15 Puisi untuk Hari Pahlawan 2024, Menyayat Hati!

Apa sih yang biasa kamu lakukan untuk memperingati Hari Pahlawan yang jatuh pada tanggal 10 November? Untuk kembali menghargai perjuangan mereka, kita bisa mengunggah caption Hari Pahlawan hingga puisi Hari Pahlawan.
Di artikel ini kamu bakal menemukan 15 puisi Hari Pahlawan yang bisa mengingatkanmu mengenai perjuangan mereka. Seperti apa?
1. Penyelamat Ibu Pertiwi (Agung Dwi Prasetyo)

Penyelamat Ibu Pertiwi (Agung Dwi Prasetyo)
Seperti hujan yang turun membasahi bumi
Menjadikan tanah kering menjadi subur
Seperti itulah para pahlawan
Menjadikan negara ini merdeka dari pejajahanTak terukur perjuangan yang kau lakukan
Tak terhitung berapa banyak darah yang tertumpah
Demi tercapainya kemerdekaan
Demi mengusir para penjajah yang serakahUsai sudah kini perjuanganmu
Tinggalah kami di sini yang menikmati
Hasil jerih payah engkau dahulu
Terimakasih para pahlawanku
2. Karawang Bekasi (Chairil Anwar)

Karawang Bekasi (Chairil Anwar)
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan mendegap hati?Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kamiKami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawaKami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakanAtau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan,
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkataKami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetakKenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung SyahrirKami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impianKenang, kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi
3. Maju Tak Gentar (Gus Mus)

Maju Tak Gentar (Gus Mus)
Maju tak gentar
Membela yang mungkar.
Maju tak gentar
Hak orang diserang.Maju tak gentar
Pasti kita menang!
4. Kekuatan Ingin Merdeka (Agung Dwi Prasetyo)

Kekuatan Ingin Merdeka (Agung Dwi Prasetyo)
Jatuh bangkit kembali
Luka kau obati
Kau lawan ketakutan
Keterbatasan tak kau hiraukan
Kau hilangkan penjajahanSegenap jiwa ragamu kau korbankan
Pikiranmu kau curahkan
Hartamu kau berikan
Bahkan nyawamu kau pertaruhkan
5. Sebuah Jaket Berlumur Darah (Taufik Ismail)

Sebuah Jaket Berlumur Darah (Taufik Ismail)
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahunSebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur bajaAkan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikrar setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiangPesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan!
6. Pahlawan Tak Dikenal ( Toto Sudarto Bachtiar)
Pahlawan Tak Dikenal ( Toto Sudarto Bachtiar)
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perangDia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapan
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayangWajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu
Dia masih sangat mudaHari itu 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnyaSepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata: aku sangat muda.
7. Gugur (W.S. Rendra)

Gugur (W.S. Rendra)
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnyaKe dada musuh yang merebut kotanya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannyaBagai harimau tua
susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya
Sesudah pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknyaIa menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainyaBelum lagi selusin tindak
maut pun menghadangnya
Ketika anaknya memegang tangannya,ia berkata:
”Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah
tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi kecintaan.Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.Bumi kita adalah juwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.
Ia adalah bumi waris yang akan datang.”Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa
Orang tua itu kembali berkata:“Lihatlah, hari telah fajar!
Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan buat selama-lamanya!
Nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menancapkan bajak
di bumi tempatku berkuburkemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata:
“Alangkah gemburnya tanah di sini!”Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya
8. Atas Kemerdekaan (Sapardi Djoko Damono)

Atas Kemerdekaan (Sapardi Djoko Damono)
kita berkata : jadilah
dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut
di atasnya : langit dan badai tak henti-henti
di tepinya cakrawalaterjerat juga akhirnya
kita, kemudian adalah sibuk
mengusut rahasia angka-angka
sebelum Hari yang ketujuh tibasebelum kita ciptakan pula Firdaus
dari segenap mimpi kita
sementara seekor ular melilit pohon itu :
inilah kemerdekaan itu, nikmatkanlah
9. Perjuanganmu, penyemangatku (Agung Dwi Prasetyo)

Perjuanganmu, penyemangatku (Agung Dwi Prasetyo)
Selalu teringat dalam benakku
Selalu terbayang dalam pikiranku
Teringat akan jasa jasamu
Yang selalu jadi pandu nuntuk pacu semangatku
Menjadikan bangsa ini tiada ragu untuk terus majuPerjuanganmu telah berlalu
Kini saatnya para penggantimu
Untuk melanjutkan yang telah di capai olehmu
Tapi selalu kuingat kata kata pesanmu untukku
Perjuanganmu lebih berat dari perjuanganku
Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah
Namun perjuangan mu akan lebih sulit
Karena yang kau lawan adalah bangsamu
10. Musium Perjuangan (Kuntowijoyo)

Musium Perjuangan (Kuntowijoyo)
Susunan batu yang bulat bentuknya
berdiri kukuh menjaga senapan tua
peluru menggeletak di atas meja
menanti putusan pengunjungnya.Aku tahu sudah, di dalamnya
tersimpan darah dan air mata kekasih
Aku tahu sudah, di bawahnya
terkubur kenangan dan impianAku tahu sudah, suatu kali
ibu-ibu direnggut cintanya
dan tak pernah kembaliBukalah tutupnya
senapan akan kembali berbunyi
meneriakkan semboyan
Merdeka atau Mati.Ingatlah, sesudah sebuah perang
selalu pertempuran yang baru
melawan dirimu.
11. Pengorbanan Pahlawan (Agung Dwi Prasetyo)

