5 Alasan Malas Mencatat Pengeluaran Harian, Efektif Gak, sih?

- Malas, sibuk, dan ribet
- Tidak yakin itu bisa menyehatkan keuangan
- Timbul rasa bersalah setelah tahu pengeluarannya besar
Apakah kamu sudah rutin mencatat pengeluaranmu sehari-hari? Pencatatan pengeluaran sering dianjurkan oleh pakar keuangan. Tujuannya, supaya dirimu tahu betul ke mana uangmu mengalir. Tanpa pencatatan, sering kali terjadi kebocoran anggaran.
Nanti tahu-tahu uangmu habis padahal rasanya kamu gak banyak berbelanja. Mencatat keuangan juga bisa dilakukan dengan bantuan aplikasi maupun catatan biasa di buku tulis. Meski ini kerap disarankan sebagai bagian dari menjaga keuangan tetap sehat, banyak orang malas melakukannya.
Mungkin mereka pernah mencobanya, tapi tak bertahan lama. Cuma kuat beberapa bulan. Itu pun catatan yang rapi hanya 1 atau 2 minggu pertama. Selebihnya banyak pengeluaran yang terlupakan. Kenapa pada akhirnya seseorang jadi malas mencatat pengeluaran harian, ya?
1. Malas, sibuk, dan ribet

Tiga hal di atas seperti satu paket yang tak terpisahkan. Orang yang punya sifat dasar pemalas bakal tambah malas kalau harus berurusan dengan hal-hal yang dirasa ribet. Tidak ribet saja ia selalu ogah-ogahan.
Sementara orang yang sibuk sebenarnya punya sifat rajin. Hanya saja, saking tinggi kesibukannya rasanya gak ada waktu lagi buat mencatat pengeluaran. Pikirannya difokuskan pada agenda kerja yang penuh.
Soal tadi beli apa saja dan berapa harganya dengan mudah terlupakan. Sekalipun rasanya setruk sudah disimpan pas dicari gak ada. Mungkin dia lupa saking pikiran telah terforsir. Memang mencatat pengeluaran lebih merepotkan daripada sama sekali tak melakukannya. Akan tetapi, itu juga buat kebaikan diri sendiri.
2. Tidak yakin itu bisa menyehatkan keuangan

Meski mencatat pengeluaran sering ditekankan dalam berbagai artikel seputar keuangan, banyak orang masih meragukan keberhasilannya. Apa benar mencatat keuangan saja bisa bikin isi rekening gak cepat berkurang? Apalagi bikin kaya.
Mereka tidak mau sudah capek-capek menuliskan pengeluaran hingga yang terkecil, tapi ternyata tak ada manfaatnya. Tentu pencatatan keuangan tidak serta-merta mengubah kondisi keuangan siapa pun. Namun, pencatatan keuangan ialah langkah awal yang memberikan dasar untuk melakukan evaluasi.
Di mana letak pengeluaran yang terlalu besar? Bisakah pengeluaran itu diperkecil? Kesalahan dalam pengelolaan keuangan akan terdeteksi dengan gamblang melalui hasil pencatatan pengeluaran.
3. Timbul rasa bersalah setelah tahu pengeluarannya besar

Orang-orang yang sudah pernah melakukan pencatatan keuangan kemudian berhenti pasti punya alasan. Salah satunya mungkin beban rasa bersalah saat tampak mereka mengeluarkan uang lebih besar daripada yang seharusnya. Rasanya mirip dengan orang yang gagal diet karena tak bisa mengendalikan hawa nafsu.
Orang itu dapat berpikir mending tidak usah diet lagi dan makan sesukanya. Dalam hal pencatatan keuangan pun sama. Pemandangan yang gak sesuai harapan karena pengeluaran lebih gede dari bayangan menimbulkan kecemasan.
Secara alami orang bakal berusaha membuat dirinya lebih nyaman. Cara paling gampang ialah dengan berhenti mencatat dan tutup mata saja akan setiap pengeluaran. Terpenting bagi mereka, uang masih ada.
4. Berpikir yang penting memperbesar pendapatan

Pemikiran berikutnya yang membuat orang merasa pengeluaran gak usah ditulis ialah semua aman asal uang tersedia. Mereka berpikir sangat praktis dan kadang benar dalam beberapa situasi. Pengeluaran 10 ribu atau 100 ribu per hari bukan soal kalau pemasukan harian berkali-kali lipat dari itu.
Masalahnya, banyak orang dengan penghasilan cukup gede akhirnya tetap kekurangan uang karena belanja yang tidak terkontrol. Atau, uangnya dipakai untuk hal-hal gak bijak seperti bermain judol. Ini artinya, pemasukan sebesar apa pun kalau tak dibarengi kontrol diri akan sia-sia.
Kendali diri diperoleh dengan menyadari dulu pengeluaran harian. Meski penghasilan gak seberapa, kalau pengeluaran sehari-hari terpantau dengan jelas akan lebih mudah dicukupkan. Misal, hari ini pengeluaran banyak maka besok sebisa mungkin tak beli apa-apa dulu.
5. Takut menjadi pelit

Memang pencatatan keuangan butuh kecermatan tinggi. Uang parkir 2 ribu rupiah pun perlu ditulis. Sebab kalau dalam sehari seseorang mampir di 5 tempat saja sudah 10 ribu rupiah. Bila itu dikali 20 hari saja mencapai 200 ribu rupiah per bulan.
Sebagian orang tampak khawatir dan malas mencatat pengeluaran harian karena takut bikin mereka terlalu pelit. Daripada membayar parkir motor 5 kali dalam sehari misalnya, mending ke mana-mana menebeng teman. Atau, sepeda motor sengaja diparkir agak jauh yang gak ada tukang parkirnya.
Itu justru bisa membuatnya tak aman karena tidak ada orang yang mengawasi. Mungkin orang juga menjadi tak ingin lagi membayar berbagai iuran dengan alasan penghematan. Padahal, sikap pelit adalah keputusan sadar. Artinya, ini gak akan terjadi kalau seseorang tidak menghendaki dirinya berubah pelit.
Pencatatan pengeluaran khususnya diperuntukkan bagi orang yang masih kesulitan melacak uangnya habis untuk apa saja. Tujuan utamanya ialah membangkitkan kesadaran setiap akan membeli apa pun. Kalau nanti kendali diri sudah baik, pencatatan pengeluaran bisa dihentikan.



















