Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Sebab Kamu Suka Membayangkan Jadi Orang Lain, Normal atau Tidak?

ilustrasi seorang perempuan (pexels.com/Matheus Bertelli)
ilustrasi seorang perempuan (pexels.com/Matheus Bertelli)
Intinya sih...
  • Bayangan menjadi orang lain bisa jadi pelarian saat tidak puas dengan kehidupan pribadi.
  • Terlalu sering membayangkan menjadi orang lain dapat menurunkan kepuasan hidup.
  • Berbayang menjadi orang lain bisa menginspirasi untuk belajar sifat positif dan karakter orang tersebut.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Seberapa sering kamu membayangkan menjadi orang lain? Apakah setiap hari selalu ada momen dirimu otomatis membayangkan menjadi orang yang berbeda? Siapa saja yang biasa dibayangkan olehmu? Apakah kamu cuma fokus berkhayal menjadi satu orang atau berganti-ganti?

Contoh dirimu membayangkan menjadi orang yang berlainan, hari ini dirimu seakan-akan adalah salah satu artis. Namun, besok kamu membayangkan diri yang entah dan melintas begitu saja di pikiranmu. Mungkin dirimu hanya menandai sosok itu dari pekerjaannya, seperti dokter atau pilot sementara wajahnya tetap kamu.

Ada berbagai bentuk khayalan ketika kamu membayangkan menjadi orang lain. Selama dirimu masih sadar bahwa itu cuma angan-angan dan tidak mengalami kendala dalam beraktivitas sehari-hari, kebiasaan ini tak berbahaya. Akan tetapi, tentu lebih baik kamu gak terlalu sering berandai-andai menjadi siapa pun. Kebiasaan suka membayangkan jadi orang lain mungkin dipicu oleh enam penyebab berikut.

1. Kurang puas dengan kehidupan sendiri

ilustrasi seorang pria (pexels.com/Becerra Govea Photo)
ilustrasi seorang pria (pexels.com/Becerra Govea Photo)

Jika kamu tidak cukup puas dengan kehidupan pribadi, ada kemungkinan menjadi suka melarikan diri. Namun, tentu saja kamu gak bisa benar-benar meninggalkan kehidupanmu atau memindahkan jiwamu ke tubuh orang lain. Cara sederhana buat merasa sedikit lebih baik ialah dengan dirimu membayangkan menjadi orang lain.

Misalnya, kamu gak puas terhadap diri karena lambatnya perkembangan hidupmu. Sejak dirimu bekerja bertahun-tahun lalu tak ada kemajuan yang berarti dalam kariermu. Kamu merasa tidak bisa berbuat banyak untuk saat ini. Ketika dirimu menengok pada kehidupan orang lain yang terlihat lebih berkembang, kamu berandai-andai menjadi dia.

Meski berimajinasi tidak dilarang, masalahmu tak juga terselesaikan. Walau kamu membayangkan menjadi banyak orang yang berbeda setiap hari, kepuasan hidup bukannya meningkat malah bisa makin menurun. Yuk, kembali ke realitas kehidupanmu saja biar dirimu mampu melihat apa yang salah dan dapat diperbaiki.

2. Tak tahu sisi tidak enak dari kehidupan orang lain

ilustrasi melamun (pexels.com/Katii Bishop)
ilustrasi melamun (pexels.com/Katii Bishop)

Buat kamu yang selalu hanya membayangkan nikmatnya menjadi orang lain, pasti pandanganmu padanya gak menyeluruh. Dirimu cuma tahu sedikit mengenai diri serta kehidupannya tepat di bagian yang menyenangkan. Itu menjadi daya tarik yang besar untukmu.

Seandainya kamu mengetahui sisi lain dari diri serta kehidupannya yang betul-betul berbeda, belum tentu masih mau berkhayal menjadi dia. Pertanyaannya, perlukah kamu mencari titik lemah dalam diri dan kehidupannya? Jawabannya ya, tetapi jangan sembarangan terkait caranya.

Kamu perlu mengetahui cela dalam diri dan kehidupannya bukan agar merasa lebih baik daripada ia. Juga bukan supaya dirimu bisa mengejeknya di depan siapa pun. Akan tetapi, supaya kamu lebih mampu mengapresiasi diri. Jangan sampai dirimu terbiasa mengira kehidupan mereka sempurna dan tak seperti kehidupanmu.

3. Seseorang begitu menginspirasimu

ilustrasi seorang pria (pexels.com/Maksim Goncharenok)
ilustrasi seorang pria (pexels.com/Maksim Goncharenok)

Saat kamu terinspirasi oleh seseorang tak selalu diikuti dengan keinginan kuat buat menjadi seperti dirinya. Kerap kali dirimu cuma menarik pelajaran tentang karakternya. Seperti ketangguhannya dalam berjuang serta kuatnya keyakinan terhadap diri. Kamu tetap ingin menjadi diri sendiri, tapi dalam versi yang lebih baik.

