TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ade Armando: Tim Panel DJSN Akui SAB Lakukan Maksiat

DJSN tidak memberikan keterangan secara terbuka

IDN Times/Indiana Malia

Jakarta, IDN Times - Tim Panel Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) akhirnya mengakui mantan anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, SAB, telah berbuat maksiat dan melanggar nilai agama atau kesusilaan. Hal itu tercantum dalam Surat No.49/DJSN/II/2019 perihal Penyampaian Kutipan Hasil Pemeriksaan Tim Panel DJSN.

Namun demikian, Koordinator Kelompok Pembela Kekerasan Seksual (KPKS) Ade Armando menemukan beberapa kejanggalan. Kendati Tim Panel DJSN mengakui perbuatan SAB, namun pemeriksaan kasus pemerkosaan yang mengorbankan mantan sekretarisnya, RA, tidak dilanjutkan lagi.

Baca Juga: Korban Pemerkosaan Oknum Dewan BPJS TK Akan Kirim Surat ke Presiden 

1. Keppres Nomor 12 tahun 2019 jadi landasan penghentian pemeriksaan

Antara Foto/Insan Faizin Mub

Ade mengatakan, Tim Panel DSJN menghentikan pemeriksaan laporan RA berlandaskan terbitnya Keppres Nomor 12 tahun 2019 tentang Pemberhentian Anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan atas nama SAB.

"Bagi kami, situasi ini merupakan kesalahan, tidak cermat sekaligus kejahatan institusional yang dilakukan DJSN. SAB dilindungi dari kewajiban pertanggungjawabannya semasa dia menjabat di Dewas BPJS TK," tutur Ade di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (19/2).

2. DJSN tidak memberikan keterangan secara terbuka

IDN Times/Indiana Malia

Bahkan, lanjut Ade, RA harus meminta surat keterangan dari DJSN terkait penghentian proses pemeriksaan. Dengan kata lain, DJSN tidak memberikan keterangan secara terbuka hasil dari sidang panel.

Jika pemberhentian Tim Panel dikaitkan dengan surat pengunduran diri SAB sebagai dasar munculnya Keppres Nomor 12 tahun 2019, tidak termuat bukti bahwa SAB mengakui sejumlah pelanggaran. Namun, dalam surat pengunduran diri tersebut SAB menyatakan mundur agar fokus menyelesaikan kasus hukum yang menjeratnya.

"Penghentian pemeriksaan oleh DJSN atas laporan RA adalah tindakan ilegal. Surat pengunduran diri SAB tidak dapat dijadikan dasar pemberhentian karena isi surat tidak menjelaskan pengakuan kesalahan SAB, salah satunya kekerasan seksual terhadap RA," kata Ade.

3. Surat DJSN dapat dijadikan acuan penarikan Keppres Nomor 12 tahun 2019

IDN Times/Fitria Madia

Ade menambahkan, surat DJSN seharusnya dapat dijadikan acuan penarikan Keppres Nomor 12 tahun 2019. Sebab, terbukti bahwa SAB melakukan perbuatan maksiat yang melanggar nilai agama, kesusilaan, dan adat.

"Surat ini harusnya dapat jadi acuan DJSN memberikan rekomendasi maupun surat kepada presiden bahwa SAB melakukan perbuatan tercela. Ini dapat jadi dasar penarikan Keppres tersebut," jelasnya.

4. SAB dinonaktifkan oleh Dewan Pengawas sebelum mengundurkan diri

unsplash.com/Vidhyaa Chandramohan

Sebelumnya, SAB menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai anggota dewan pengawas. Hal itu dilakukannya agar fokus terhadap proses hukum. Saat ini surat pengunduran diri tersebut tengah diajukan kepada Presiden, Kemenkeu, Kemnaker, dan ketua BPJS.

"Saya menyatakan mundur agar dapat fokus dalam upaya menegakkan keadilan melalui jalur hukum. Tuduhan yang diberikan pada saya tidak benar, dan fitnah keji," kata SAB.

Sementara itu, Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Guntur Witjaksono, mengatakan SAB sudah dinonaktifkan dari jabatannya sebelum akhirnya mengundurkan diri. "Wewenang saya hanya menonaktifkan. Memberhentikan itu wewenang presiden," jelas Guntur.

Selain memberikan tindakan kepada SAB, Dewan Pengawas juga sempat memberikan skorsing selama 30 hari kepada RA lantaran sikapnya yang mereka nilai telah mengumbar hal tak senonoh terkait kasus tersebut.

Baca Juga: Demi Harga Diri, Korban Pemerkosaan Oknum BPJS TK Tuntut Rp1 Triliun

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya