Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Wenny Yosselina Angkat Potensi Anak Disabilitas Lewat Karya Visual

Potret Wenny Yosselina
Potret Wenny Yosselina (dok. rilis)
Intinya sih...
  • Wenny Yosselina merancang buku gambar untuk anak-anak disabilitas, berkolaborasi dengan seniman lintas negara
  • Bermula dari mengajar anak disabilitas, Wenny mendalami bahasa visual dan mendesain buku-buku untuk mendukung pembelajaran mereka
  • Kolaborasi seni dengan Singapore, Wenny terlibat di project Art for Goods dan tengah menyiapkan karya bertajuk "Tangible Tales" untuk anak autisme
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Anak-anak berkebutuhan khusus seperti memiliki dunianya sendiri. Mereka punya cara yang unik dalam menangkap dan memahami pesan serta mengekspresikannya ke orang lain.

Karya-karya visual ternyata mampu menjadi pendekatan terbaik dalam berkomunikasi, bahkan mendukung proses belajar anak-anak berkebutuhan khusus. Untuk itu, dibutuhkan karya-karya visual atau buku-buku gambar yang tepat bagi sarana belajarnya.

Wenny Yosselina, seorang ilustrator dan peneliti visual mendedikasikan hasil karya dan risetnya untuk anak-anak disabilitas. Simak cerita Wenny, peraih beasiswa Tanoto Foundation, dalam merancang buku gambar sebagai sarana berkomunikasi dan belajar anak-anak disabilitas.

1. Wenny Yosselina merancang buku gambar untuk anak-anak disabilitas

Potret Wenny Yosselina
Potret Wenny Yosselina (dok. rilis)

Wenny Yosselina, seorang ilustrator dan peneliti visual, berkecimpung di Kelas Buku Anak Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Art Therapy Centre (ATC) Widyatama Bandung. Dari ilustrasi-ilustrasi yang dibuatnya, Wenny merancang buku gambar sebagai sarana berkomunikasi dan belajar bagi anak-anak yang mengalami autisme, low vision, hingga disabilitas tuli. Ia juga terlibat kolaborasi seniman lintas negara untuk mendukung anak-anak disabilitas lewat program Art for Goods di Singapura.   

“Berdasarkan riset, mereka justru lebih mudah mengerti atau mencerna informasi melalui visual. Buku cerita anak-anak atau narasi visual pun digunakan untuk menjembatani komunikasi mereka,” ujar Wenny, dikutip dari rilis yang diterima IDN Times.

Wenny menyatakan, kebanyakan anak-anak berkebutuhan khusus mampu mengoleksi banyak aset-aset visual di pikiran mereka. Dari sini, mereka membentuk bahasa visual yang membantu mereka dalam memaknai bahasa verbal sehari-hari. 

2. Bermula dari mengajar anak disabilitas

Wenny Yosselina mengajar anak-anak disabilitas
Wenny Yosselina mengajar anak-anak disabilitas (dok. rilis)

Aktivitas Wenny bersama anak-anak disabilitas bermula saat mengerjakan tugas akhir di S1 Fakultas Seni Rupa ITB pada 2016. Untuk memperdalam materi desain komunikasi visual, ia harus menyelesaikan sebuah problem komunikasi. Wenny pun magang di sebuah tempat kursus menggambar di Bandung. 

Sejumlah anak didiknya berusia 7-8 tahun ternyata berada dalam spektrum neurodivergen, istilah non-medis untuk menggambarkan seseorang dengan cara kerja otak dan interaksi secara berbeda. Dalam kesan pertama Wenny, anak-anak ini kerap tak menanggapi si lawan bicara bahkan terkesan bandel. 

“Tapi waktu diminta menggambar, ia berusaha untuk menyelesaikan gambar itu karena ingin buat mamanya bangga. Mereka juga menunjukkan trust atau percaya sama kita waktu kita bikin karya bareng-bareng. Nah, di situlah karya visual itu berbicara lebih kuat dibandingkan verbal,” tandas Wenny.

Ia mengakui semula tidak mudah berinteraksi dengan anak disabilitas. Masih segar dalam ingatan Wenny, pengalamannya membimbing dua anak autisme saat menuntaskan tugas akhir kuliah. Mereka membuat buku visual tentang binatang-binatang yang hampir punah di Asia Tenggara. 

Di tengah pengerjaan, anak-anak itu kadang kehilangan fokus dan beralih ke kegiatan lain seperti membaca atau menonton Youtube. Wenny juga sempat gugup karena melihat siswa lain sempat mengalami tantrum. Namun lambat laun, Wenny memahami mereka akan melakukan tugasnya saat mereka gembira, tanpa paksaan, tak tergesa-gesa, namun dengan target yang jelas. 

