4 Fakta Memilukan tentang Kematian Saat Free Solo

Panjat tebing bebas atau free solo adalah sebuah aliran panjat tebing tanpa menggunakan tali dan alat pengaman dengan memadukan atletisme dan kekuatan mental. Bagi sebagian orang, free solo memberikan tantangan sekaligus bahaya yang sebanding.
Sebagian yang lain melihat bahwa free solo mendorong diri kita untuk berada di "momen" tersebut dan mengingatkan akan rapuhnya hidup seseorang. Berikut adalah empat fakta tentang para pemanjat free solo dengan berbagai keahliannya dan di balik pemanjatan mereka yang berujung dibayar dengan nyawa.
1. Daya tarik yang harus dibayar mahal

Melakukan free solo adalah tentang kebebasan dan fokus tertinggi pada diri sendiri, memberikan hubungan yang murni antara tebing dan para pemanjat. Ialah John Bachar, seorang legenda pemanjat free solo yang memiliki keahlian dan keberanian tinggi. Namun, ia tidak bisa lepas dari bahaya yang sesungguhnya mengintai. Pada tahun 2009, ia jatuh hingga tewas saat mendaki di Mammoth Lakes, California.
Kematian John Bachar mengejutkan dunia panjat tebing. Bachar dikenal selalu memilkki persiapan yang matang dan memanjat dengan sangat terkontrol. Namun, free solo tidak menyisakan ruang untuk ketidaksempurnaan. Faktor-faktor lain seperti batuan jatuh, tergelincir, ataupun cuaca yang tiba-tiba berubah yang bisa berakibat fatal.
2. Kecelakaan lebih sering terjadi di hari yang biasa

Kamu salah jika berpikir kecelakaan dalam free solo terjadi pada waktu yang spesial atau mungkin direkam ketika syuting film dokumenter. Sebaliknya, seringnya kecelekaan terjadi di hari yang biasa dalam rute rutin. Ueli Steck, yang terkenal dengan sebutan "The Swiss Machine" karena kecepatan dan presisinya. Pada tahun 2017, ia jatuh tewas di Nuptse, dekat Gunung Everest untuk melakukan pendakian yang ambisius. Kejatuhannya yang fatal itu terjadi bukanlah ketika proses syuting melainkan pada saat tahap persiapan.
3. Pahlawan yang tak dikenal

Ketika kita mendengar para pemanjat free solo seperti John Bachar, Ueli Steck, atau yang masih hidup Alex Honnold, tetapi lebih banyak dari para pemanjat free solo justru tidak dikenal oleh publik. Para pemanjat ini jauh dari sorotan publik dan hanya didorong oleh hasrat mereka dalam memanjat. Mereka cenderung melakukan olahraga ekstrem ini sendirian. Salah satunya adalah Austin Howell, seorang pemanjat free solo yang membagikan pengalamannya secara daring. Pada tahun 2019, secara tragis ia terjatuh ketika memanjat di Carolina Utara.
Austin Howell memang tidak sedemikian terkenal seperti Alex Honnold, tetapi dedikasinya pada olahraga ini sangat dekat dan beresonansi dengan pengikutnya di internet. Kematiannya menarik perhatian kita bahwa di luar sana banyak pemanjat yang jauh dari sorotan media, tetapi tetap berdedikasi untuk mendobrak batas-batas kemampuan manusia pada umumnya.
4. Tentang penerimaan dan pencapaian

Para pemanjat free solo memiliki cara menghadapi kematian yang berbeda dengan orang lain. Mereka paham betul bahwa sedikit kesalahan saja dapat mengakhiri hidup mereka. Meski begitu mereka tetap terus memanjat. Demikian pula, Dan Osman yang terkenal dengan free solo dan prestasi olahraga ekstremnya. Ia meninggal pada tahun 1998 ketika talinya putus saat melakukan terjun bebas yang seharusnya terkendali.
Osman, dan pemanjat lainnya menginspirasi publik untuk mengejar hasrat sembari menerima bahwa kita sangat dekat dengan kematian. Kepergian mereka sangat berdampak bagi komunitas untuk terus mendefinisikan makna dari mendobrak batas dan sebuah penerimaan tentang hidup yang begitu rapuh.