Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara tiba untuk menjalani pemeriksaan perdana di gedung KPK, Jakarta, Rabu (23/12/2020) (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)
Kasus ini dimulai dari adanya pengadaan bansos penanganan COVID-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial (Kemensos) pada tahun 2020, dengan jumlah Rp5,9 triliun. Setelah itu ada 272 kontrak dan dilaksanakan dengan dua periode.
Juliari Batubara kemudian menunjuk Matheus dan Adi Wahyono sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk melaksanakan proyek tersebut. Mereka menunjuk langsung para pihak yang menjadi rekanan.
"Dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS (Matheus). Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh MJS (Matheus) dan AW (Adi) sebesar Rp10 ribu per paket sembako, dari nilai Rp300 ribu perpaket bansos," jelas Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers yang disiarkan akun YouTube KPK, Minggu 6 Desember 2020.
Mei hingga November 2020, Matheus dan Adi kemudian membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan. Mulai dari Ardian, Harry dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus. Penunjukkan PT RPI sebagai salah satu rekanan juga diduga diketahui Juliari dan disetujui oleh Adi Wahyono.
Juliari diduga menerima suap sebesar Rp17 miliar. Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama, Juliari diduga menerima uang sebesar Rp8,2 miliar. Sedangkan periode kedua, Juliari diduga menerima uang Rp8,8 miliar.