Pengorbanan pahlawan (Agung Dwi Prasetyo)
Engkau mau mengorbankan harta, jiwa raga bahkan nyawa
Demi kebebasan nusantara dari penjajahan
Untuk mengibarkan merah putih
Untuk memerdekakan dari penindasan
Semangat tertanam dalam meraih tujuanTak kenal takut
Tak kenal lelah
Tak kenal menyerah
Bangkit dan terus bertahan
Ditengah serangan lawan
Ditengah keterbatasan
Tiada pilihan kecuali melawan
Hanya ada satu kata yaitu “lawan”Kini usai sudah perjuanganmu pahlawan
Tinggalah kami yang harus mempertahankan kemerdekaan
Demi keutuhan dan kerukunan nusantara
Jaya selalu negara indonesia tercinta
12. Lagu Seorang Geriliya (W.S. Rendra)

Lagu Seorang Geriliya (W.S. Rendra)
Engkau melayang jauh, kekasihku
Engkau mandi cahaya matahariAku di sini memandangmu,
menyandang senapan, berbendera pusakaDi antara pohon-pohon pisang di kampung kita yang berdebu,
Engkau berkudung selendang katun di kepalamuEngkau menjadi suatu keindahan
Sementara dari jauh
Resimen tank penindas terdengar menderu
Malam bermandi cahaya matahari
Kehijauan menyelimuti medan perang yang membaraDi dalam hujan tembakan mortir, kekasihku
Engkau menjadi pelangi yang agung dan syahduPeluruku habis
Dan darah muncrat dari dadaku
Maka di saat seperti itu
Kamu menyanyikan lagu-lagu perjuangan
Bersama kakek-kakekku yang telah gugur
Di dalam berjuang membela rakyat jelata
13. Pemuda Pahlawan (Riky Fernandes)

Pemuda Pahlawan (Riky Fernandes)
Gelagat keharuan tercium bagai bangkai kecoa yang mulai hancur
Waktumu tidak banyak di atas fana
Rapatkan jari-jemarimu agar sampai menuju menara
Bulatkan tekadmu untuk melawan arus kebencian setiap manusia-manusia itu
Kukuhkan dua kakimu sampai ke kepala
Tarik tali pelontar kain merah putihmu
Usah kau sujud di atas tanah itu
Tancapkan saja tiang semangatmu setinggi mungkin
Senyummu kian memanis dengan topi jerami berwarna gelap
Dan saat itulah kau akan tahu betapa sulitnya hidup
Dengan hias keringat tanpa peduli hari telah mencapai senja
14. Mari Kita Lanjutkan Perjuangan (Agung Dwi Prasetyo)
Mari Kita Lanjutkan Perjuangan (Agung Dwi Prasetyo)
Untuk pahlawanku yang gugur di medan perang
Untuk pahlawanku yang kalah di medan pertempuran
Engkau telah berjuang dengan rela berkorbanJiwa, raga, harta, bahkan nyawa kau pertaruhkan
Demi meraih suatu tujuan
Yaitu kemerdekaan
Yang membawa perdamaian
Yang menghilangkan kesengsaraan
Yang membentuk persartuanPahlawanku….
Maafkan aku
Hanya bisa mengenangmu lewat bait puisi ini
Demi kejayaan bangsa ini
Akan kami lanjutkan perjuangan ini
15. Surabaya (Mustofa Bisri)

Surabaya (Mustofa Bisri)
Jangan anggap mereka kalap
jika mereka terjang senjata sekutu lengkap
Jangan dikira mereka nekat
Karena mereka cuma berbekal semangat
Melawan seteru yang hebat
Jangan sepelekan senjata di tangan mereka
Atau lengan yang mirip kerangka
Tengoklah baja di dada mereka
Jangan remehkan sesobek kain di kepala
Tengoklah merah putih yang berkibar
Di hati mereka
Dan dengar pekik mereka
Allahu Akbar!Dengarlah pekik mereka
Allahu Akbar!
Gaungnya menggelegar
Mengoyak langit
Surabaya yang murka
Allahu Akbar
Menggetarkan setiap yang mendengar
Semua pun jadi kecil
Semua pun tinggal seupil
Semua menggigilSurabaya,
O, kota keberania
O, kota kebanggaan
Mana sorak-sorai takbirmu
Yang membakar nyali kezaliman?
Mana pekik merdekamu
Yang menggeletarkan ketidakadilan?
Mana arek-arekmu yang siap
Menjadi tumbal kemerdekaan
Dan harga diri
Menjaga ibu pertiwi
Dan anak-anak negeri
Ataukah kini semuanya ikut terbuai
Lagu-lagu satu nada
Demi menjaga
Keselamatan dan kepuasan
Diri sendiriAllahu Akbar!
Dulu Arek-arek Surabaya
Tak ingin menyetrika Amerika
Melinggis Inggris
Menggada Belanda
Murka pada Gurka
Mereka hanya tak suka
Kezaliman yang angkuh mereja-lela
Mengotori persada.
Mereka harus melawan
Meski nyawa yang menjadi taruhan
Karena mereka memang pahlawanSurabaya
Di manakah kau sembunyikan
Pahlawanku?
Semoga puisi Hari Pahlawan di atas bisa menginspirasimu, ya!