Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Tipe Codependent Relationship yang Wajib Dihindari

ilustrasi sepasang kekasih (pexels.com/Marcelo Chagas)

Codependent relationship atau hubungan kodependen merupaka jenis hubungan yang tidak seimbang. Dilansir Psychology Today, satu pihak akan terus berperan sebagai pemberi dengan mengorbankan semua kebutuhannya. Di sisi lain, satu pihak akan berperan sebagai penerima yang akhirnya bergantung.

Meskipun belum masuk dalam sebuah kelainan, dinamika hubungan yang terlalu tidak seimbang ini seringkali menimbulkan masalah. Oleh sebab itu, copendent relationship lebih baik dihindari, nih. 

Ada beberapa jenis codependent relationship yang harus kamu hindari. Simak sama-sama ulasannya, yuk!

1. Dominan dan submisif

ilustrasi sepasang kekasih (pexels.com/Odonata Wellnesscenter)

Tipe codependent relationship yang pertama adalah dominan dan submisif. Tipe dominan berusaha mengatur segala aspek kehidupan pasangannya. Sementara si submisif mematuhinya untuk menghindari konflik.

Pasangan yang dominan biasanya timbul dari kecemasan dan ketidakpuasan. Dengan mengatur pasangannya, tipe dominan akan mendapatkan kontrol yang ia butuhkan. Sementara pasangan submisif yang hanya menurut lama-kelamaan akan kehilangan jati dirinya karena semua keputusannya diatur oleh pasangannya.

Mark Travers, Ph.D., seorang psikolog mengungkapkan seperti dikutip Forbes, "Seiring berjalannya waktu, dinamika ini menciptakan lingkaran yang merusak, dengan pasangan yang dominan mempererat cengkeraman mereka dan pasangan yang patuh kehilangan rasa jati diri mereka."

2. Si pendukung dan si pelanggar aturan

ilustrasi sepasang kekasih (pexels.com/Tan Danh)

Tipe codependent relationship kedua dilakukan oleh pasangan dengan tipe pendukung dan pelanggar aturan. Si pelanggar aturan akan menerobos batasan seperti menggunakan obat terlarang atau melakukan sesuatu yang sulit dipulihkan. Sementara itu pendukung adalah seseorang yang percaya bahwa dirinya bisa memperbaiki pasangannya.

Masalahnya perilaku buruk seperti minum minuman keras atau obat terlarang seringkali berubah menjadi ketergantungan. Si pelanggar mungkin berkata akan berubah dan si pendukung mempercayainya. Sayangnya, si pelanggar akan kembali melanggar janjinya hingga si pendukung putus asa.

Dr. Renee Exelbert , seorang psikolog berlisensi di New York mengungkap seperti dikutip Verywell Mind, "Dinamika ini juga disebut sebagai kecanduan hubungan karena orang-orang dengan kodependensi sering kali membentuk hubungan yang berat sebelah , merusak emosi , dan/atau kasar.”

3. Pasangan yang menyenangkan orang lain dan kritikus

ilustrasi sepasang kekasih (pexels.com/Rafael Neres)

Ada jenis pasangan yang membutuhkan validasi dan bergantung pada persetujuan orang lain. Pasangan jenis ini akan berpikir selama ia menurut pada pasangannya semua akan baik-baik saja selama ia menurut. Di sisi lain ada si kritikus yang terus menerus menunjukkan kesalahan dan apa yang harus diperbaiki. 

Dilansir Forbes, seiring berjalannya waktu, rasa tidak nyaman pihak yang menurut akan terlihat. Alhasil, si kritikus akhirnya merasa kesal atau bersalah. Ia mungkin bertanya-tanya, apakah kepatuhan pasangannya adalah hal yang tulus, kamudian kecewa ketika menyadari bahwa itu dipaksakan. Dinamika model ini membuat kedua pasangan merasa tidak puas dan terputus hubungan.

4. Si martir dan penerima manfaat

ilustrasi sepasang kekasih (pexels.com/fauxels)

Model selanjutnya adalah codependent relationship antara orang yang berkorban segalanaya untuk pasangan atau si martir, sementara pasangannya justru bergantung karena terus dipenuhi kebutuhannya. Dilansir Forbes, dinamika ini ditandai dengan upaya sepihak di mana martir mengambil tanggung jawab yang berlebihan sementara penerima manfaat menjadi tergantung pada pengorbanan mereka. 

Ada satu saat di mana si martir akan merasa lelah, namun sulit melepaskan hubungannya karena pengorbanan membuatnya bahagia. Di sisi lain, si penerima akan merasa tak berdaya dan tidak mampu melakukan sesuatu tanpa bantuan pasangannya.

Mark Travers kembali mengungkapkan, "Masalah lain dengan kodependensi adalah bahwa pemberi menjadi sulit untuk melepaskan diri dari hubungan karena mereka mungkin merasa orang lain sangat bergantung pada mereka, bahkan jika mereka tahu dalam hati bahwa itu adalah hal yang benar untuk dilakukan."

Hubungan kodependen memang berpotensi menimbulkan kerugian bagi yang menjalaninya. Kedua belah pihak harus berusaha menyembuhkan diri agar hubungan menjadi lebih sehat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anita Hadi Saputri
EditorAnita Hadi Saputri
Follow Us