TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Hari PRT Internasional, Saatnya PRT Dapat Jaminan Perlindungan Sosial

sebagai bagian dari pemenuhan Hak Asasi Manusia

ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas

Jakarta, IDN Times - Pada 16 Juni 2022 ditetapkan sebagai Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Internasional. Komnas Perempuan berpandangan, pengakuan dan perlindungan hukum bagi PRT lewat pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan PRT adalah bagian dari pengakuan dan perlindungan kepada PRT yang didominasi oleh pekerja perempuan.

"Akibat dari ketiadaan payung hukum tentang PRT, artinya tidak ada pengakuan dan perlindungan bagi PRT serta memposisikan PRT dalam kerentanan, berpotensi mendapatkan kekerasan dalam berbagai bentuk serta tidak mendapatkan hak-haknya sesuai yang dijamin konstitusi di Indonesia," kata Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini dalam keterangannya, Kamis (17/6/2022).

Baca Juga: KSP Bakal Inisiasi Pembentukan Gugus Tugas RUU PPRT 

Baca Juga: Komnas Perempuan Desak Bamus DPR Agendakan Sidang Paripurna RUU PPRT

1. RUU PPRT belum ada kejelasan

IDN Times/Dini suciatiningrum

Hari PRT Internasional juga bertepatan dengan peristiwa ditetapkannya Konvensi ILO 189 dan Rekomendasi 201 tentang pekerjaan yang layak bagi PRT, yang diadopsi oleh Organisasi Perburuhan Internasional (International Labour Organization/ILO) pada 2011.

Penetapan Konvensi ILO 189 dan Rekomendasi 201 jadi langkah penting pengakuan akan kerja-kerja PRT dan memastikan hak PRT. Meski demikian, DPR RI telah mengeluarkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) pada 2004 yang belum juga membuahkan hasil. 

2. PRT di Indonesia mayoritas perempuan kedua setelah China

Ilustrasi pekerja rumah tangga (Dok. Istimewa)

Theresia menjelaskan, laporan ILO 2021 menyebutkan, 61,5 persen PRT di wilayah Asia dan Pasifik dikecualikan dari cakupan perundang-undangan ketenagakerjaan nasional. Sebanyak 84,3 persen berada di sektor pekerjaan informal termasuk Indonesia. 

Indonesia juga jadi negara terbesar kedua setelah China yang menyumbang profesi penduduk sebagai PRT dengan mayoritas adalah perempuan. Data ini menunjukkan bahwa ketiadaan perlindungan PRT mengarah pada feminisasi kemiskinan, tidak adanya perlindungan hukum dan sosial bagi PRT, sekaligus bentuk ketidakadilan sosial.  

3. Jaminan sosial para PRT masih jauh dari harapan

Ketua Jala PRT Lita Anggraeni saat memberikan pendidikan bagi para PRT di Mijen. Dok SPRT Semarang

Menurut Theresia, hingga kini jaminan perlindungan sosial bagi PRT masih jauh dari yang diharapkan. Survei yang dilakukan JALA PRT di enam kota terhadap 4.296 PRT (2019) menunjukkan, 89 persen PRT tidak mendapatkan jaminan kesehatan sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan 99 persen tidak memiliki jaminan sosial ketenagakerjaan.

Menurut data BPJS, pada 2021 tercatat hampir 150 ribu PRT sudah memiliki perlindungan Jamsostek yang didominasi oleh Pekerja Migran Indonesia (PMI), yakni sebanyak 147,5 ribu pekerja. Sisanya adalah pekerja yang terdaftar sebagai PRT pada kategori pekerja Bukan Penerima Upah (BPU).

"Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga sendiri tidak mengatur tentang pentingnya perlindungan sosial bagi PRT, sementara Pasal 14 UU BPJS menyatakan bahwa peserta dari program jaminan sosial yang diselenggarakan BPJS adalah setiap orang pekerja di Indonesia, bahkan orang asing yang bekerja paling singkat enam bulan," kata dia.

Baca Juga: Wasekjen PBNU: RUU PPRT Bakal Dibahas di Munas NU

Baca Juga: Kowani Desak Pemerintah Segera Sahkan RUU PPRT

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya