5 Tanda Tersembunyi Kamu Sedang Menyabotase Diri Sendiri

- Rasa takut gagal membuat kamu nyaman dengan versi diri yang tidak sempurna.
- Kamu menolak melihat kehidupan orang lain dan terlalu terobsesi pada progress kecil tanpa memerhatikan relevansinya dengan tujuan akhir.
- Kamu menunggu semesta bekerja dengan sendirinya dan memaksa diri bersyukur dengan kondisi yang ada.
Ada seribu satu hal yang ingin kamu lakukan. Banyak rencana dari A sampai Z yang sudah kamu susun untuk direalisasikan. Tapi, gak ada satu pun dari rencana itu yang benar-benar behasil kamu selesaikan. Seperti ada hambatan tak kasat mata yang bikin usahamu berhenti di tengah jalan. Bukan karena gak mampu, karena deep down kamu tau bahwa kamu sangat bisa melakukannya. Bukan juga karena kurang kesempatan, karena kenyataannya kamu punya banyak pilihan dan udah pernah mencoba memulai. Tanpa sadar, sebenarnya kamu sendiri lah orang yang suka menginjak rem saat semuanya mulai berjalan sesuai rencana.
Self-sabotage gak selalu kelihatan dengan jelas. Kadang bentuknya cuma perilaku suka nunda, suka merasa belum siap, atau suka membuat-buat masalah kecil biar ada alasan untuk berhenti. Lebih mudah untuk menyalahkan orang lain, keadaan, atau timing sebagai penyebab kegagalanmu. Padahal, sebenarnya, kamu mungkin gak pernah gagal. Karena kamu gak pernah menyelesaikan sesuatu sampai benar-benar tuntas. Kegagalan yang kamu alami mungkin hanya lah ilusi kegagalan yang kamu ciptakan sendiri. Kalau kamu merasa sering stuck tanpa alasan yang jelas, coba cek apakah kamu mengalami salah satu dari lima tanda di bawah ini.
1. Nyaman jadi versi gak sempurna

Rasanya justru mengerikan ketika semuanya berjalan dengan baik-baik saja. Kalau semuanya sudah sempurna, gak ada lagi alasan untuk gak berhasil. Punya kekurangan bisa jadi satu-satunya cara kamu menormalisasi kegagalan yang mungkin terjadi. Setidaknya, kamu tahu apa yang harus disalahkan. Semisal kamu ingin mendaftar pekerjaan di posisi yang sepenuhnya melenceng dari pengalamanmu sebelumnya. Lebih baik gak riset atau sengaja mengerjakan penugasan seadanya biar gak kecewa kalau ternyata ditolak. Secara gak langsung, kamu sengaja menyabotase kesempatanmu sendiri dengan menggunakan ‘kurang pengalaman’ sebagai alasan. Ketika sebenarnya kamu memang gak memaksimalkan usahamu. Kamu memilih untuk memperkuat kemungkinan gagal dibandingkan harus bertanya-tanya “kenapa gagal?” saat sudah berusaha maksimal.
2. Memaksa diri bersyukur dengan kondisi yang ada

Menginginkan sesuatu yang lebih bukan berarti gak bisa bersyukur dengan apa yang kamu punya saat ini. Kesempatan datang padamu karena Tuhan tau kamu berhak mendapatkannya. Sebenarnya bukannya kamu gak menginginkan kesempatan itu. Bisa jadi kamu merasa itu terlalu susah dan jauh untuk dijangkau. Menerima untuk bertahan di kondisi sekarang adalah pilihan yang lebih nyaman. Skema bersyukur dengan apa yang kamu punya adalah cara otakmu menutupi rasa bersalah karena gak berani mengejar apa yang sebenarnya kamu inginkan. Mimpi memang seharusnya terasa menakutkan. Kalau gak bikin kamu deg-degan, artinya mimpimu kurang besar. Bersyukur dengan keadaan itu penting. Tapi, bersyukur karena dikasih kesempatan untuk mengejar apa yang kamu impikan juga gak kalah krusial.
3. Menunggu semesta bekerja dengan sendirinya

Ibarat ikut perlombaan, sibuk mempersiapkan diri tanpa daftar registrasi gak akan bikin kamu menang. Gimana caranya panitia bisa masukin kamu sebagai peserta kalau kamu gak pernah daftarin diri? Hidup juga begitu. Kamu menginginkan ini dan itu. Mempersiapkan diri dan membuat perencanaan untuk begini dan begitu. Tapi gak pernah benar-benar melakukan langkah pertama untuk mewujudkan hal yang kamu inginkan itu. Selalu ada waktu yang kurang pas. Selalu ada usaha yang masih bisa diperbaiki. Selalu ada orang lain yang sudah mendahului. Gak akan ada habisnya kalau kamu terus menunggu semesta bekerja dengan sendirinya. Kesuksesan gak bisa diperoleh secara instan. Kegagalan kecil bukan berarti tanda dari semesta untuk nyuruh kamu berhenti. Kamu gak bisa hanya mengandalkan keberuntungan. Mengeluarkan usaha seminim mungkin dan berharap tiba-tiba dapat hasil maksimal.
4. Menolak melihat kehidupan orang lain

Kamu merasa gak suka membandingkan diri dengan orang lain. Yakin kalau setiap orang akan punya waktunya sendiri-sendiri. Padahal, mencari perbandingan bukan lah hal buruk selama gak dilakukan secara berlebihan. Kehidupan orang lain bisa berdampak dua hal buat kehidupan kamu: bikin iri atau jadi sumber inspirasi. Tergantung pilihan kamu untuk fokus ke yang mana. Terlalu lama melihat rumput tetangga memang gak baik karena kamu jadi lupa untuk menyiram rumputmu sendiri. Gak pernah melihat rumput tetangga juga gak baik karena kamu gak bisa evaluasi rumputmu sendiri. Waktu kamu menutup mata dari realita di sekitar, kamu kehilangan tolok ukur untuk bertumbuh. Kamu jadi jalan di tempat, tapi gak sadar karena gak ada pembandingnya. Kamu gak tahu apa yang perlu ditingkatkan, atau hal apa yang sudah terlalu lama kamu tunda. Cara kamu menolak menyadari bahwa sebenarnya kamu lagi gak baik-baik aja.
5. Terobsesi pada progress

Sekalinya memulai, kamu terlalu menghargai semua progress kecil tanpa memerhatikan relevansinya dengan tujuan akhir. Kamu cuma suka merasa produktif karena banyak hal yang kamu kerjakan. Semisal kamu ingin belajar bahasa baru untuk belajar di luar negeri. Kamu menonton berbagai acara televisi, mendengarkan banyak musik, membaca banyak buku, dan diam-diam sudah merasa sangat jago. Tapi gak berani untuk daftar beasiswa ke luar negerinya. Step kecil seperti nonton film atau baca artikel terasa menyenangkan dan aman. Sementara langkah besar seperti kirim aplikasi justru mengandung risiko gagal. Menurutmu, semua progress itu sudah cukup untuk membuatmu merasa bergerak. Ketika sebenarnya kamu kamu gak pernah mendekat ke tujuan utama. Kamu bukan gak mampu, kamu cuma terlalu nyaman berada di tengah proses, dan takut hasil akhirnya gak sesuai ekspektasi.
Rasa takut ada untuk dilawan, bukan ditahan. Seberapa lama pun kamu menunggu rasa takutmu untuk hilang, moment itu gak akan datang. Coba selesaikan sesuatu sampai benar-benar tuntas. Sesuatu yang benar-benar penting dan sejalan dengan tujuanmu. Karena sebagai manusia, kamu cuma harus do your best and let God do the rest.