5 Tipe Orang yang Sebaiknya Dijauhi dalam Pergaulan Menurut Psikologi

Kita pasti pernah merasa jenuh atau tidak nyaman berada di dekat orang tertentu, meski mereka tidak melakukan sesuatu yang secara terang-terangan bermasalah. Ternyata, ada pola-pola sikap dan kebiasaan yang menurut psikologi bisa membuat seseorang secara perlahan dijauhi oleh lingkungannya. Bukan karena jahat atau kejam, tetapi karena kehadiran mereka terasa menguras energi.
Beberapa sikap ini mungkin terlihat sepele atau sering dianggap "cuma gaya bicara saja", padahal efek psikologisnya bisa cukup besar. Terdapat beberapa tipe orang yang menurut berbagai penelitian dan pakar psikologi, sering kali membuat orang lain merasa tidak nyaman secara emosional, bahkan tanpa disadari. Apakah kamu pernah menemui salah satunya?
1. Si pengeluh kronis

Mengeluh sesekali adalah hal yang wajar dan bisa menjadi pelepas stres yang sehat. Namun, ketika seseorang terus-menerus mengeluh tanpa mencari solusi, suasana di sekitarnya bisa menjadi sangat negatif. Orang yang selalu fokus pada hal buruk akan membuat orang lain merasa lelah secara emosional. Lambat laun, mereka cenderung dijauhi karena membawa aura pesimis.
Menurut penelitian tahun 2014 yang dimuat dalam Journal of Neuroscience, berpikir negatif secara berulang bisa membentuk pola pikir pesimis di otak, bahkan merusak bagian otak yang mengatur emosi. Efek ini tak hanya dialami si pengeluh, tetapi juga orang-orang yang mendengarkan keluhan itu terus-menerus.
Ketika seseorang tak pernah mencoba melihat sisi terang dari masalah, hubungan sosial mereka akan terganggu. Teman-teman mungkin mulai menjaga jarak demi kesehatan mental mereka sendiri.
2. Si selalu lebih hebat

Orang tipe ini selalu merasa harus membalas cerita orang lain dengan cerita yang lebih "wah". Bukan karena niat jahat, tetapi karena kebutuhan untuk selalu jadi pusat perhatian. Kebiasaan ini membuat percakapan terasa seperti ajang kompetisi, bukan tempat berbagi. Akibatnya, orang-orang di sekitar merasa tak dihargai atau tak didengarkan.
Kebutuhan untuk terus menunjukkan superioritas bisa menggerogoti rasa saling menghormati. Kebiasaan ini bisa membuat lawan bicara merasa kalah secara sosial. Lama-lama, orang-orang memilih bungkam daripada merasa terus dibandingkan. Dalam hubungan sehat, mendengarkan dan memberi ruang sama pentingnya dengan berbagi cerita.
3. Si selalu korban

Ada orang yang tampaknya selalu menjadi pihak yang tersakiti dalam setiap situasi, bahkan ketika mereka memiliki andil dalam masalah tersebut. Tipe ini kerap menolak tanggung jawab pribadi dan memilih menyalahkan orang lain atas semua hal buruk yang terjadi. Ini membuat hubungan terasa berat, karena lawan bicara seperti dituntut untuk terus memberi simpati tanpa batas.
Dalam Journal of Counseling Psychology tahun 2016, Dr. Nicola Davies menyebut bahwa perilaku ini sering digunakan untuk memanipulasi reaksi orang lain, mencari perhatian, atau menghindari perubahan. Ketika seseorang merasa mereka selalu diperlakukan tidak adil, mereka kehilangan kendali atas hidupnya.
Interaksi pun berubah menjadi satu arah, yaitu satu pihak terus mengasihani, sementara pihak lain terus menyerap beban emosional. Lama-lama, hubungan seperti ini membuat orang memilih untuk mundur demi ketenangan.
4. Si pemotong pembicaraan

Bersemangat dalam diskusi memang hal baik, tetapi jika terus memotong pembicaraan orang lain, itu menjadi masalah. Tipe ini sering tidak sadar bahwa perilaku mereka bisa menimbulkan rasa tidak dihargai. Percakapan yang sehat berubah menjadi kacau karena orang lain merasa tak punya ruang untuk bicara. Ini membuat interaksi terasa terburu-buru dan penuh tekanan.
Menurut penelitian dari Journal of Language and Social Psychology tahun 2017, kebiasaan memotong pembicaraan berhubungan dengan persepsi kurangnya rasa hormat dan empati. Orang yang sering dipotong akan merasa kurang percaya diri dalam menyampaikan pendapat. Pada akhirnya, mereka cenderung menarik diri atau bahkan menghindari percakapan sama sekali.
5. Si serba tahu yang menghakimi

Memberi saran bisa membantu, tapi jika dilakukan terus-menerus tanpa diminta, itu bisa terasa menghakimi. Tipe ini cenderung merasa dirinya selalu benar dan melihat hidup orang lain sebagai masalah yang harus diperbaiki. Alih-alih mendengarkan, mereka sibuk menilai atau memberikan opini tanpa empati.
Menurut Sanjana Gupta dalam Healthline tahun 2020, sikap menghakimi bisa membuat seseorang dijauhi karena dianggap tidak bisa dipercaya atau tidak bisa memahami. Bahkan nasihat baik pun bisa terasa menyakitkan jika disampaikan tanpa respect. Orang lain merasa dinilai, bukan diterima, yang membuat mereka menutup diri.
Tidak ada manusia yang sempurna, dan banyak dari sikap ini bisa muncul sesekali pada siapa pun. Namun jika menjadi kebiasaan, dampaknya bisa cukup serius dalam hubungan sosial. Dari lima tipe di atas, adakah yang menurutmu paling sering kamu temui dalam kehidupan sehari-hari?