5 Momen Wajar Malas Berpikir, Bukan Brain Rot karena Scrolling

- Lelah fisik dapat mempengaruhi kemampuan berpikir dan perlu istirahat yang berkualitas.
- Pikiran yang diforsir dalam jangka waktu lama membutuhkan waktu rehat untuk pulih.
- Perasaan terabaikan dan dipaksa mengurus hal-hal bukan urusanmu dapat membuat malas berpikir.
Di era media sosial seperti sekarang dan smartphone yang hampir tak pernah lepas dari genggaman, pernahkah kamu merasa menjadi malas berpikir? Dirimu khawatir sudah mengalami brain rot atau pembusukan otak gara-gara hobi scrolling berjam-jam lamanya. Memang konsumsi konten-konten yang kurang berkualitas di media soal dapat menyebabkan brain rot.
Dirimu menjadi lebih suka melihat konten-konten sekian detik dan tanpa informasi penting. Rasanya seperti candu. Jari-jarimu terus menggulir layar, mata jarang berkedip, dan kantuk seolah-olah hilang dengan dirimu memelototi layar.
Sebaliknya bila dirimu mesti membaca buku, mengerjakan tugas penting, atau menyimak tayangan berdurasi panjang serta berbobot malah mengantuk dan sulit mencernanya. Tapi rasa malas berpikir gak selalu disebabkan oleh konsumsi konten di media sosial secara berlebihan. Lima momen wajar malas berpikir berikut ini adalah hal lumrah dan membuatmu ingin bersikap masa bodoh.
1. Lelah fisik sampai sakit

Kalau badan lagi capek, bukan cuma aktivitas fisik yang perlu direm supaya kamu dapat beristirahat. Pikiran juga pasti ikut lelah sehingga gak bisa dipaksa bekerja berat. Kamu benar-benar memerlukan istirahat yang berkualitas sekaligus cukup waktu.
Jika dirimu memaksa pikiran terus bekerja malah hasilnya gak bagus. Pikiranmu telah lambat menangkap dan mengolah stimulus. Efek capek saja sudah seperti itu apalagi bila dirimu hingga jatuh sakit. Tubuh yang terasa serba tak nyaman menyusahkanmu fokus pada berbagai hal.
Malah pikiran yang terus dipaksa bekerja bisa bikin kamu tambah sakit. Situasi begini mengharuskanmu memprioritaskan kesehatan dulu. Nanti seiring dengan pulihnya kebugaran tubuh otomatis pikiran juga siap kembali bekerja maksimal.
2. Kemarin-kemarin pikiran diforsir

Contohnya, dua minggu lalu kamu baru mengikuti ujian semester. Dirimu belajar secara maraton untuk hasil yang terbaik. Itu pun belum menjamin kamu menjadi lebih mudah dalam mengerjakan soal-soal. Sebelum minggu kedua habis, dirimu mulai lelah berpikir.
Tapi kamu masih harus menuntaskan pertarungan di atas kertas. Begitu ujian hari terakhir selesai, beban-bebanmu seperti terlepas. Namun, ini bukan berarti kamu siap kembali berpikir berat. Dirimu membutuhkan waktu rehat.
Mungkin setidaknya sampai tiga hari pikiranmu seakan-akan setengah tertidur. Boro-boro kamu mau berpikir berat, menjawab pertanyaan orang saja kadang agak asal saking malas mikir. Bisa pula ini berlangsung lebih lama seperti seminggu. Kamu dapat lebih banyak menikmati hiburan buat menyegarkan pikiran.
3. Orang yang dipikirkan tak pernah memikirkanmu

Dari subjudul telah tampak bahwa kamu selama ini memikirkan seseorang. Dia gak harus pasanganmu. Bisa pula sahabat atau saudara. Lantaran sesama manusia yang dipikirkan, idealnya memang ada hubungan timbal balik meski gak seketika.
Sebagai contoh, dirimu selalu mengerahkan segenap pikiran untuk membantu persoalan saudara. Kamu berusaha kasih solusi terbaik. Dirimu bahkan menyiapkan beberapa alternatif pemecahan masalah serta selalu memantau perkembangannya.
Namun, apa yang terjadi ketika gantian kamu yang ada masalah? Dia malah cuek. Dirimu sudah menceritakan persoalan itu, tapi responsnya sangat minimal. Ia seakan-akan sengaja tak mau repot membantumu. Perasaanmu bercampur antara sedih dan kesal. Malas sekali untukmu kembali memikirkan apa pun tentangnya.
4. Terus diganggu oleh hal-hal yang bukan urusanmu

Kamu tadinya oke-oke saja diminta mengurus beberapa hal sekalipun sebetulnya bukan urusanmu. Bila pun dirimu lagi sibuk tetap meluangkan waktu untuk memperhatikan hal-hal tersebut. Contohnya, kamu diminta membantu meredam pertengkaran dua teman kerja.
Itu sudah terselesaikan, ada gangguan lagi. Seperti kawan di sebelahmu minta dibantu mengerjakan tugasnya. Terus saja seperti itu sampai pikiranmu terpecah-pecah. Fokus yang sudah terganggu coba dipusatkan kembali pun gak mudah.
Mau tidak mau kamu memang harus mengutamakan keperluan-keperluanmu. Rasa malasmu dalam berpikir tidak berlaku untuk semua hal. Itu khusus buat hal-hal yang memang bukan urusanmu saja. Tapi untuk urusanmu sendiri, kamu masih bisa all out.
5. Merasa sesuatu dipikirkan atau tidak sama tak bergunanya

Perasaan sia-sia membuatmu malas berpikir. Contohnya, kamu selama ini totalitas sekali dalam usaha berkontribusi di pekerjaan. Dirimu sungguh-sungguh mencari ide buat pengembangan berbagai proyek. Kamu survei sampai mendalam dengan harapan eksekusinya juga tanpa kendala berarti.
Namun setelah semua kerja keras yang menguras pikiran itu, ide-idemu malah kurang dianggap. Ide orang lain selalu dipandang lebih baik daripada idemu. Setelah kejadian serupa terus terjadi, motivasimu buat berkontribusi dalam pekerjaan menjadi drop.
Pikirmu, toh, ujung-ujungnya kamu mau tidak mau hanya harus mengikuti ide orang lain. Daripada lelah berpikir, mending dirimu menghemat energi. Kamu mungkin mau menyumbang ide lagi hanya jika diminta atasan secara mendesak. Sebelum itu terjadi, dirimu memilih cuek.
Momen wajar malas berpikir tidaklah selalu negatif. Ini dapat terjadi sebagai cara alami untukmu memulihkan diri dari segala bentuk kelelahan. Termasuk mengobati perasaan terabaikan. Justru kalau pikiran terus dipaksa bekerja sampai berlebihan dapat berakibat buruk. Nanti ada saatnya kamu seperti linglung saking kehabisan energi. Jaga pikiranmu, ya.