Sehingga dirimu bakal berusaha mempelajari sifat-sifat positif orang tersebut. Akan tetapi, dapat pula inspirasi dari seseorang benar-benar membuatmu kagum. Mungkin karena pencapaiannya yang luar biasa. Sekarang dia begitu sukses dan kaya. Ini bisa membuatmu terlalu silau.

Kamu malah gak sempat lagi mencermati karakter positif apa saja yang membantunya mencapai kesuksesan. Dirimu tidak bisa lagi berpikir jernih dan seketika hanya ingin menjadi seperti dirinya. Khayalan yang melompati proses seperti ini perlu dihindari. Sebab kamu tak tahu langkah yang mesti diambil biar mampu mengikuti jejaknya. Artinya, apa yang diinginkan tetap sulit sekali terwujud.

4. Punya empati tinggi atau sedang berusaha melatihnya

ilustrasi melamun (pexels.com/Julio Lopez)
ilustrasi melamun (pexels.com/Julio Lopez)

Memiliki empati yang tinggi artinya kamu mudah merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Empatimu makin tampak ketika berhadapan dengan kisah-kisah menyedihkan yang dialami siapa pun. Pikiranmu yang sering secara otomatis membayangkan berada di situasi orang lain bukan berarti kamu ingin menjadi dirinya.

Dirimu cuma ikut merasakan kesedihannya sehingga persoalan yang menimpanya seolah-olah juga terjadi padamu. Punya empati tentu bagus. Jangan malah manusia hidup tanpa empati pada sesamanya karena akan membuatmu mampu bersikap begitu kejam. 

Namun, kamu juga perlu mengendalikannya. Biar dirimu gak terlampau down  ketika seharusnya kamu memberikan bantuan untuk orang yang sedang kesusahan. Kalau kamu baru dalam tahap melatih empati, strategi membayangkan menjadi orang lain sangat efektif. Jangan hanya sibuk memikirkan diri sendiri.

5. Sebatas hiburan dari realitas dan rutinitasmu setiap hari

ilustrasi melamun (pexels.com/Breno Cardoso)
ilustrasi melamun (pexels.com/Breno Cardoso)

Gak salah kok, bila sesekali kamu jenuh dengan kehidupan sendiri. Rutinitasmu cenderung sama selama bertahun-tahun. Sebagai contoh, dirimu bekerja sebagai penulis artikel. Setiap hari kamu duduk di depan laptop, membaca, dan menulis. Meski secara umum itu passion-mu, sesekali dirimu tetap butuh hiburan.

Maka membayangkan menjadi orang lain yang begitu berbeda bisa terasa menyenangkan. Misalnya, dirimu berkhayal menjadi penyanyi yang melakukan konser di mana-mana. Tidak ada artikel untuk dikerjakan maupun dibaca. Kamu bernyanyi dari satu panggung ke panggung lain.

Tak heran apabila suaramu bernyanyi di kamar mandi cukup keras. Meski begitu keluar dari sana kamu bersikap seolah-olah tidak melakukan apa pun. Dirimu asyik bernyanyi di kamar mandi karena sedang membayangkan menjadi penyanyi bersuara emas. Mandi selesai, kamu pun kembali ke realitas serta rutinitasmu sebagai penulis.

6. Daya imajinasimu tinggi

ilustrasi melihat pesawat (pexels.com/de Nomad World)
ilustrasi melihat pesawat (pexels.com/de Nomad World)

Untukmu bisa berempati terhadap orang lain, kamu butuh kemampuan berimajinasi. Tanpa imajinasi, dirimu sulit membayangkan berada di posisi orang lain. Namun, imajinasi lebih luas daripada empati. Ketika daya imajinasimu tinggi, kamu gak hanya mampu berempati pada orang lain.

Dirimu seperti selalu membayangkan apa saja. Kamu pernah membayangkan hidup di kaki gunung yang sejuk dan damai, ikut perang di negara konflik, sampai menjadi politikus jujur yang diserang banyak lawan. Pikiranmu seperti pabrik cerita. Dalam ruang imajinasi, kamu bisa menjadi siapa saja.

Meski kekuatan imajinasi tidak merusak, sayang jika gak disalurkan dengan tepat. Daripada kamu cuma berandai-andai menjadi ini itu, lebih baik dirimu sekalian bikin novel misalnya. Dengan tiga contoh angan-angan di atas saja, kamu sudah dapat menghasilkan tiga karya. Yaitu, bikin konten kehidupan ala warga pedesaan di kaki gunung, novel dengan tokoh utama prajurit, serta komik atau skenario film mengenai politikus jujur.

Punya kebiasaan suka membayangkan jadi orang lain perlu diwaspadai dan dikonsultasikan pada ahli kejiwaan dalam beberapa situasi. Misalnya, kamu makin sulit menyadari dirimu yang sesungguhnya, merasa begitu tidak bahagia ketika kesadaran itu kembali, sulit beraktivitas normal, atau dicap aneh oleh orang-orang. Jika kebiasaanmu tak sampai berakibat seperti itu, cukup dikendalikan supaya tidak berlebihan dan membahayakan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us