TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Komunikasi Buruk BPOM dan Kemenkes soal Gagal Ginjal Jadi Sorotan

Dorong pembentukan panja awasi obat dan makanan

Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito, dalam konferensi pers Intensifikasi Pengawasan Pangan Selama Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 2022. (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai NasDem, Irma Suryani Chaniago, menyebut kasus gagal ginjal akut pada anak juga disebabkan karena buruknya komunikasi antara Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Irma menilai akibat dua kementerian-lembaga ini tak berkomunikasi dengan baik, sempat ada kebingungan masyarakat terkait kasus gagal ginjal akut misterius ini.

“Yang ingin saya kritisi, menurut saya komunikasi antara BPOM dan Kemenkes itu buruk. Karena pernyataan BPOM dan Kemenkes ini bertolakbelakang,” kata Irma di Kompleks Parlemen, Rabu (2/11/2022).

Baca Juga: Catat! Ini Daftar Terbaru 8 Obat Sirop Berbahaya Versi BPOM 

1. Beda jawaban BPOM dan Kemenkes soal kasus gagal ginjal akut

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin (youtube.com/Sekretariat Presiden)

Irma mencontohkan buruknya komunikasi antara Kemenkes dan BPOM jelas terlihat pada perbedaan jawaban terkait penyebab kasus gagal ginjal akut.

Kemenkes, menurut Irma, seolah menyimpulkan bahwa cemaran senyawa kimia yang ditemukan dalam obat sirop anak menjadi penyebab kasus gagal ginjal akut.

Di waktu yang tak jauh berbeda, BPOM mengatakan kasus gagal ginjal akut pada anak terjadi akibat cemaran etilen glikol (EG) dalam kandungan obat sirop anak belum bisa dipastikan menyebabkan gagal ginjal akut. “Jadinya kan bikin kegaduhan di publik, yang satu ngomong A, yang satu ngomong B,” ucap Irma.

Baca Juga: BPOM: EG-DEG di Obat Sirop Yarindo 100 Kali Lipat dari Batas Aman

2. Sorot BPOM tak awasi semua bahan baku obat

Kepala Badan POM RI Penny K Lukito. (Dok. Bio Farma)

Dia kemudian menyorot pernyataan Kepala BPOM, Penny K. Lukito, yang menjelaskan bahwa pihaknya hanya melakukan pemeriksaan pada bahan baku pharmaceutical grade yang masuk dalam kategori larangan dan pembatasan (Lartas).

Sementara diketahui, bahan pelarut seperti propilen glikol (PG) dan polietilen glikol (PEG) merupakan bahan pelarut yang diimpor melalui kategori non Lartas. Akibatnya, dua senyawa itu tak masuk dalam pengawasan BPOM, melainkan pengawasan Kemendag.

“Sudah seharusnya Kemenkes, BPOM, maupun Kemendag berkoordinasi terkait hal ini,” ujar Irma.

Baca Juga: BPOM Beberkan 4 Dosa PT Yarindo dan Universal Pharmaceutical 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya