"Ini merupakan acara Road to JFW 2026. Acara ini berangkat dari masalah yang still happens there, which is ageism. Ageism bentuk diskriminasi dan stereotip tentang usia. Ageism tidak luput dari dunia fashion," ujar Esa.
No Age in Fashion, Rayakan Gaya dan Keindahan Tanpa Batas Usia

- Momentum road to JFW 2026 dijadikan wadah untuk mendobrak stigma usia dalam fashion
- Tuntutan menciptakan inovasi baru membuat desainer senior kadang 'terlupakan'
- Bersama JFW, POND's ingin mencoba mendobrak stigma tentang usia di dunia mode
Jakarta, IDN Times - Ada satu hal menarik yang terjadi di balik gemerlap panggung mode, sesuatu yang jarang dibicarakan, tapi dirasakan banyak orang: usia. Di dunia yang terus menuntut kebaruan, ada keyakinan tak tertulis bahwa muda selalu berarti relevan, segar, dan penuh potensi. Lalu, bagaimana dengan mereka yang sudah melewati usia 40, 50, atau lebih? Apakah kreativitas berhenti tumbuh seiring bertambahnya tahun?
Pertanyaan itulah yang menjadi titik berangkat penyelenggaraan Media Gathering POND’S Age Miracle x Jakarta Fashion Week (JFW) 2026, bertajuk The Revival of Miracles di Dewi's Luxe Market, Plaza Indonesia, Jakarta Pusat pada Senin (20/10/2025). Sebuah perayaan yang tak hanya menghadirkan koleksi indah di atas runway. Namun juga menghadirkan makna, tentang keberanian, dedikasi, dan melawan diskriminasi halus bernama ageism. Melalui inisiatif ini, sembilan desainer perempuan lintas generasi kembali diberi ruang untuk bersinar, membuktikan bahwa keajaiban tak pernah lekang oleh waktu.
Bagi POND’S, isu ini lebih dari sekadar kampanye kecantikan. "Usia bukan halangan bagi seorang desainer, terlebih desainer perempuan," ujar Esa Mahira Arman, Senior Brand Manager POND’S Indonesia. Karena sejatinya, cheating your age bukan berarti menolak tua atau berpura-pura muda. Melainkan merayakan hasil perjalanan, kebijaksanaan, dan kepercayaan diri yang tumbuh dari waktu ke waktu. Sama seperti dunia mode yang terus berubah, begitu pula perempuan: selalu berevolusi, tak pernah kehilangan pesonanya.
1. Momentum road to JFW 2026 ini dijadikan wadah untuk mendobrak stigma usia dalam fashion

Ajang ini menjadi lebih dari sekadar persiapan menuju pekan mode terbesar di Indonesia. Di balik kilauan catwalk dan karya para desainer, terselip misi penting: mematahkan stigma bahwa dunia fashion hanya milik yang muda. Melalui kolaborasi ini, POND’S dan Jakarta Fashion Week ingin menyoroti persoalan ageism, bentuk diskriminasi dan stereotip yang kerap membuat usia menjadi penghalang untuk terus berkarya dan berekspresi.
Isu ini menjadi refleksi nyata dari kondisi industri mode saat ini, di mana tren sering kali mengagungkan inovasi dari generasi muda, sementara kontribusi para desainer senior perlahan terpinggirkan. Melalui gerakan ini, keduanya berupaya menegaskan kembali bahwa kreativitas tidak mengenal batas usia. Justru dari pengalaman panjang dan perjalanan karier yang matanglah, lahir perspektif dan nilai yang memperkaya keberagaman dunia fashion.
2. Tuntutan menciptakan inovasi baru membuat desainer senior kadang 'terlupakan'

Dunia fashion kerap diidentikkan dengan semangat muda, cepat beradaptasi, dan terus bergerak mencari hal baru. Namun, di balik euforia inovasi itu, ada konsekuensi yang jarang dibicarakan: para desainer senior sering kali tersisih dari sorotan. Obsesi industri terhadap 'yang segar dan berbeda' menciptakan pola pikir bahwa kreativitas hanya milik generasi muda, sementara mereka yang telah lama berkarya dianggap kehilangan daya progresifnya. Padahal, setiap desainer memiliki fase dan dinamika kreatif yang unik, dan usia seharusnya tidak menjadi tolok ukur relevansi.
Stigma inilah yang coba disorot oleh POND’S dan JFW lewat The Revival of Miracles. Alih-alih menganggap pengalaman sebagai batasan, keduanya ingin menegaskan bahwa kedewasaan justru membawa kedalaman visi dan kematangan ide yang tidak bisa lahir dalam semalam. Dunia mode membutuhkan keseimbangan antara keberanian bereksperimen dan kebijaksanaan dari pengalaman, dua hal yang, bila berpadu, justru bisa melahirkan terobosan baru yang lebih bermakna.
"Banyak yang bilang we are striving to find a new thing. Itu membuat dunia fashion cenderung melihat desainer lebih muda. Desainer yang lebih senior ada kecenderungan diberikan stereotipe sudah kurang progresif, kreativitasnya sudah berkurang seiring berkembangnya usia," lanjut Esa.
3. Bersama JFW, POND's ingin mencoba mendobrak stigma tentang usia di dunia mode

