Kemen PPPA Dukung Hukuman Mati dan Kebiri Terhadap Herry Wirawan
Kemen PPPA ajak semua pihak mengawal proses hukum
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendukung tuntutan hukuman mati dan kebiri yang diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap pelaku kasus kekerasan seksual di Pondok Pesantren di Cibiru, Kota Bandung, Herry Wirawan yang memperkosa belasan santri bahkan hingga melahirkan.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar menjelaskan, jenis kejahatan yang telah dilakukan pelaku dapat dikategorikan sebagai kejahatan serius sehingga tuntutan JPU terhadap pelaku sudah sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
“Kami menghormati tuntutan yang diajukan oleh JPU karena sudah sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku, sesuai dengan implementasi Pasal 81 ayat (1), ayat (3) dan (5) jo Pasal 76D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,” ujar Nahar dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (15/1/2022).
Baca Juga: Menteri PPPA Harap Tuntutan Jaksa pada Herry Wirawan Dikabulkan Hakim
1. Kondisi korban tak berdaya atas kuasa pelaku
Nahar menjelaskan, pada dasarnya Kemen PPPA menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, khususnya hak hidup yang merupakan salah satu hak asasi manusia yang paling mendasar. Di sisi lain, Kemen PPPA juga mengecam keras segala bentuk kekerasan terhadap anak, baik kekerasan fisik, emosional dan seksual, kapanpun, dimanapun dan oleh siapapun.
Dalam kasus kejahatan seksual yang dilakukan pelaku, perbuatannya masuk kategori kekerasan seksual dengan mengacu kepada konvensi PBB yang menentang penyiksaan yang tidak manusiawi dan dilakukan terhadap anak didik perempuan asuh yang berada dalam relasi kuasa.
“Dalam kondisi demikian, anak-anak tidak berdaya karena dalam tekanan pelaku dan kedudukan pelaku selaku pendiri pengasuh sekaligus pemilik pondok pesantren,” ujar Nahar.
Editor’s picks
Baca Juga: Kekerasan Seksual Jadi Dosa Besar di Dunia Pendidikan Indonesia