampaikan, bahwa program ini harus melibatkan warga setempat. Reza ingin program SAUS berjalan berlandaskan dari kebutuhan masyarakat Desa Ban.
Pembuatan saluran dan bak penampungan air bersih ini dilakukan bersama-sama dengan semangat gotong royong bersama warga Desa Ban. Dirinya juga selalu meminta masukan dan pendapat dari kelian adat setempat agar program SAUS ini dapat benar-benar berjalan seefisien mungkin serta sesuai kebutuhan warga setempat.
Reza mengungkapkan, "Bak penampungan air yang buat masyarakat sendiri. Jadi beli pipa, beli apa semuanya di dekatnya desa. Karena kalau misalkan bawa dari Denpasar, mungkin bisa dapet lebih murah, tapi bawanya yang susah dan mahal."
Bak penampungan air bersih di Desa Ban ini akhirnya diresmikan pada Januari 2020. Rasa syukur dan senyum bahagia terukir di hati Reza dan warga Desa Ban, Karangasem. Akhirnya, setelah bertahun-tahun, impian sederhana warga Desa Ban untuk mendapatkan sumber air besih yang lebih dekat terwujud.
5. Kualitas hidup bersih dan sehat warga Desa Ban menjadi lebih baik sejak ada SAUS

Bagi Reza, ini bukan sekadar membantu, tetapi ini merupakan upaya dan dedikasinya sebagai seorang perawat. Dimana misinya menjadi seorang perawat yang bermanfaat bagi masyarakat satu per satu telah ia realisasikan. ia tak hanya membantu masyarakat dari rumah sakit. Hanya dengan membuka akses air, tapi dampaknya luar biasa bermanfaat bagi masyarakat – khususnya di sektor kesehatan.
"Buat saya kayak, wah ternyata apa ya, hal sederhana yang mungkin kita bisa kasih itu berarti banget. Itu cuma air lho, dan ternyata itu bisa ngefek besar ke masyarakat," pungkas Reza.
Dampak paling nyata yang dirasakan sejak adanya bak penampungan air dari program SAUS ini adalah turunnya angka dehidrasi warga Desa Ban. Sebelumnya, warga kerap mengalami sakit diare hingga mengalami dehidrasi akibat kurangnya pasokan air. Sekarang angka tersbut sudah menurun sejak warga Desa Ban sudah mendapatkan akses air yang memadai.
Berkat program SAUS yang ia gagas ini, Reza Riyady terpilih menjadi penerima Satu Indonesia Award 2022. Sebuah program apresiasi yang digagas oleh PT Astra Internasional Tbk kepada generasi muda yang secara nyata telah berkontribusi memberikan dampak dan perubahan positif di berbegai bidang.
Tentu perjuangan Reza bersama Bali Tersenyum tak akan berhenti sampai di sini. Ia masih punya misi lainnya yang ingin lanjutkan. Reza ingin melangkah lebih jauh lagi dan terus menjaga senyum warga Desan Ban dan sekitarnya agar terus mengembang. Reza ingin agar di masa depan warga Desa Ban bisa terus berdaya dan mandiri meski tanpa bantuan darinya.



















