TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

16 Jenis Kekerasan Seksual yang Diatur Kemenag, Termasuk Rayu dan Siul

Diatur juga soal sanksi dan pembiaran aturan ini

ilustrasi korban. (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Kementerian Agama (Kemenag) membuat Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 Tahun 2022, tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kemenag. Beleid ini sudah diteken Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 5 Oktober 2022.

Total ada tujuh bab dalam PMA ini, yaitu ketentuan umum, bentuk kekerasan seksual, pencegahan, penanganan, pelaporan, pemantauan, dan evaluasi, sanksi, dan ketentuan penutup, serta terdiri dari 20 pasal.

"Satuan Pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan di kementerian agama meliputi madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan," bunyi pasal 1 PMA no 73 tahun 2022, dilansir Selasa (18/10/2022).

Baca Juga: Waspadai Siklus KDRT, Ledakan Kekerasan hingga Fase Bulan Madu

1. Bentuk kekerasan seksual yang diatur mulai dari verbal hingga dari gadget

Ilustrasi pornografi (IDN Times/Sukma Shakti)

Dalam pasal 2 dijelaskan bahwa pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang dimaksud punya empat tujuan, yakni mencegah dan menangani segala bentuk kekerasan seksual, melaksanakan penegakkan hukum dan rehabilitasi pelaku, wujudkan lingkungan pendidikan yang aman tanpa kekerasan seksual, serta menjamin ketidakberulangan kekerasan seksual.

Bentuk kekerasan seksual yang diatur dalam PMA ini termuat dalam pasal 5. Pada pasal 5 ayat 1 dijelaskan bahwa bentuk kekerasan seksual mencakup perbuatan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.

2. Berikut 16 klasifikasi kekerasan seksual yang diatur dalam PMA

ilustrasi kekerasan pada anak/perempuan (IDN Times/Nathan Manaloe)

Sedangkan pada pasal 5 ayat 2 dijelaskan klasifikasi kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada ayat 1, meliputi:

a. menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender Korban.

b. menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada Korban.

c. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, mengancam, atau memaksa Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual; d. menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman.

e. mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;

f. memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja;

g. menyentuh, mengusap, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium, dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban.

h. melakukan percobaan perkosaan.

i. melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin/

j. mempraktikkan budaya yang bernuansa Kekerasan Seksual

k. memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan aborsi.

l. membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual.

m. memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual.

n. mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban meskipun sudah dilarang Korban.

o. mengambil, merekam, mengunggah, mengedarkan foto, rekaman audio, dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual; dan/atau

p. melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca Juga: Soroti Kasus Lesti, KemenPPPA Minta Warga Speak Up soal Kekerasan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya