LBH Jakarta: Kematian Brigadir J Jadi Persekongkolan Jahat Polisi
Dugaan kuat obstruction of justice, pertontonkan kejahatan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai, apabila dalam kasus pembunuhan Brigadir J terjadi obstruction of justice atau menghalang-halangi proses hukum, maka saat ini masyarakat Indonesia tengah dipertontonkan oleh persekongkolan jahat polisi.
“Jika memang benar terjadi (obstruction of justice), maka publik saat ini sedang dipertontonkan persekongkolan jahat yang melibatkan anggota polisi dari berbagai level kepangkatan dan satuan kerja atau fungsi,” kata Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana dalam keterangannya, Selasa (16/8/2022).
Dalam penanganan kasus pembunuhan yang terjadi di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo itu, Inspektorat Khusus (Itsus) Polri telah memeriksa 63 anggota Polri. Jumlah tersebut bertambah dari sebelumnya 56 orang polisi.
Baca Juga: Komnas HAM Jelaskan soal Obstruction of Justice dalam Kasus Brigadir J
Baca Juga: Benny Mamoto: Saya Juga Korban Skenario Kebohongan Ferdy Sambo
1. Dugaan obstruction of justice coreng jargon PRESISI
Menurut Arif, hal tersebut merupakan tamparan keras yang mencoreng marwah institusi Polri. Apalagi, Polri memiliki jargon transformasi bertajuk 'Polri PRESISI' (prediktif, responsibilitas, dan transparansi ) yang apabila dikaitkan dalam kasus tersebut menjadi tidak berarti.
Kondisi tersebut juga dianggap semakin parah dengan serangkaian pernyataan Ketua Harian Kompolnas, Irjen Pol (Purn) Benny Mamoto yang dinilainya menelan mentah-mentah hingga menyebarkan skenario tembak-menembak antara Brigadir J dan Bharada E di ruang publik.
“Yang kemudian hari terbukti merupakan rekayasa untuk menutupi kejadian yang sebenarnya,” ujar dia.
Baca Juga: Istri Ferdy Sambo Sempat Kirim Foto Kondisi Brigadir J di Magelang
Baca Juga: Pembunuhan Brigadir J: 63 Polisi Diperiksa, 35 Langgar Etik