TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mortir Serbia untuk KKB, LBH Papua Minta Presiden Jokowi Audit BIN 

LBH Papua minta Polri tangkap pembeli mortir

TPNPB-OPM klaim TNI-Polri jatuhkan bom mortir ke perkampungan di Distrik Kiworok. (Dok. TPNPB-OPM)

Jakarta, IDN Times - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua meminta Presiden Joko “Jokowi” Widodo melakukan audit terhadap Badan Intelijen Negara (BIN), atas dugaan pengadaan dan penggunaan mortir dalam penanganan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Pegunungan Papua.

Permintaan ini dilakukan berdasarkan laporan kelompok pemantau yang berbasis di London, Conflict Armament Research (CAR) yang menyebut BIN telah membeli 2.500 mortir dari Serbia lewat PT Pindad.

Mortir tersebut ditemukan dalam serangan di Kiwirok pada 2021, setelah Kepala BIN Papua, Brigjen TNI Putu IGP Dani Nugraha Karya, tewas ditembak KKB di Beoga, Kabupaten Puncak, Papua, Minggu 25 April.

“Presiden Republik Indonesia segera melakukan audit Badan Intelijen Negara dan umumkan hasil audit BIN secara terbuka, sesuai dengan asas keterbukaan publik,” ujar Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (9/6/2022).

Baca Juga: KKB Ungkap Alasan Tembaki Pesawat Sam Air di Bandara Kenyam Papua

1. LBH Papua dorong pemerintah untuk menegakkan hukum kepada BIN

Lambang Badan Intelijen Negara. (twitter.com/binofficial_ri)

Emanuel menjelaskan, sejak 1951, sebagaimana diatur dalam UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951, Indonesia telah memiliki ketentuan yang melarang tindakan memasukkan ke Indonesia membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak.

Pada praktiknya, lanjut Emanuel, apabila ditemukan ada warga negara ataupun badan hukum yang melakukan salah satu tindakan tersebut, maka bisa diproses karena melanggar hukum.

Untuk diketahui bahwa selama ini dalam kasus senjata api di Papua sudah banyak masyarakat sipil yang proses hukum, baik yang terbukti tindak pidananya maupun yang menjadi korban kriminalisasi menggunakan Pasal 1 ayat (1), UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

“Sebagaimana yang dialami oleh Abet Telenggen yang dituntut dihukum penjara 1 tahun 6 bulan, namun majelis hakim memutuskan bebas, karena Abeth tidak tahu-menahu tentang transaksi uang yang dikirim itu digunakan untuk apa, sebagaimana dalam Putusan Pengadilan Negeri Jayapura Nomor Perkara : 539/Pid.Sus/2021/PN Jap,” ujar Emanuel.

2. BIN tidak memiliki wewenang untuk membeli alutista

Potret markas TPNPB-OPM di Puncak Papua pasca diserang TNI-Polri. (dok. Jubir TPNPB-OPM Sebby Sambom)

Terlebih, Emanuel mengatakan, secara hukum dapat dilihat langsung dalam ketentuan tentang Intelijen Negara yang mengatur terkait tugas BIN berdasarkan Pasal 29, UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.

Badan Intelijen Negara bertugas: a. melakukan pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang intelijen; b. menyampaikan produk intelijen sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan pemerintah; c. melakukan perencanaan dan pelaksanaan aktivitas Intelijen; d. membuat rekomendasi yang berkaitan dengan orang dan/atau lembaga asing; dan e. memberikan pertimbangan, saran, dan rekomendasi tentang pengamanan penyelenggaraan pemerintahan.

“Dengan melihat uraian huruf a sampai dengan huruf e pada Pasal 29, UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara yang tidak menyebutkan perihal membeli senjata api ataupun amunisi jenis apapun, maka sudah dapat disimpulkan bahwa secara legal BIN tidak memiliki tugas untuk membeli senjata api maupun amunisi jenis apapun,” ujar Emanuel.

Baca Juga: Serbia Konfirmasi BIN Beli 2500 Mortir demi Bombardir KKB di Papua 

3. LBH Papua minta presiden memerintahkan Polri menangkap pihak yang terlibat pembelian mortir

Jokowi tinjau food estate di Kalimantan Tengah (Dok. IDN Times/Biro Pers Kepresidenan)

Karena itu, LBH Papua juga meminta Presiden Jokowi memerintahkan Kepolisian Republik Indonesia, menangkap dan memproses hukum orang atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

“Kepala Kepolisian Republik Indonesia dilarang diskriminasi dalam penegakan UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951. DPR RI segara memeriksa Badan Intelijen Negara (BIN) dan umumkan hasil pemeriksaan secara terbuka sesuai dengan asas keterbukaan publik,” ujar Emanuel.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya