Bangun Keytabee, Trisna Utami Edukasi Anak Lewat Fashion

- Fashion lokal Keytabee mengedukasi anak-anak tentang flora dan fauna Indonesia
- Trisna Utami, pendiri Keytabee, berjuang melewati kegagalan sebelum sukses membangun brand fashion anak
- Keytabee menggunakan teknologi AI dan AR untuk menciptakan pakaian yang sustainable dan edukatif
Surabaya, IDN Times - Bukan hanya teknologi, fashion anak kini juga mengalami perkembangan yang cukup pesat. Oleh karenanya, Trisna Utami mulai membangun brand fashion anak bernama Keytabee. Ia memiliki misi luar biasa untuk bisa memberikan dampak positif bagi anak sekaligus lingkungan.
Lewat Keytabee, Trisna mengajak anak-anak untuk belajar tentang flora dan fauna di Indonesia. Keytabee juga menjadi pionir dalam menawarkan pengalaman baru menggabungkan fashion dengan teknologi AI. Seperti apa cerita Trisna Utami Lestari di balik Keytabee? Simak kisahnya di bawah ini!
1. Passion mendorongnya mengeksplorasi banyak bidang, dari peternak ayam hingga kini berbisnis baju anak

Tumbuh sebagai pribadi yang berani ambil risiko, Trisna menghabiskan masa mudanya untuk mencari tahu apa bisnis yang cocok untuknya. Siapa sangka, setelah lulus kuliah dirinya justru memilih menjadi peternak ayam?
“Bener-bener nekat tuh awal mulai usaha peternakan ayam langsung 4000 ekor di Cianjur. Waktu itu nyari-nyari segala macam kandang yang bisa disewain. Akhirnya nemu dan pertama kali langsung 4000 ekor padahal belum tahu harus gimana ngurus ayam,” ceritanya saat dihubungi IDN Times secara daring pada Jumat (27/12/2024).
Gagal menjadi peternak ayam, Trisna terus mencoba peruntungannya di bidang lain dengan berbisnis bunga. Masih juga gagal, ia memilih bekerja di bidang konservasi alam dan sekuritas. Namun, akhirnya ia memilih resign dari pekerjaan kantoran setelah menikah dan hamil.
Dari situlah, Trisna merasa harus melakukan suatu hal baru dan gak bisa berdiam diri saja. Ia ingin tetap bekerja sekaligus mengurus anak. Ketika anaknya menginjak usia dua tahun, Trisna kembali semangat mencoba hal baru.
Ia kemudian inisiatif membuat bantal dari kain percaya. Ketika pandemik datang, momen tersebut dimanfaatkannya untuk membuat masker kain yang dimodifikasi dengan desainnya sendiri. Bahkan, ia sempat membuka lapangan pekerjaan buat orang lain dari usaha masker tersebut.
“Alhamdulilah itu terjual hampir ribuan tiap bulannya. Yang saat pandemik itu orang lain mungkin gak ada pekerjaan, kalau saya malah mau buka lowongan pekerjaan waktu itu,” katanya.
2. Trisna punya kerinduan mengedukasi anak-anak generasi muda bahwa Indonesia sangatlah kaya akan keberagaman

Salah satu misi terbesarnya adalah mengedukasi anak-anak generasi sekarang bahwa ada banyak hal menarik di Indonesia. Selain pendidikan di sekolah, Trisna merasa ada tanggung jawab untuk memberikan ‘pendidikan’ selain akademik.
Untuk itulah di tahun 2021, Trisna mulai mendaftarkan hak merek dari Keytabee. Namun, ia menyadari ternyata memulai usaha di bidang fashion anak tidaklah mudah. Itulah yang terus memacu Trisna untuk tetap mengedukasi anak-anak melalui Keytabee.
Keytabee merupakan brand fashion anak dengan desain yang sustainable dan mengadopsi gaya pakaian masyarakat Jepang. Keytabee memiliki arti yang menarik.
“Key itu kunci. Kalau Tabee lebih ke bahasa Bugis yang artinya kebiasaan baik. Jadi, Keytabee ini filosofinya pengen menjadi jembatan buat anak-anak agar memiliki kebiasaan baik,” ucap Trisna.
Bukan sekadar filosofi saja, Trisna benar-benar menerapkan hal tersebut dalam produksi pakaian Keytabee. Salah satunya dengan membuat baju bertema Arigato yang menggunakan tulisan braille.
Trisna mengatakan, “Kita pengen kasih tahu ke anak-anak kalau di luar sana, banyak teman-teman kita yang gak bisa membaca pakai mata. Mereka harus pakai huruf braille”.
3. Ia ingin anak-anak belajar bahwa hewan endemik di Indonesia banyak sekali dan perlu dilindungi

Lewat koleksi Endemic Animal Series, Trisna mengatakan bahwa ini salah satu upaya edukasi tentang konservasi keragaman hayati. Untuk koleksi ini, Trisna membuat Yukata atau outer dengan beragam motif hewan khas Indonesia, seperti Kekah Natuna, Tarsius, dan Komodo.
Katanya, “Kalau anak-anak sekarang tahu (tentang satwa Indonesia). Mereka akan menjadi generasi penerus buat kita untuk melindungi satwa-satwa itu”.
Ke depannya, Trisna mengaku akan menambahkan karakter baru seperti orang utan dan cenderawasih. Kelima hewan itu nantinya akan menjadi karakter atau ikon dari Keytabee. Selain hewan, ada satu motif lain yang menonjolkan kebudayaan Cianjur, asal Trisna.
“Di Indonesia itu sangat kaya banget. Floranya aja yang endemik ada 4000 flora. Kalau fauna ada sekitar 1500 fauna. Benar-benar banyak yang bisa di-eksplor,” sambungnya.
Trisna ingin agar Keytabee tidak hanya dilihat sebagai brand fashion saja. Trisna berharap Keytabee bisa menjadi media pendidikan untuk anak-anak tentang flora dan fauna di Indonesia.
Untuk itu, ia dan suami berinisiatif menambahkan teknologi AR dalam koleksi pakaian Keytabee. Dengan tujuan agar anak-anak tidak hanya memakai baju saja tapi juga bisa menemukan hal lain seperti gambar-gambar satwa.
4. Kreatif, Trisna memperkenalkan teknologi AI dalam fashion anak

Sebagai bentuk komitmennya terhadap pendidikan anak-anak, Trisna memperkenalkan teknologi Augmented Reality (AR) dalam koleksi Endemic Animal Series. Perempuan asal Cianjur ini mengaku terinspirasi dari buku dan snack anak.
“Jadi saya itu salah satu orang tua yang senang beli buku buat anak. Nah, ada salah satu buku dari luar, dia pakai teknologi AR tapi kita harus download dulu aplikasinya mereka. Baju (Keytabee) juga bisa di-scan dan keluar video. Itu yang membuat anak-anak senang. Ternyata ada hal yang menyenangkan anak-anak, bukan hanya bukunya saja,” tuturnya.
Selain itu, Trisna mengaku terinspirasi dari salah satu snack Kinder Joy. Ketika mereka memakan itu, di dalamnya ada mainan.
Trisna melanjutkan, “Nah, akhirnya gimana caranya baju Keytabee ini bisa seperti itu. Jadi anak-anak bisa lebih dari sekadar pakai bahkan nanti ada konten-knten khusus tentang flora dan fauna Indonesia”.
Berkat inovasi ini pula, Trisna berhasil membawa pulang beragam penghargaan. Ia juga kerap membawa prestasi seperti Juara 1 Lomba Inovasi Daerah Kabupaten Cianjur tahun 2024, Juara 1 dalam Kelas Bisnis Creative Fashionpreneur, dan lain-lain.
5. Fashion anak juga perlu memerhatikan aspek sustainability

Sebagai pelaku UMKM, Trisna tentu memikirkan bagaimana siklus keberlanjutan dari hasil produksi Keytabee. Lulus sebagai Sarjana Kehutanan dari Institut Pertanian Bogor, membuat ibu satu anak ini merasa cukup aware dengan isu sustainability.
“Kita sudah menerapkan sustainability sebelum kita tahu ternyata di dunia ini harus ada sustainability. Waktu itu, pertama kali kita membuat produk-produk dari kain perca untuk jadi bantal. Kalau orang lain buang (sisa kain), kita tetap pakai,” ujarnya.
Ia sadar betul bahwa kita tidak bisa 100 persen menganut sistem zero waste. Untuk itu, Trisna berusaha memaksimalkan fungsionalitas suatu pakaian melalui beragam cara.
“Yang kedua, label baju kita bukan label biasa. Ini label benih. Jadi, label ini bisa ditanam. Kalau yang saat ini, kita pakainya bunga matahari. Kalau pun si benih atau label ini dibuang dan kena tanah, tetap akan keluar tanaman bunga matahari,” jelasnya.
Hadirnya Keytabee juga mewakili Sustainable Development Goals (SDG's) nomor empat tentang quality education. Lewat konten-konten yang nantinya akan dibuat, Trisna berharap bisa menambah wawasan generasi sekarang.
“Meskipun tidak formal tapi kita memberikan pendidikan atau edukasi agar anak-anak mencintai lingkungannya. Itu PR terberat sih buat kita sendiri, bikin konten bukan hal yang mudah,” katanya.
Di samping itu, ia juga bekerja sama dengan teman-teman disabilitas dari suatu yayasan di Cianjur. Trisna menjelaskan, bahwa ia bekerja sama dengan mereka untuk mengolah kembali bahan-bahan sisa.
“Kami berharap bisa membantu mengurangi sampah meskipun tidak 100 persen zero waste. Kita juga pengennya seperti itu (100 persen zero waste), tapi gak mungkin. Jadi setidaknya kita melakukan hal kecil yang bisa dilakukan,” kata dia.
6. Trisna berpesan untuk lebih memerhatikan pemilihan kain untuk baju anak

Keytabee menggunakan bahan-bahan yang organik sehingga aman apabila terkena kulit. Beberapa di antaranya menggunakan katun bambu hingga serat nanas. Namun untuk koleksi berteknologi AR, tidak 100 persen organik karena menggunakan katun mamoru. Katun mamoru merupakan kain yang terbuat dari serat kapas murni sehingga menghasilkan tekstur yang lembut.
Trisna menyarankan untuk mememilih pakaian anak yang terbuat dari bahan yang benar-benar menyerap keringat. Cari bahan yang anti alergi sehingga aman untuk anak berkulit sensitif.
“Jangan hanya memilih pakaian yang murah saja. Udah dipastikan bahannya gak akan aman dan nyaman buat anak-anak. Kalau kita sendiri udah pasti menggunakan produk ramah lingkungan dari katun bambu, katun linen, serat nanas. Itu pasti akan nyaman ke anak-anak,” paparnya.
Selain itu, Trisna juga menyarankan agar orangtua membeli pakaian yang tidak terlalu ketat. Lebih baik menggunakan baju yang oversize karena lebih nyaman dan tahan lama.
7. Suka duka yang dialami Trisna sebagai pelaku UMKM sekaligus pendamping UMKM

Tentu saja, membangun dan mempertahankan Keytabee bukan hal yang mudah. Banyak suka dan duka yang sudah dilalui Trisna beserta suami dan timnya.
“Sebenarnya sulit apalagi untuk saya yang berawal dari benar-benar berdiri sendiri, semua dikerjakan dari A sampai Z, dari produksi sampai penjualan. Ngurus anak di rumah juga benar-benar hal yang paling, aduh, susah banget membagi waktunya,” lanjutnya.
Meski begitu, Trisna menyadari ini adalah proses dari apa yang harus dilalui sebagai ibu, istri, sekaligus pelaku usaha. Namun, ia kerap menemukan kepuasan tersendiri.
“Ada kepuasan tersendiri saat produk kita diapresiasi dan banyak orang mau menerima. Mau pakai itu salah satu kesenangan buat saya,” ucapmya.
Selain menjadi business owner, Trisna merupakan pendamping UMKM yang sudah bersertifikasi BNSP. Ia sudah mendampingi banyak sekali UMKM untuk bisa naik kelas. Beberapa UMKM yang didampinginya juga berhasil menjadi UMKM terbaik di Jawa Barat.
Meski begitu, perjalanan menjadi pendamping UMKM gak selalu mulus. Setiap pelaku UMKM memiliki karakter yang berbeda-beda. Hal inilah yang menjadi tantangan Trisna.
“Mindset-nya agak susah, banyak yang fixed mindset. Jadi kalau mereka bikinnya begini, gak mau mengikuti perkembangan zaman, banyak yang seperti itu,” ceritanya.
Padahal sebagai pelaku usaha, Trisna menyakini kemampuan beradaptasi adalah hal utama yang harus dimiliki. Menurutnya, pebisnis harus bisa beradaptasi dengan kondisi atau lingkungan apa pun.
Lebih lanjut katanya, “Kita harus bisa membaca peluang apa yang ada di depan kita. Kita juga harus bisa beradaptasi dengan kondisi karena tiap tahun kan selalu ada perbedaan. Digitalisasi itu cepet banget. Kita juga harus bisa meningkatkan skill kita. Jangan kita berpuas diri udah bisa seperti ini dan itu. Kita harus tetap belajar dan mengasah kemampuan, dan kolaborasi, ini penting banget, kolaborasi”.
Dihadapkan oleh banyak aktivitas gak menyurutkan semangat Trisna untuk terus berkarya. Ia menyakini, bahwa perempuan bisa menginspirasi banyak orang.
“Jadi saat dia terlihat positive vibes, pantang menyerah, terus melakukan upgrade diri seperti ilmu hard skill, itu yang harus dimiliki oleh seorang perempuan tangguh,” tutupnya.