TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

ICW: Korupsi Bansos COVID-19 Juliari Batubara Cs Biadab!

Kasus korupsi bansos COVID-19 dinilai ditangani secara buruk

Juliari Batubara. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Jakarta, IDN Times - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai kasus korupsi bantuan sosial (Bansos) untuk penanganan COVID-19 yang dilakukan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara dan kawan-kawan biadab. Sebab, hal itu dilakukan ketika pandemik COVID-19 dan ekonomi Indonesia sedang anjlok.

Kurnia mengatakan beberapa hari sebelum pejabat Kementerian Sosial terjaring operasi tangkap tangan (OTT) dan Juliari menyerahkan diri, kasus COVID-19 di Indonesia telah menembus 543 ribu kasus dan 17 ribu di antaranya telah meninggal dunia. Selain itu, perekonomian Indonesia saat itu tengah terpuruk karena mengalami resesi.

"Maka dari itu dari segi ekonomi dan kesehatan merosot tajam dan di waktu yang sama justru pejabat publik kita menjadikan program bansos jadi bancakan korupsi," ujar Kurnia dalam siaran langsung kanal YouTube Sahabat ICW pada Senin (12/7/2021).

"Maka dari itu, kita pertanyakan moral dari pejabat publik tersebut yang tega-teganya yang bisa menjadikan program bansos sebagai bancakan korupsi," tambahnya.

Baca Juga: COVID-19 di DKI Mengganas, Juliari Bakal Sidang Daring Kasus Bansos

1. ICW sebut penangan kasus korupsi bansos COVID-19 oleh KPK buruk

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana (ANTARA News/Fathur Rochman)

Menurut ICW, masyarakat sempat punya ekspektasi tinggi ketika kasus korupsi bansos COVID-19 di lingkungan Kemensos terungkap pada Desember 2020. Namun, Kurnia menilai penanganan kasus ini sangat buruk, bahkan yang terburuk di sepanjang kepemimpinan Ketua KPK Firli Bahuri pada 2020.

"Tentu kontras terlihat mestinya kasus yang mendapat perhatian publik, berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, tetapi penegak hukum gak hadir di sana untuk memastikan penanganan perkaranya objektif, independen, dan profesional," ujar Kurnia.

2. Ada beberapa faktor yang buat ICW menilai penanganan kasus korupsi bansos buruk

Ilustrasi Koruptor (IDN Times/Mardya Shakti)

Kurnia mengungkapkan ada sejumlah alasan mengapa ICW menilai penanganan kasus korupsi bansos COVID-19 sangat buruk. Pertama, ada sejumlah saksi yang terlambat dan tak pernah dipanggil dalam penyidikan.

Sebagai contoh, kata Kurnia, adalah Ihsan Yunus. Mantan Wakil Ketua Komisi VIII ini baru dipanggil satu bulan setelah satu bulan OTT KPK. Lalu, ada pula Herman Hery. Herman tidak pernah dipanggil dalam penyelidikan. Ia pernah dipanggil KPK, tapi bukan dalam rangka penyelidikan.

"Semestinya dalam konteks penyidikan perkara suap itu sudah bisa dipanggil pihak-pihak tersebut, tidak mesti menunggu proses penyelidikan yang kita tidak tahu dalam rangka apa dalam konteks apa KPK membuka lembaran baru," terang Kurnia.

Selain itu, ICW juga mengkritik proses penggeledahan untuk mencari barang bukti. Kurnia mengungkapkan bahwa tim penyidik KPK beberapa kali pulang dengan tangan hampa ketika melakukan penggeledahan di kantor atau rumah orang-orang terkait perkara bansos COVID-19.

"Maka dari itu wajar jika pulik menduga apakah ada kebocoran informasi saat KPK akan menggeledah beberapa tempat dalam program bansos ini. Itu yang sampai saat ini yang ditanyakan publik pada KPK," ujarnya.

Kurnia mengatakan, ketika KPK melimpahkan berkas perkara ke persidangan, ada nama politisi-politisi yang tak disebutkan dalam surat dakwaan Juliari Batubara. Menurutnya hal tersebut janggal, karena sebelum pelimpahan berkas perkara, KPK sempat melakukan rekonstruksi yang menjelaskan keterlibatan beberapa pihak.

"Satu yang disebut adalah Agustri Yogasmara, dia adalah operataor Ihsan Yunus, mendapatkan uang miliaran dan sepeda Brompton," jelas Kurnia.

Baca Juga: Gugatan Korban Bansos Rp16,2 Juta ke Juliari Batubara Ditolak Hakim

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya