5 Sebab Celana Dalam Pria Mahal dan Modelnya Itu-itu Saja

- Celana dalam pria didesain dengan fokus pada kenyamanan dan fungsi, bukan estetika, menggunakan bahan berkualitas tinggi seperti katun premium atau spandeks elastis.
- Permintaan pasar yang konservatif membuat produsen enggan bereksperimen dengan desain baru, memilih untuk memproduksi model-model yang sudah terbukti laku di pasaran.
- Industri pakaian dalam pria lebih terpusat pada produksi massal dengan branding kuat, menjadikan harga celana dalam pria lebih tinggi meskipun desainnya monoton.
Jika dibandingkan dengan pakaian dalam wanita yang penuh variasi dalam desain, warna, dan bentuk, celana dalam pria cenderung terlihat monoton. Modelnya itu-itu saja, pilihan warnanya terbatas, dan harga jualnya seringkali tidak murah. Fakta lapangan ini mungkin menimbulkan pertanyaan: mengapa celana dalam pria bisa semahal itu, padahal desainnya tidak banyak berubah? Kenyataan ini tentu menarik untuk dikaji lebih jauh.
Walaupun banyak yang beralasan jika kebanyakan pria tidak mau ambil pusing dengan busana yang seragam sehingga cenderung lebih monoton dan terlihat sama dalam semua model bahkan cenderung terlihat simpel dan tidak sekompleks pakaian dalam perempuan, ternyata ada berbagai faktor yang menyebabkan celana dalam pria harganya relatif mahal dan kurang bervariasi dalam segi model. Berikut lima penyebab utamanya yang bisa kamu pahami lebih dalam.
1. Mengutamakan fungsi dan kenyamanan

Celana dalam pria dirancang dengan prioritas utama pada kenyamanan, bukan gaya. Bagian vital pria membutuhkan penyangga yang baik agar tetap dalam posisi aman dan tidak terganggu saat beraktivitas. Sehingga bahan dan desainnya lebih fokus pada aspek ergonomis dan fungsional, bukan estetika. Ini tentu berbeda dengan tren pada celana dalam wanita yang lebih mengejar nilai artistik dan penampilan visual.
Untuk menciptakan kenyamanan maksimal, produsen harus menggunakan material berkualitas tinggi seperti katun premium, modal, atau spandeks elastis. Proses desain dan pemilihan bahan ini tentu berdampak pada harga jual akhir. Celana dalam yang benar-benar nyaman dan tahan lama memerlukan investasi dalam riset dan pengujian, sehingga tidak heran jika harga jualnya jadi lebih tinggi.
2. Variasi model yang terbatas

Monotonya model celana dalam pria bukan semata karena produsen malas berinovasi, melainkan karena permintaan pasar yang memang cenderung konservatif. Banyak pria lebih nyaman dengan model klasik seperti boxer briefs, trunks, atau brief biasa, dan enggan mencoba model yang lebih eksperimental. Kebiasaan ini menyebabkan inovasi dalam dunia mode celana dalam pria berjalan lambat.
Produsen pun akhirnya memilih untuk memproduksi model-model yang sudah terbukti laku di pasaran. Mereka enggan mengambil risiko menciptakan desain baru yang mungkin tidak diterima konsumen. Akibatnya, pasar celana dalam pria stagnan dari segi desain, dan ini membuat pilihan model terlihat monoton dari waktu ke waktu.
3. Menggunakan bahan yang berkualitas

Tidak seperti celana dalam perempuan yang seringkali dibuat dengan perpaduan renda atau bahan sintetis ringan, celana dalam pria rata-rata dibuat dengan bahan berkualitas tinggi dan tahan lama. Katun combed, katun pima, hingga serat bambu sering digunakan untuk memberikan kenyamanan dan ketahanan ekstra. Bahan-bahan ini bukan hanya awet, tetapi juga mampu menyerap keringat dengan baik dan menjaga sirkulasi udara di area sensitif.
Harga bahan-bahan tersebut tentu lebih mahal dibandingkan bahan standar. Celana dalam pria harus mampu digunakan dalam berbagai kondisi, mulai dari duduk seharian, berolahraga, hingga tidur. Ketahanan bahan menjadi kunci utama, dan ini membutuhkan kualitas produksi yang tinggi, baik dalam hal jahitan, elastisitas pinggang, maupun teknik finishing-nya.
4. Produksi massal dan tidak fokus pada perubahan tren

Industri pakaian dalam pria lebih terpusat pada produksi massal dalam jumlah besar dengan model yang seragam. Ini berbeda dengan pasar perempuan yang menawarkan personalisasi tinggi melalui berbagai gaya, warna, dan edisi terbatas. Karena skalanya besar dan terfokus pada model yang sama, produsen tidak merasa perlu untuk bereksperimen atau memecah lini produksi demi variasi desain.
Proses produksi massal memang menekan biaya dalam beberapa hal, tapi tidak membuka ruang untuk kreativitas desain. Sehingga celana dalam pria terlihat “itu-itu saja” di pasaran. Bahkan jika ada desain baru, biasanya tetap mengacu pada potongan dasar yang sudah ada, hanya diberi sedikit perubahan warna atau motif, yang terkadang bahkan tidak terlalu mencolok.
5. Banyak brand terkenal yang memproduksi celana dalam pria

Beberapa merek pakaian dalam pria yang terkenal, seperti Calvin Klein, Tommy Hilfiger, atau Emporio Armani, tidak hanya menjual celana dalam sebagai kebutuhan dasar, tetapi juga sebagai simbol status dan gaya hidup. Branding yang kuat ini ikut mendorong harga produk menjadi lebih tinggi, meskipun desainnya tampak biasa. Logo di pinggang atau kualitas bahan menjadi nilai jual utama dari produk tersebut.
Nama produk dari merek-merek eksklusif ini biasanya menekankan aspek premium seperti kemasan elegan, pengujian kenyamanan, dan produksi berstandar tinggi. Meski terkesan mahal, namun berhasil membuat konsumen bersedia membayar lebih demi kualitas dan kepercayaan terhadap brand, bukan semata karena bentuk atau variasi desainnya.
Walau dari luar tampak sederhana, celana dalam pria menyimpan banyak pertimbangan penting dalam proses produksinya. Mulai dari kenyamanan, pemilihan bahan berkualitas, hingga citra brand, semua turut memengaruhi harga dan tampilan produk. Tidak heran jika akhirnya celana dalam pria terlihat monoton namun tetap dibanderol dengan harga yang tidak murah.