3. Wenny juga mendalami bahasa visual

Wenny Yosselina mengajar anak-anak disabilitas
Wenny Yosselina mengajar anak-anak disabilitas (dok. rilis)

Melihat keunikan anak-anak disabilitas, Wenny pun mulai tertarik untuk mendalami penggunaan gambar untuk anak-anak disabilitas. Saat mengajar, ia memperbanyak ilustrasi dan petunjuk-petunjuk visual. Ia pun meneliti bahasa-bahasa visual yang mudah dipahami untuk anak berkebutuhan khusus. 

Setelah itu, ia mendesain dan menerapkannya dalam buku-buku untuk mendukung pembelajaran mereka. Menariknya, ia juga mengajak anak-anak berkebutuhan khusus untuk terlibat langsung dalam penyusunan buku itu. 

Sebagai contoh, dari risetnya, Wenny mengetahui bahwa gambar untuk anak disabilitas harus jelas dan fokus pada satu hal. Karakter atau tokoh utama mesti dibuat lebih menonjol. Adapun warna yang digunakan adalah warna lembut dan natural. Selain itu, latar belakang ilustrasi sebaiknya tak terlalu ramai. 

“Kalau ramai akan mendistraksi karena fokus mereka cenderung gampang teralihkan,” kata Wenny. 

Namun konsep-konsep ini tak sepenuhnya dapat diseragamkan untuk tiap anak berkebutuhan khusus. Tergantung kondisi disabilitas dan kebutuhan mereka. Untuk anak dengan low vision misalnya, visualisasi dan warna mesti ditampilkan sangat kontras dengan garis-garis tebal untuk memudahkan penglihatan mereka.

4. Kolaborasi seni dengan Singapore

Potret Wenny Yosselina
Potret Wenny Yosselina (instagram.com/yowenny)

Kiprah Wenny dalam mengembangkan karya visual untuk mendukung anak disabilitas membuatnya terlibat di project Art for Goods (A4G) pada Oktober 2022-Januari 2023 silam. Dalam program gelaran Singapore International Foundation, ia berinteraksi dengan 29 pegiat seni dari berbagai negara.

Event ini mengantarkan Wenny untuk menerima hibah Art for Goods 2003 yang diwujudkan dalam proyek Adventures in the Symphony of Colours, sebuah kolaborasi seni antara dua komunitas seni peduli disabilitas di Indonesia dan Singapura.  

Wenny pun mengajak sejumlah ilustrator di Bandung, terutama anak didiknya yang mengalami neurodivergen, untuk menggodok konsep buku visual. Wenny dan tim mengisi buku itu dengan berbagai ilustrasi yang khas Indonesia, seperti wayang dan batik.

Tokoh utamanya adalah seekor harimau Sumatra berwarna kuning. Karya audio-visual kolaboratif itu kemudian diberi tajuk Where is The Yellow Paint. 

“Selain membuat buku, selama empat bulan peserta Adventures in the Symphony of Colours juga membawa misi pertukaran budaya melalui aktivitas bersama seperti art therapy dan membuat karya bersama,” jelas Wenny.

5. Wenny tengah menyiapkan karya bertajuk "Tangible Tales"

Beasiswa Tanoto Foundation
Beasiswa Tanoto Foundation (tanotofoundation.org)

Wenny tengah menyiapkan “Tangible Tales”, sebuah karya berbasis teknologi 3D printing berisi dongeng dan cerita rakyat di Indonesia. Karya ini menjadi rancangan media fisik untuk mengatasi masalah sosialisasi anak dengan autisme.

“Sebagai peneliti, aku ingin punya warna penelitian yang berbeda dalam penelitian desain, termasuk penelitian tentang ilustrasi untuk anak berkebutuhan khusus ini,” ujar Wenny yang bersiap melanjutkan studi S3 di mancanegara. 

Namun lebih dari sekadar tujuan akademik, motivasi utama Wenny untuk mendedikasikan hidupnya pada anak disabilitas adalah karena ia merasa ada panggilan hati. Panggilan yang akan terus ia jalani tanpa ada niat untuk berhenti.

“Aku merasa bisa berbagi hidup bersama mereka secara jangka panjang. Mereka kayak cermin, mengembalikan apa yang kita lakukan untuk mereka dengan tulus. Aku juga melihat seni untuk anak disabilitas ini bukan cuma jualan rasa kasihan, tetapi bisa memotivasi semua anak untuk sebebas mungkin berekspresi,” tandas Wenny.

Kontribusi yang Wenny berikan kepada anak-anak disabilitas ini didukung oleh lembaga filantropi Tanoto Foundation. Sebagai penerima beasiswa Tanoto Foundation, Wenny didukung bukan hanya bagi pengembangan akademik, melainkan juga peningkatan kapasitas lain seperti di bidang kepemimpinan dan kemasyarakatan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Muhammad Tarmizi Murdianto
EditorMuhammad Tarmizi Murdianto
Follow Us

Latest in Life

See More

5 Jenis Tanaman Hias Paling Cocok di Cuaca Lembap, Gak Gampang Busuk!

16 Des 2025, 15:46 WIBLife