Devi Asmarani, Ciptakan Wadah untuk Perempuan Bersuara  

#AkuPerempuan Berani bersuara untuk menyelamatkan sesama

Isu kekerasan dan pelecehan seksual pada perempuan selalu ada dan kerap dibahas sampai detik ini. Respon dari berbagai kalangan pun muncul. Tidak peduli mereka pernah atau tidak mengalami kekerasan dan pelecehan seksual, atas nama solidaritas, perempuan harus satu suara melawan kekerasan dan pelecehan seksual.

Ada perempuan yang mengikuti aksi demonstrasi turun ke jalan, ada pula yang melawan lewat jalinan kata. Salah satunya adalah Devi Asmarani. Berbekal pengalaman sebagai wartawati sejak 1996, Devi memilih jalan memperjuangkan hak-hak kaumnya. Kaum perempuan yang terbelenggu budaya patriarki.

Saat ditemui IDN Times, Devi menceritakan suka duka perjuangannya dalam memerangi sikap sewenang-wenang pada perempuan.

1. Tingginya angka kekerasan terharap perempuan mendorong Devi bersama sahabatnya Hera Diani mendirikan Magdalene.co

Devi Asmarani, Ciptakan Wadah untuk Perempuan Bersuara  #AkuPerempuan Devi Asmarani di Jakarta. 9 Desember 2019. IDN Times/Syarifah Noer Aulia

Magdalene.co lahir dari keresahan Devi dan Hera atas media-media kala itu yang kurang ‘mendidik’ perempuan. Media khususnya media perempuan lebih banyak memberitakan gaya hidup berfokus pada tampilan fisik. Devi menganggap sangat eksklusif, karena model model yang ditampilkan hanya yang berparas menawan dan tidak mewakili perempuan perempuan Indonesia timur.

Kala itu pula media media nasional dikuasai oleh pemodal yang juga duduk menjabat pemerintahan sehingga menimbulkan keraguan dalam masyarakat atas keberimbangan berita yang disuguhkan, tidak mewakili golongan tertentu.

“Saya menginginkan konten-konten tentang perempuan cerdas, berani bersuara, mewakili kaum minoritas” ujar Devi yang juga pernah menjadi wartawati koran Singapura The Straits Times.

2. Devi sempat mengalami pelecehan seksual saat bertugas di daerah yang kental dengan etika agamanya

Devi Asmarani, Ciptakan Wadah untuk Perempuan Bersuara  #AkuPerempuan Devi Asmarani di Jakarta. 9 Desember 2019. IDN Times/Syarifah Noer Aulia

Dulu dan kini seolah tak menjadi batasan kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi pada perempuan. Momen yang gencar yang tengah menjadi sorotan yakni saat penyelenggaraan konser musik. Perempuan kerap menjadi korban kekejaman para pelaku. Ada bermacam-macam bentuknya baik verbal maupun non-verbal.

Situasi yang gelap dan tak terkendali seakan jadi sasaran empuk pelaku melancarkan aksinya. Mulai dari suitan, sentuhan, dan paling parah pemerkosaan. Sayangnya, para penyintas maupun lingkungannya menganggap ini adalah hal biasa. Seharusnya perempuan lebih berani bersuara dan menutup kesempatan pelaku untuk melakukan hal yang sama lagi dan lagi.

Tak hanya jadi pendengar dan peduli akan nasib sesama perempuan, Devi yang kala itu masih jurnalis muda, pernah mendapatkan pengalaman pelecehan oleh salah satu pejabat tinggi negeri ini di hadapan banyak orang. Saat itu Devi tengah meliput Gus Dur di salah satu masjid terbesar di Aceh. Lokasi dipenuhi ratusan masyarakat yang ingin berjumpa dengan Gus Dur. Tiba-tiba dari belakang bokong Devi dipegang, sontak Devi berteriak karena merasa tak nyaman.

“Karena merasa dirugikan saya berteriak dan menjelaskan apa yang terjadi pada saya. Inilah yang ingin saya sampaikan pada perempuan di luar sana, ayo berani bersuara, jangan diam saja! Ketakutan dan kekhawatiran kamu tak akan pernah berujung dan justru akan mendatangkan penyintas lainnya,” Cerita Devi saat ditemui di Plaza Indonesia, Jakarta, Senin (9/12).

3. Survei 93 persen responden perempuan tidak melaporkan pengalaman kekerasan seksual yang dialaminya

dm-player
Devi Asmarani, Ciptakan Wadah untuk Perempuan Bersuara  #AkuPerempuan Devi Asmarani di Jakarta. 9 Desember 2019. IDN Times/Syarifah Noer Aulia

Magdalene.co pernah mengadakan survei daring tentang kekerasan dan pelecehan seksual yang mereka alami. Hasilnya adalah bahwa hanya tujuh persen perempuan yang berani bersuara bahwa ada kesewenangan terhadap perempuan. “Pada dasarnya perempuan dewasa ini hidup di tengah budaya patriarki. Perempuan masih ditentukan oleh budaya patriarki,” tutur lulusan University of North Alabama ini. 

Menurut Devi ada tiga alasan mengapa pelecehan dan kekerasan seksual kerap terjadi. Pertama, hukum di Indonesia tidak berpihak pada perempuan. Kedua, sistem dan aparatur tidak berpihak pada perempuan (penyintas). Ketiga, budaya kental patriarki di mana penyintas harus dinikahkan dengan pelaku. Penyintas akan diasingkan dari masyarakat apabila pengalaman pelecehannya diketahui khalayak ramai.

Baca Juga: Kisah Inspiratif Angkie Yudistia, Teman Tuli yang Berprestasi

4. Barisan perempuan-perempuan hebat yang mengiringi perjuangan Devi untuk membela hak perempuan

Devi Asmarani, Ciptakan Wadah untuk Perempuan Bersuara  #AkuPerempuan Devi Asmarani di Jakarta. 9 Desember 2019. IDN Times/Syarifah Noer Aulia

Ketika ditanya tentang sosok perempuan inspirasi, Devi mengaku kagum dengan Raden Ajeng Kartini. “Kedengarannya klise, tetapi saya suka dengan pemikiran beliau. Selain itu saya juga mengagumi Ruth Bader Ginsburg, Hakim Agung Amerika Serikat."

Devi menambahkan sosok perempuan hebat bisa saja seorang tukang jamu, guru Taman Kanak-kanak, astronot, apa pun. Asalkan perempuan tersebut menyadari kelebihan yang dimilikinya hingga kemudian menggunakannya untuk mengangkat harkat martabat perempuan lain demi kebaikan bersama.

Nama Magdalene.co sendiri terinspirasi dari sosok perempuan di Alkitab yaitu Maria Magdalena. Ada anggapan bahwa Magdalena adalah seorang pelaku prostitusi. Dari Magdalena lah, Devi dan sahabatnya terinspirasi bagaimana perempuan kerap dianggap rendah, dinomorduakan. “Pengalaman perempuan sering bentrok dengan persepsi yang dibentuk oleh masyarakat umum tentang perempuan itu sendiri,” ujar Devi.

5. Berkat kerja keras, Devi memperoleh SK Trimuti tahun lalu

Devi Asmarani, Ciptakan Wadah untuk Perempuan Bersuara  #AkuPerempuan Devi Asmarani di Jakarta. 9 Desember 2019. IDN Times/Syarifah Noer Aulia

Atas konsistensinya menyuarakan perempuan untuk berani bersuara serta melawan kekerasan dan pelecehan seksual, Devi Asmarani lewat Magdalene.co diapresiasi penghargaan dari Alianis Jurnalis Independen (AJI) yaitu SK Trimurti tahun 2018.

Mariana Amirudin, Komisioner KOMNAS yang menjadi salah satu juri menilai Magdalene.co fokus mengangkat tema isu perempuan juga isu agama dan politik identitas di tengah maraknya intoleransi lewat media daring juga podcast.

Buah dari kerja keras dan pengorbanan Devi dan tim sejak 2013. “Mulai dari merogoh kantung pribadi, harus bagi waktu dengan pekerjaan kantoran, belum bisa bayar gaji staf dengan layak. Namun, itu jangan sampai mematikan idealisme saya dan teman-teman untuk menyelamatkan teman teman perempuan lain,” terang Devi yang lebih suka menyebut magdalene.co sebagai media independen.

Pesan Devi untuk perempuan di luar sana, "Jangan takut menjadi diri sendiri, tidak perlu menjadi pribadi yang terus memaksa agar memuaskan orang lain. Jadilah yang terbaik dari diri sendiri." pungkasnya.

Baca Juga: Kisah Inspiratif Elizabeth Taylor, Ikon Kecantikan Dunia yang Pemberani

Topik:

  • Pinka Wima

Berita Terkini Lainnya