4 Alasan di Balik Nama Lailatul Qadar dan Cara Terbaik Menyikapinya

Jakarta, IDN Times – Dalam Al-Qur’an, Allah SWT telah secara jelas menyebut adanya suatu malam kemuliaan yang lebih baik daripada sebulan, atau selama ini dikenal dengan malam lailatul qadar.
Malam lailatul qadar merupakan malam di mana Al-Qur'an turun untuk pertama kali, sebagai wahyu untuk Nabi Muhammad SAW agar dapat membimbing umat muslim kelak. Dari sinilah, kemuliaan malam lailatul qadar itu hadir.
Keistimewaan tersebut telah tertulis sebagai firman Allah SWT dalam Al-quran seperti berikut:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (١) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (٢) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (٣)
Artinya, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam qadar. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.” (QS Al-Qadr: 1-3).
Lantas, mengapa malam tersebut disebut dengan lailatul qadar serta memiliki kemuliaan luar biasa di dalamnya? Dilansir dari laman nu.or.id, berikut penjelasannya:
1. Alasan dinamakan lailatul qadar berdasarkan pendapat ulama
Imam Al-‘Iraqi dalam kitab Syarhus Sadri bi Dzikri Lailatil Qadri mengatakan setidaknya ada 4 pendapat ulama yang menjelaskan tentang makna di balik penamaan lailatul qadar.
Pertama, karena pada malam tersebut Allah SWT menetapkan rezeki, ajal, dan kejadian alam pada tahun setelahnya sebagaimana arti qadr salah satunya adalah takdir.
Pendapat ini didukung oleh ayat Al-quran berikut:
فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ
Artinya, “Pada (malam itu) dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah” (QS Ad-Dukhan: 4).
Kedua, karena malam itu termasuk sebagai malam yang sangat agung dan dan mulia, didukung oleh salah satu arti qadr yaitu kemuliaan. Hal ini terkait dengan ayat Al-Qur'an yaitu QS Al-Qadr ayat satu sampai ayat tiga.
Ketiga, karena malam tersebut memiliki keutamaan luar biasa, terutama bagi orang-orang yang menjalankan ibadah dan mendekatkan diri pada Allah SWT. Selain itu, keutamaan ini tidak bisa ditemukan selain di bulan Ramadan.
Keempat, karena setiap kebaikan yang dilakukan pada malam tersebut mempunyai nilai lebih dibanding dengan ibadah di waktu lain serta termasuk sebagai pemberian khusus kepada umat Nabi Muhammad.
2. Barang siapa berjumpa dengan lailatul qadar, dianjurkan untuk tidak menyombongkannya
Lailatul qadar sebagai malam yang agung, penuh kemuliaan bahkan lebih dari seribu bulan, tentulah menjadi idaman bagi setiap umat muslim yang beriman dan bertaqwa. Meski semua orang ingin menjumpainya, nyatanya hanya umat terpilih saja yang bisa menemukannya.
Namun, perlu diingat bahwa bagi siapa saja yang berkesempatan untuk berjumpa dengan malam lailatul qadar, sebaiknya tidak menceritakan kepada siapa pun. Hal ini dianjurkan untuk menjaga pahala serta kemuliaan malam tersebut.
Sesungguhnya tidak ada yang mengetahui jelas kapan waktu pasti terjadinya lailatul qadar. Dengan demikian, barangsiapa yang sungguh-sungguh ingin bertemu lailatul qadar, pastilah akan beribadah setiap hari dengan ikhlas dan tidak hanya mencari pahala lailatul qadar semata.
3. Dua alasan untuk tidak menyombongkan lailatul qadar
Selain karena hanya orang terpilih saja yang dapat berjumpa dengan lailatul qadar, sesungguhnya ada pula alasan lain yang juga menjadi manfaat apabila tidak menyombongkan lailatul qadar, yakni:
Pertama, selamat dan terhindar dari sifat ingin dipuji oleh orang lain yang justru akan merusak pahala menemukan lailatul qadar. Kedua, orang yang merahasiakan perjumpaan dengan lailatul qadar akan aman atau dijauhkan dari sifat hasut (dengki) dan kebencian dari orang lain.
4. Tanda-tanda lailatul qadar bagi orang-orang terpilih
Meski tidak ada yang mengetahui persis waktu terjadinya lailatul qadar, Allah SWT dengan segala kebesaran-Nya menghadirkan tanda-tanda lailatul qadar di muka bumi. Tanda-tanda ini sejatinya hanya dapat dilihat dan dirasakan oleh orang-orang terpilih yang akan berjumpa dengan lailatul qadar.
Syekh Abil Fadl al-Ghumari dalam kitab Ghayatul Ihsan menjelaskan tanda-tanda tersebut terbagi menjadi empat pendapat, yakni sebagai berikut:
- Pertama, yang bisa menemukan lailatul qadar hanyalah orang-orang yang sedang melakukan sujud.
- Kedua, tampaknya cahaya pada setiap sudut tempat, bahkan tempat-tempat yang gelap gulita.
- Ketiga, mendengar suatu panggilan dari malaikat.
- Keempat, tanda-tandanya adalah diterimanya doa orang yang menemukan lailatul qadar.
Selain itu, Imam at-Thabrani menganggap bahwa berbagai tanda-tanda tersebut tidak dapat dipastikan nyata adanya, karena untuk menemukan lailatul qadar tidak diharuskan melihat sesuatu ataupun mendengarnya.