Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Hal yang Sering Diucap ke Perempuan dan Sarat Objektifikasi, Sadari!

ilustrasi individu memandang diri negatif (pexels.com/Alex Green)
ilustrasi individu memandang diri negatif (pexels.com/Alex Green)

Gak semua kalimat yang terdengar manis itu bikin nyaman, apalagi buat perempuan. Banyak dari kita yang mungkin pernah mengalami, ada orang yang sok akrab kasih komentar soal tubuh, wajah, atau cara berpakaian, padahal gak diminta. Ironisnya, sering kali kalimat-kalimat itu dibungkus dengan nada bercanda atau dalih “pujian”, padahal sebenarnya merendahkan dan memandang perempuan sebatas fisik.

Objektifikasi terhadap perempuan bukan cuma terjadi di media, tapi juga di kehidupan sehari-hari, entah itu di kantor, di jalan, bahkan di lingkup keluarga dan teman. Dan sialnya, kadang kita sendiri gak sadar bahwa kalimat-kalimat itu bermasalah karena sudah terlalu sering terdengar.

Oleh karenanya, penting banget untuk kita agar lebih peka dan tahu, mana yang termasuk komentar objektif dan mana yang cuma bungkus dari budaya patriarki. Nah, berikut ini beberapa ucapan yang sering dianggap sepele, tapi ternyata sarat objektifikasi terhadap perempuan.

1. “Kamu cantik kalau gak pakai kacamata.”

Ilustrasi sedang bekerja (Pexels.com/Photo By:Kaboompics.com)
Ilustrasi sedang bekerja (Pexels.com/Photo By:Kaboompics.com)

Ucapan ini sering banget dianggap biasa saja, padahal mengandung standar kecantikan yang sempit dan merugikan. Kalimat ini secara gak langsung bilang bahwa perempuan akan dianggap menarik hanya jika memenuhi standar tertentu, dalam hal ini: tanpa kacamata. Seolah-olah kacamata bikin cewek keliatan jelek atau ‘kurang feminim’. Padahal, kacamata bukan cuma soal gaya, tapi juga kebutuhan.

Kamu gak bisa menilai kecantikan seseorang hanya dari tampilannya sesuai selera kamu. Perempuan bukan boneka yang bisa kamu “atur” gaya penampilannya biar enak dilihat. Lagipula, setiap orang berhak nyaman dengan caranya sendiri, termasuk memilih untuk tetap pakai kacamata. Jadi, stop menilai cantik dari atribut fisik yang kamu anggap ideal, ya!

2. “Kok kamu gemukan? Cantikan kayak kemarin deh.”

Ilustrasi berbincang (Pexels.com/Jopwell)
Ilustrasi berbincang (Pexels.com/Jopwell)

Komentar soal perubahan tubuh, apalagi yang dikaitkan dengan nilai kecantikan, sangat umum dan menyebalkan. Kalimat seperti ini terdengar seperti pujian, tapi sebenarnya mengandung objektifikasi yang parah. Seolah-olah cantik itu hanya kalau kurus. Padahal, setiap tubuh itu valid dan gak ada ukuran tunggal untuk yang namanya “menarik”.

Selain itu, kamu tidak pernah tahu cerita di balik perubahan tubuh seseorang. Bisa jadi dia sedang sakit, stres, atau mengalami tekanan berat. Menjadikan tubuh kurus sebagai satu-satunya standar kecantikan bukan cuma menyakitkan, tapi juga berbahaya. Jadi daripada komentar soal bentuk badan, lebih baik tanya kabar dan kesehatan orang tersebut, itu jauh lebih menyenangkan bagi yang mendengar.

3. “Jangan terlalu pintar, nanti cowok minder.”

Ilustrasi berbincang (Pexels.com/Tiger Lily)
Ilustrasi berbincang (Pexels.com/Tiger Lily)

Kalimat ini sering terdengar diucapkan dengan nada bercanda, tapi dampaknya serius. Ucapan ini seolah memaksa perempuan untuk ‘mengecilkan diri’ supaya bisa diterima laki-laki. Seolah-olah kecerdasan perempuan adalah ancaman, bukan kebanggaan. Padahal, perempuan juga punya hak untuk unggul, pintar, dan ambisius tanpa harus khawatir akan ditolak hanya karena merasa lebih dari pasangannya.

Komentar seperti ini jelas menunjukkan betapa masyarakat masih memelihara ego maskulin yang rapuh. Masalahnya bukan di perempuan yang pintar, tapi di laki-laki yang belum siap berdampingan secara setara. Kalau terus dibiasakan, kalimat ini bisa jadi alasan kenapa banyak perempuan menyembunyikan potensinya. Padahal, dunia butuh lebih banyak perempuan hebat yang berani bersinar.

4. “Bajumu gitu banget, pantesan digodain.”

Ilustrasi badmood (Pexels.com/MART PRODUCTION)
Ilustrasi badmood (Pexels.com/MART PRODUCTION)

Kalimat ini adalah bentuk victim blaming yang dibungkus dengan norma. Ucapan semacam ini menyalahkan perempuan atas pelecehan yang terjadi padanya, hanya karena pilihan pakaiannya. Ini adalah bentuk objektifikasi yang sangat merugikan, karena menganggap tubuh perempuan sebagai pemicu utama perlakuan buruk.

Padahal, masalah utamanya bukan di pakaian, tapi di pelaku yang tidak bisa jaga perilaku. Perempuan punya hak buat berpakaian sesuai kenyamanannya tanpa harus takut diganggu atau dihakimi. Ucapan ini juga sering membuat korban merasa bersalah, padahal seharusnya dia didukung dan dilindungi. Jadi stop normalisasi kalimat seperti ini. Yang perlu diubah adalah pola pikirnya, bukan cara berpakaiannya.

Objektifikasi terhadap perempuan bisa datang dalam bentuk yang sangat halus, bahkan sering dikira pujian. Tapi dampaknya nyata, bisa membuat perempuan merasa tidak aman, tidak cukup, dan harus selalu menyesuaikan diri dengan standar yang ditetapkan orang lain. Mulai sekarang, yuk lebih peka terhadap kalimat yang kita ucapkan maupun terima. Karena menghargai perempuan itu bukan soal basa-basi, tapi soal sadar bahwa setiap orang layak dihormati, apa pun bentuk dan pilihannya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ananda Zaura
EditorAnanda Zaura
Follow Us