Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Sikap yang Bikin Gak Mudah Egois saat Diskusi

ilustrasi diskusi bersama
ilustrasi diskusi bersama (pexels.com/Monstera)
Intinya sih...
  • Mendengarkan dengan tulus membantu memahami lawan bicara dan menciptakan suasana diskusi yang sehat.
  • Mengakui ketidaktahuan menurunkan ketegangan dalam diskusi dan membuka ruang untuk belajar bersama.
  • Memisahkan kritik dari identitas diri membuat proses diskusi lebih produktif dan memudahkan menemukan solusi bersama.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Dalam setiap diskusi, sering kali kita terjebak pada keinginan untuk membuktikan bahwa diri kita benar. Rasanya seperti ada dorongan untuk mempertahankan pendapat dengan segala cara, meski sebenarnya tidak selalu perlu. Di sinilah ego mengambil alih, membuat kita lupa tujuan dari diskusi.

Padahal, diskusi seharusnya menjadi ruang untuk saling bertukar pikiran, bukan adu siapa paling unggul. Saat kita bisa mengendalikan ego, maka suasana diskusi terasa lebih sehat. Berikut beberapa sikap yang bikin gak mudah egois saat diskusi.

1. Mendengarkan dengan tulus

ilustrasi mendengarkan arahan rekan kerja
ilustrasi mendengarkan arahan rekan kerja (pexels.com/cottonbro studio)

Kita sering kali ingin langsung menyela atau membantah saat lawan bicara belum selesai menjelaskan. Padahal, mendengarkan dengan tulus membantu kita benar-benar memahami apa yang ia maksud. Dengan begitu, kita bisa memberi tanggapan yang lebih tepat.

Bersikaplah untuk mendengarkan bukan sekadar diam, tetapi juga membuka diri untuk menerima perspektif baru. Saat kita hadir penuh, lawan bicara akan merasa dihargai. Dari hal itu, diskusi bisa berjalan lebih sehat dan jauh dari sikap defensif.

2. Mengakui ketidaktahuan

ilustrasi mendengarkan karena merasa tidak tahu
ilustrasi mendengarkan karena merasa tidak tahu (pexels.com/Gustavo Fring)

Ada kalanya kita memang tidak tahu jawaban atau kurang paham suatu hal saat proses diskusi. Mengakui ketidaktahuan bukan tanda kelemahan, melainkan sikap rendah hati. Hal demikian justru membuka ruang bagi kita untuk belajar.

Dengan mengakui bahwa kita tidak selalu benar, kita menurunkan ketegangan dalam diskusi. Lawan bicara pun merasa lebih nyaman untuk berbagi pengetahuan. Dari proses itu, kita bisa tumbuh bersama tanpa harus berlomba siapa yang paling pintar.

3. Memisahkan kritik dari identitas diri

ilustrasi mendengarkan kritikan dari rekan kerja
ilustrasi mendengarkan kritikan dari rekan kerja (pexels.com/fauxels)

Sering kali, kritik dalam diskusi terasa menyakitkan karena kita menganggapnya serangan personal. Padahal, kritik biasanya ditujukan pada ide atau argumen, bukan pada diri kita sebagai individu. Memisahkan keduanya membuat kita lebih rasional saat menerima masukan.

Saat kita mampu melihat kritik sebagai peluang untuk memperbaiki ide, maka proses diskusi jadi lebih produktif. Ego pun tidak lagi menjadi penghalang. Justru kita akan lebih mudah menemukan solusi bersama.

4. Menjaga nada bicara

ilustrasi menyampaikan simpulan dari argumen
ilustrasi menyampaikan simpulan dari argumen (pexels.com/Kampus Production)

Nada bicara yang terlalu tinggi atau kasar sering memicu proses diskusi menjadi lebih emosional. Sebaliknya, berbicara dengan tenang menunjukkan bahwa kita mengutamakan isi daripada emosi. Hal itu membuat suasana diskusi menjadi lebih nyaman.

Ketika kita mampu menjaga intonasi, pesan yang kita sampaikan juga lebih mudah diterima. Lawan bicara tidak merasa diserang, sehingga tidak terdorong untuk membalas dengan ego. Hasilnya, fokus diskusi tetap terjaga pada tujuan yang sebenarnya.

5. Fokus pada tujuan bersama

ilustrasi diskusi untuk tujuan bersama
ilustrasi diskusi untuk tujuan bersama (pexels.com/Thirdman)

Diskusi akan lebih efektif apabila kita ingat bahwa tujuannya mencari pemahaman, bukan membuktikan siapa paling benar. Saat kita menempatkan kepentingan bersama di atas ego pribadi, hasilnya jadi lebih membangun. Semua pihak pun merasa terlibat dalam mencapai solusi.

Dengan cara tersebut, kita tidak lagi terjebak pada perdebatan yang melelahkan. Sebaliknya, kita justru merasakan energi positif karena bersama-sama bergerak menuju hasil. Artinya kita tidak memberi ruang pada ego untuk menguasai arah diskusi.

Sikap yang bikin gak mudah egois saat diskusi memang tak gampang dilakukan, tetapi sikap ini lebih bijaksana untuk dilakukan. Saat kita berusaha mendengarkan, rendah hati, dan menjaga fokus, maka diskusi bisa jadi ruang untuk tumbuh. Pada akhirnya, yang kita dapat bukan hanya kemenangan argumen, tetapi juga pemahaman yang lebih dalam dan relasi yang lebih kuat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us