Perjuangan GARAMIN dari Elmi Ismau untuk Penyandang Difabel NTT

Elmi Sumarni Ismau adalah seorang aktivis difabel yang berasal dari Kupang, NTT. Sedari muda, Nona Elmi—sapaan akrabnya—memang tertarik ikut dalam berbagai organisasi. Kini, di usianya yang sekarang 28 tahun, ia telah melakukan berbagai hal sosial yang patut menjadi suri teladan bagi kita semua.
Dua tahun bersama Gerakan Advokasi Transformasi Disabilitas untuk Inklusi (GARAMIN), sebuah lembaga yang dibentuk bersama lima orang rekannya, ia telah mencetak prestasi dan menginspirasi banyak kalangan. Adapun, satu jam wawancara bersama Nona Elmi sungguh membawa pandangan baru yang selama ini memang tidak terbayangkan bagi penulis.
“Impian kami itu adalah sebagai anak muda, kita ingin belajar untuk menjadi pemimpin dan mindset kami saat itu adalah kami seorang pemimpin masa depan,“ ujar Nona Elmi.
1. Termotivasi dari kondisi yang dialaminya

Kecelakaan yang menimpanya pada 2010 membuat kedua kakinya harus diamputasi. Kesedihan mendalam yang dirasakan tidak mematahkan semangatnya untuk terus bersekolah dan melakukan berbagai aktivitas, seperti menuliskan impian-impian yang ingin dicapainya ke dalam buku diari. Adapun, satu impiannya adalah membentuk organisasi difabel dan bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang S2.
Sosok Nick Vujicic yang tidak memiliki tangan dan kaki menjadi salah seorang inspirasinya. Dengan merasa masih banyak difabel yang lebih parah kondisinya, ia lebih bersyukur dan menerima rencana Tuhan yang telah diberikan padanya. Selain itu, muncul perasaan diri menjadi spesial di mata Tuhan. Dukungan dari keluarga, organisasi, dan masyarakat sekitar pun membuatnya merasa bukan jadi seseorang yang berbeda.
2. Setelah keterpurukannya tersebut, ia bangkit dan membangun GARAMIN

GARAMIN adalah sebuah lembaga sosial masyarakat (LSM) yang inklusif atau membangun lingkungan terbuka kepada siapa saja dengan latar belakang dan kondisi yang berbeda-beda. Saat ini, GARAMIN memiliki 25 anggota yang 15 orangnya penyandang difabel dan 10 orang nondifabel.
Misi GARAMIN adalah menyosialisasikan kepada masyarakat tentang inklusi difabel. Ada pula kampanye terkait dengan advokasi (melakukan perubahan) melalui sosialisasi diskusi dengan mengajak bercerita (sharing), berbagi informasi, dan pengalaman tentang difabel. GARAMIN pun menjadi wadah yang mendorong para difabel secara spiritual bahwa mereka memiliki kekuatan berdaya untuk berkarya.
Hal yang tidak kalah penting adalah mengubah mindset masyarakat yang memandang difabel dengan belas kasihan dan harus diurus oleh dinas sosial. GARAMIN ingin memperlihatkan difabel ini juga berdaya dan bisa melakukan berbagai macam hal sama halnya dengan nondifabel.
3. Hambatan dalam menjalankan kegiatan GARAMIN

Ada tiga hambatan yang selama ini selalu para aktivis alami dalam kegiatan penyampaian visi dan misi.
1. Hambatan dari akses fasilitas lingkungan
Sebagai contoh, ketika wawancara sebagai narasumber dalam sebuah acara di tempat berlantai dua, tetapi tidak ada akses lift. Dengan kondisi seseorang sebagai pengisi acara yang memakai kursi roda tentulah menjadi hambatan.
2. Hambatan informasi
Sebagai contoh, dalam suatu acara webinar, ada difabel yang tuli, tetapi tidak ada juru bahasa isyarat yang ada. Hal tersebut adalah suatu kendala dalam menyalurkan informasi.
3. Hambatan dari sikap masyarakat
Ini sering sekali terjadi pada para difabel karena dipandang aneh dari ujung rambut sampai ujung kaki oleh masyarakat. Para difabel pun disamakan dengan difabel charity yang suka meminta-minta. Hal tersebut tentunya hanya didiamkan saja. Nantinya, mereka juga akan paham dengan sendirinya karena saya sudah menerima keadaan difabel.
4. Dukungan penuh dari pemerintah

Pemerintah selalu dianggap sebagai sahabat oleh GARAMIN. Membangun komunikasi yang baik dengan pemerintah akan membantu GARAMIN dalam merealisasikan ide-ide kami dengan cara berkolaborasi. Banyak sekali hal-hal sosial yang mereka lakukan bersama pemerintah.
- GARAMIN bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Provinsi NTT untuk menyusun buku profil difabel.
- GARAMIN bekerja sama dengan delapan belas organisasi difabel lain di NTT bergandeng tangan dengan pemerintah membantu menyusun draf rancangan peraturan daerah (ranperda) yang mengidentifikasi masalah teman-teman difabel.
- GARAMIN bersama Yayasan Pikul Mendukung Kami membuat policy brief dengan melakukan penelitian terkait dengan perubahan iklim bagi penyandang difabel di delapan desa dan mempresentasikan hasilnya ke pemerintah dan LSM.
- Saat pandemik, bersama jaringan organisasi difabel nasional, GARAMIN melakukan survei penelitian tentang sosialisasi COVID-19 di 22 kota dan kabupaten NTT serta menjadi koordinator vaksin bagi difabel.
- GARAMIN bersama Komnas Perempuan juga bekerja sama mengontrol jalannya anggaran dana desa agar bisa menjangkau lansia dan difabel.
5. Meraih Penghargaan SATU Indonesia Awards 2021

Informasi tentang SATU Indonesia Awards yang diperoleh dari temannya tidak terbayangkan akan membawanya menjadi pemenang. Kala itu, ia semangat menulis tentang kegiatannya hingga lima belas lembar, padahal yang dibutuhkan untuk kompetisi hanya satu lembar saja. Kenangnya pun saat itu, ia hanya coba-coba dan tidak terpikirkan untuk menjadi pemenang.
Penerima Apresiasi Kategori Khusus: Pejuang Tanpa Pamrih di Masa Pandemi COVID-19 kini telah disandang Nona Elmi. Harapannya pada masa depan, GARAMIN ingin merealisasikan desa inklusi yang saat ini masih terus digarap sehingga bisa menjadi contoh bagi 64 desa yang berada di Kupang.