Inklusi Disabilitas Jadi Sorotan Pra-Acara 16 Hari Anti Kekerasan 2025

- Perempuan disabilitas menghadapi kesulitan dalam mengakses perlindungan
- Kekerasan terhadap perempuan masih marak, terutama di ranah personal atau domestik
- Perempuan disabilitas mengalami lapisan kerentanan dan diskriminasi yang tinggi
Jakarta, IDN Times - Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) 2025 akan mulai berlangsung pada 25 November hingga 10 Desember 2025. Pada Pra-acara 16 HAKTP Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyelenggarakan webinar bertemakan “Kembalikan Ruang Aman: Inklusi Nyata bagi Perempuan Disabilitas”.
Hal ini jadi ruang perspektif untuk menegaskan pentingnya inklusi disabilitas dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Ketua Divisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan, Daden Sukendar menekankan urgensi isu ini.
“Melalui diskusi siang ini, kita akan membicarakan mengapa inklusi disabilitas menjadi hal yang mendesak dan penting dalam gerakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan," kata dia dalam diskusi daring yang dilansir Selasa (30/9/2025).
1. Hal yang dihadapi perempuan disabilitas dalam mengakses perlindungan
.png)
Dia mengatakan, perempuan disabilitas, khususnya perempuan tuli menghadapi kekerasan berbasis gender dan tantangan besar ketika berusaha mengakses perlindungan.
"Dari pengalaman ini kita belajar bahwa ruang aman tidak akan terwujud bila tidak tersedia akomodasi yang layak. Oleh karena itu, diskusi juga akan menyoroti bagaimana kebijakan dan langkah konkret dapat memastikan akomodasi yang layak sebagai fondasi ruang aman bagi perempuan disabilitas,” ujar Daden.
2. Kekerasan pada perempuan masih marak terjadi di berbagai ruang

Komisioner Komnas Perempuan Chatarina Pancer Istiyani menjelaskan alasan diangkatnya tema besar “Kita Punya Andil, Kembalikan Ruang Aman” pada kampanye 16 HAKTP 2025. Dia menekankan kekerasan pada perempuan masih marak terjadi di berbagai ruang, fisik, digital, komunitas, maupun institusi.
“Komnas Perempuan melalui Catatan Tahunan (Catahu) 2024 mencatat 330.097 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan. Angka ini naik 14,17 persen dari tahun sebelumnya. Ironisnya, 98,5 persen kasus terjadi di ranah personal atau domestik. Rumah tangga yang seharusnya menjadi tempat paling aman justru menjadi lokasi utama kekerasan. Karena itu, tema tahun ini menekankan pentingnya tanggung jawab kolektif semua pihak untuk mengembalikan ruang aman bagi perempuan,” kata Chatarina.
3. Lapisan kerentanan yang dialami perempuan disabilitas

Ketua Komisi Nasional Disabilitas, Dante Rigmalia menyoroti lapisan kerentanan yang dialami perempuan disabilitas. Dalam siklus hidupnya, perempuan disabilitas mengalami berbagai lapisan kerentanan dan diskriminasi.
"Perempuan disabilitas di seluruh dunia sering kali mengalami pelanggaran serius terhadap otonomi tubuh mereka: mereka mengalami sterilisasi, kontrasepsi, dan aborsi yang dipaksakan atau dipaksakan dengan tingkat yang lebih tinggi dibandingkan perempuan tanpa disabilitas,” ungkap Dante.
4. Tantangan penghapusan kekerasan perempuan disabilitas

Ada sejumlah tantangan dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan disabilitas. Mulai dari stigma dan diskriminasi, kurangnya dukungan dari keluarga, komunitas, maupun pemerintah membuat perempuan disabilitas merasa tidak percaya diri untuk bersuara dan berpartisipasi.
"Karena itu, kampanye 16 HAKTP bisa menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran masyarakat melalui edukasi dan sosialisasi mengenai perempuan disabilitas dan hak-haknya,” kata Dante.