Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sering Dibilang Cuma Kebanyakan Teori? Mungkin 5 Hal Ini Penyebabnya

Ilustrasi wanita sedang menelepon (pexels.com/roberto-hund)
Ilustrasi wanita sedang menelepon (pexels.com/roberto-hund)

Dalam pergaulan sehari-hari, pasti kamu pernah mendengar orang berkata, "Ah, dia sih, cuma kebanyakan teori." Saat yang dibicarakan orang lain, kamu mungkin gak akan terlalu memikirkannya.

Namun bagaimana jika kamu sendiri yang disebut begitu? Kira-kira kamu paham gak, kenapa kamu sampai dibilang kebanyakan teori? Kalau masih kurang mengerti, ayo simak satu per satu kemungkinan penyebabnya di bawah ini.

1. Tahu banyak hal, tetapi gak ada yang dipraktikkan

Ilustrasi wanita di depan butik (pexels.com/jamie-saw-4619044)
Ilustrasi wanita di depan butik (pexels.com/jamie-saw-4619044)

Suka gak suka, pada akhirnya kamu akan dinilai berdasarkan apa-apa yang benar-benar kamu lakukan. Bukan sekadar semua yang kamu katakan.

Makin banyak kamu menunjukkan pengetahuanmu, jika gak dibarengi tindakan yang sesuai, kamu akan makin dikenal cuma kebanyakan teori. Orang bisa sampai kehilangan kepercayaan padamu karena kamu gak pernah mempraktikkan hal-hal yang telah kamu ketahui.

Misalnya, kamu jago banget saat menganalisis penyebab kebangkrutan usaha orang lain dan apa yang seharusnya mereka lakukan. Namun nyatanya, kamu sendiri gak bisa menyelamatkan usahamu atau malah gak pernah bikin usaha apa pun.

2. Selalu cuma menyuruh-nyuruh, gak bisa melakukan sesuatu sendiri

Ilustrasi berdiskusi dengan rekan kerja (pexels.com/keira-burton)
Ilustrasi berdiskusi dengan rekan kerja (pexels.com/keira-burton)

Kamu seperti selalu tahu dengan pasti semua yang perlu dilakukan orang-orang di sekitarmu. Baik untuk kepentingan mereka sendiri maupun untukmu. 

Kamu lancar memberikan perintah dari A sampai Z berikut serenteng alasan urgensinya. Namun yang bikin mereka heran, kenapa gak sekali pun kamu mencoba melakukan sendiri beberapa saja dari perintah-perintah itu?

3. Kebanyakan prosedur gak penting yang bikin semua urusan makin ribet

Ilustrasi pria di tempat kerja (pexels.com/tiger-lily)
Ilustrasi pria di tempat kerja (pexels.com/tiger-lily)

Kamu sangat menghargai proses. Sesuatu yang terdengar bagus, ya? Sayangnya, kamu mengaburkan makna menghargai proses dengan membuat setiap urusan menjadi berbelit-belit.

Kamu terlalu mencintai tahapan, sehingga sering menambahnya padahal gak benar-benar diperlukan. Kamu bahkan mencegah diri sendiri maupun orang lain dari kesempatan membuat terobosan atau melakukan lompatan.

4. Cara berpikirmu cuma benar atau salah, gak mempertimbangkan situasi dan kebutuhan

Ilustrasi wanita duduk di lantai (pexels.com/polina-tankilevitch)
Ilustrasi wanita duduk di lantai (pexels.com/polina-tankilevitch)

Benar dan salah memang hanya mudah ditemukan dalam teori-teori. Dalam praktik apalagi kehidupan yang begitu kompleks ini, seharusnya kamu mampu melihat situasi ketika sesuatu terjadi atau kebutuhan pada saat itu.

Kegagalanmu melihat dan mempertimbangkan keduanya membuat sikapmu dinilai amat kaku. Sulit buat sebagian besar orang untuk mengikuti kemauanmu yang gak bisa menyesuaikan dengan keadaan.

5. Ide-idemu gak bisa diterapkan di lapangan

Ilustrasi berdiskusi dengan rekan kerja (pexels.com/fauxels)
Ilustrasi berdiskusi dengan rekan kerja (pexels.com/fauxels)

Secara teori, ide-idemu mungkin sangat benar. Namun terlalu sulit ketika hendak diaplikasikan di lapangan. Seperti dalam poin sebelumnya, kamu gak bisa menyelaraskan gagasan awalmu dengan situasi di lapangan.

Namun kamu justru seperti memaksa semua kondisi di lapangan agar bisa mengikuti gagasanmu. Suatu harapan yang jelas mustahil bukan? Orang yang bekerja satu tim denganmu benar-benar sering kamu buat pusing.

Jika ide-idemu gak digunakan, kamu merasa dianggap gak penting. Namun mau diapa-apakan, idemu gak bisa dijalankan. Kalaupun dipaksakan, hasilnya bakal gak memuaskan.

Bila telah sering sekali dicap kebanyakan teori, ada baiknya kamu belajar bersikap lebih praktis. Lihatlah bagaimana sesuatu berjalan di lapangan dan bersikaplah lebih fleksibel.

Dengan perubahan ini, semoga kamu akan merasakan banyak dampak baiknya. Seperti berbagai kerja sama yang berjalan lebih lancar karena cara berpikirmu gak lagi terasa di awang-awang bagi orang lain.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Marliana Kuswanti
EditorMarliana Kuswanti
Follow Us