Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Parade 16 Perahu Perempuan Nelayan: Melawan Eksploitasi Pesisir yang Merusak Kehidupan” di Dukuh Tambakpolo, Desa Purworejo, Kabupaten Demak
Parade 16 Perahu Perempuan Nelayan: Melawan Eksploitasi Pesisir yang Merusak Kehidupan” di Dukuh Tambakpolo, Desa Purworejo, Kabupaten Demak, Minggu (30/11) (dok. KIARA)

Intinya sih...

  • 2050, 199 kabupaten/kota pesisir di Indonesia akan mengalami banjir rob

  • KIARA soroti kekerasan terhadap perempuan nelayan dalam peringatan 16 HAKTP

  • Masyarakat pesisir butuh pemulihan ekologis, pemulisan desa, dan perlindungan sosial

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Indonesia tengah mengalami situasi yang sangat memprihatinkan. Kerusakan ekosistem dan krisis iklim telah mengubah wajah Sumatera beberapa hari ini. Bencana ekologis yang berulang di pesisir Indonesia menegaskan satu fakta pahit, bahwa krisis iklim gak hanya menggerus daratan tapi masa depan jutaan keluarga.

Kabupaten Demak di pesisir utara Jawa pun hilang tanpa jejak. Banyak desa menyusut dari peta dalam kurun dua dekade. Nyatanya, perempuan nelayan menjadi kelompok yang paling terdampak dan bersuara dengan keras untuk mempertahankan ruang hidup mereka.

1. Sebanyak 199 kabupaten/kota pesisir di Indonesia akan mengalami banjir rob pada tahun 2050

Parade 16 Perahu Perempuan Nelayan: Melawan Eksploitasi Pesisir yang Merusak Kehidupan” di Dukuh Tambakpolo, Desa Purworejo, Kabupaten Demak, Minggu (30/11) (dok. KIARA)

Berdasarkan analisis Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), sebanyak 199 kabupaten/kota pesisir di Indonesia akan mengalami banjir rob pada tahun 2050. Ada 12.510 desa pesisir yang terancam mengalami banjir rob.

“Saat proses kampung ditenggelamkan oleh kebijakan negara atas nama tol laut atau pembangunan lainnya, masyarakat mengalami banjir rob kepanjangan, dan abrasi parah, negara tidak hadir apalagi menetapkan sebagai bencana nasional. Siapa paling terdampak dalam krisis iklim dan bencana ekologis ini, perempuan dan anak-anak,” jelas Susan Herawati, Sekretaris, Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), dalam rilis yang diterima IDN Times.

Mangrove ditebang, tambak yang diubah menjadi kawasan industri, penyempitan sungai, pasir laut yang dikerung, garis pantai direklamasi, abrasi ekstrem, merupakan tindakan yang menyebabkan percepatan krisis iklim.

2. Dalam peringatan 16 HAKTP, KIARA soroti kasus-kasus kekerasan yang dialami perempuan nelayan

Parade 16 Perahu Perempuan Nelayan: Melawan Eksploitasi Pesisir yang Merusak Kehidupan” di Dukuh Tambakpolo, Desa Purworejo, Kabupaten Demak, Minggu (30/11) (dok. KIARA)

Dalam momentum 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16HAKTP), KIARA kembali menyoroti berbagai bentuk kekerasan struktural yang dialami perempuan nelayan di banyak daerah. Mulai dari privatisasi hingga 90 persen wilayah Pulau Pari, penolakan tambang nikel di Wawonii yang berujung intimidasi, hingga pencemaran industri udang Vaname yang berdampak langsung pada perempuan di Jeneponto.

“Perempuan nelayan nyaris di seluruh Indonesia sulit untuk hidup dalam rasa aman dan nyaman. Kami harus menjalani hidup dengan ketakutan; siapa lagi yang akan dirampas daratan dan lautnya, siapa lagi yang harus hidup dalam ketakutan ada investasi masuk ke daerah mereka. Kami selalu takut dan ketakutan itu harus kami rasakan setiap hari,” ujar Asmaniah, Ketua Kelompok Perempuan Pulau Pari.

3. Aksi 16 perahu, suara perlawanan dari pesisir yang tenggelam

Parade 16 Perahu Perempuan Nelayan: Melawan Eksploitasi Pesisir yang Merusak Kehidupan” di Dukuh Tambakpolo, Desa Purworejo, Kabupaten Demak, Minggu (30/11) (dok. KIARA)

KIARA menegaskan, bahwa situasi di Demak maupun bencana di sejumlah wilayah Sumatera berakar pada persoalan yang sama, yaitu eksploitasi lingkungan yang jauh melampaui daya dukung alam. Penebangan vegetasi penyangga, reklamasi, pengurukan pesisir, dan ekspansi industri besar yang tidak memerhatikan risiko ekologis membuat desa-desa pesisir di Jawa dan Sumatera semakin rentan terhadap abrasi.

KIARA menggelar Parade 16 Perahu Perempuan Nelayan: Melawan Eksploitasi Pesisir yang Merusak Kehidupan” di Dukuh Tambakpolo, Desa Purworejo, Kabupaten Demak, Minggu (30/11/2025). Acara ini menjadi panggilan dari masyarakat pesisir, khususnya perempuan nelayan, yang terus berjuang mencari ruang hidupnya dan menghadapi krisis ini.

4. Masyarakat pesisir butuh pemulihan ekologis, pemulisan desa, dan perlindungan sosial

Parade 16 Perahu Perempuan Nelayan: Melawan Eksploitasi Pesisir yang Merusak Kehidupan” di Dukuh Tambakpolo, Desa Purworejo, Kabupaten Demak, Minggu (30/11) (dok. KIARA)

Parade 16 perahu perempuan nelayan menjadi bentuk perlawanan mereka dengan menyuarakan suara kritis yang terabaikan. Dari aksi tersebut, masyarakat khususnya perempuan nelayan sedang mengupayakan pemulihan pemulihan pesisir, akses air bersih, perumahan aman, hingga pemulihan mata pencaharian yang kian hilang akibat tenggelamnya ruang hidup.

“Kami sehari-hari di laut, mencari ikan bersama suami. Menghadapi perubahan iklim dan ombak tinggipun sudah hal biasa buat kami. Tapi tidak ada dukungan untuk kami dalam mendapatkan harga bahan bakar minyak yang memadai dan terjangkau. Begitu kami tidak bisa melaut, tidak ada lahan/tanah yang bisa kami garap. Suka bingung mencari tambahan untuk makan keluarga dan keperluan pendidikan anak. Negara atau pemerintah tidak hadir dan mendampingi kami dalam menghadapi hal ini,” jelas Nurrikah, nelayan dari Tambakpolo, Demak, Jawa Tengah.

5. Peringatan 16 HAKTP jadi bukti nyata bahwa perempuan tidak pernah diam dalam menghadapi kekerasan, dampak krisis iklim, dan eksploitasi pesisir

Parade 16 Perahu Perempuan Nelayan: Melawan Eksploitasi Pesisir yang Merusak Kehidupan” di Dukuh Tambakpolo, Desa Purworejo, Kabupaten Demak, Minggu (30/11) (dok. KIARA)

KIARA bersama jaringan perempuan nelayan melakukan rangkaian pendidikan dan penguatan koperasi, serta membuat video solidaritas dari perempuan nelayan di beberapa daerah seperti Lampung, Demak, Pulau Pari, dan Surabaya.

“Ini bukan soal seremonial, ini untuk obor semangat buat para perempuan pesisir terutama perempuan nelayan Laut Jawa yang tangguh-tangguh ini. Tidak menyerah dengan kondisi dan meski berat, mereka kini tengah menguatkan ekonomi mereka dengan koperasi,” tambah Susan.

Beragam rangkaian peringatan 16KHATP menunjukkan, bahwa perempuan nelayan gak pernah diam dalam menghadapi berbagai masalah hidup mereka. Peringatan ini menjadi suara mereka bahwa pesisir gak seharusnya dirusak.

Editorial Team