Lewat kolaborasinya bersama Jakarta Fashion Week, POND’S menghadirkan semangat baru untuk melawan stereotip tentang usia di dunia mode. Kolaborasi ini bukan sekadar kampanye, melainkan perayaan terhadap perjalanan panjang para desainer perempuan yang telah membuktikan bahwa kreativitas tak pernah mengenal batas waktu.
Melalui The Revival of Miracles, POND’S dan JFW menghadirkan panggung bagi sembilan desainer inspiratif yang berani menunjukkan bahwa karya mereka tetap relevan, segar, dan penuh daya cipta. Lebih dari sekadar memperlihatkan koleksi busana, acara ini menjadi simbol kebangkitan, bahwa bertambahnya usia bukanlah tanda berhenti, melainkan momentum untuk bersinar dengan cara yang berbeda.
"Our missions, usia itu bukan sebuah alasan untuk mengeluarkan kreativitas dan berkarya, bukan untuk reviving your miracles. Acara ini sebagai bentuk perayaan terhadap dedikasi perjalanan 9 desainer yang sangat inspiratif untuk menghidupkan kembali karya mereka," kata Esa.
4. Cheat your age!

Salah satu campaign yang dihadirkan dalam momentum ini adalah cheat your age! Konsep cheat your age yang diusung bukan tentang menolak kenyataan bertambahnya usia, melainkan mengubah cara pandang terhadapnya. Alih-alih menyembunyikan umur, filosofi ini mengajak perempuan untuk merayakan perjalanan hidup mereka. Dengan segala pengalaman, kebijaksanaan, dan rasa percaya diri yang lahir dari waktu.
"Cheat your age maksudnya bukan menolak umur atau pura-pura muda. Tapi usia itu dijadikan akumulasi dari kepercayaan diri, your wisdom, journey, untuk terus bersinar, salah satunya transforming self care," tutur Esa.
5. Ruang inklusif di dunia fashion terus bertumbuh

Andandika menegaskan bahwa dunia fashion kini semakin terbuka terhadap keberagaman, termasuk dalam hal usia, latar belakang, dan perspektif kreatif. Melalui kolaborasi berkelanjutan bersama POND’S, Jakarta Fashion Week berkomitmen menciptakan ruang yang lebih inklusif bagi seluruh pelaku industri. Jika dulu fashion identik dengan eksklusivitas dan batasan tertentu, kini justru semangatnya bergeser menjadi tentang keterwakilan dan kesempatan yang setara. Inklusi bukan lagi sekadar wacana, tetapi menjadi nilai utama yang mendorong setiap langkah dan program mereka.
"Kalau dari JFW, bersama para partner seperti POND’S, setiap tahun kami berusaha memperluas ruang inklusif. Dulu fashion sering dianggap eksklusif, tapi sekarang justru kami yang memperjuangkan inklusivitas itu. Selama empat tahun terakhir, JFW konsisten dengan program bersama POND’S seperti Miracle Seekers dan Miracle Runway, yang menampilkan berbagai representasi perempuan. Selain itu, kami juga berupaya bridging generations," ujar Andandika Surasetja, Creative Director Jakarta Fashion Week (JFW).
6. Ada 9 desainer perempuan yang berkontribusi dalam campaign ini

Kesembilan perempuan itu adalah: Kleting Titis Wigati, Asti Surya, Velda Anabela dan Rebecca Billina, Juliana Ng, Ansy Savitri, Vivian Mazuki, Ingrid Husodo, Fitria Vidyawati, dan Bonnie Natasha Arif yang berhasil menghidupkan kembali karya dan labels mereka di tengah berbagai tantangan. Ada pun brand yang dibawa adalah KLE, MKS', Argyle & Oxford, ENSEMBLE, STARRY, Astisurya, Ingrid Husodo, Ansy Savitri, dan Studio Vian.
"Cara kami melihat usia bukan lagi sebagai proses penuaan, tapi sebagai bentuk kedewasaan. Itu yang coba kami terjemahkan dalam program-program sepanjang tahun ini. Ada sembilan desainer yang terlibat, dan kami berharap audiens bisa mendengar langsung kisah mereka, karena setiap perjalanan itu unik. Sama seperti saat kita merawat diri, semua orang mungkin pakai produk yang sama, tapi hasil dan prosesnya sangat personal," ujar Andandika.