TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ferdy Sambo Divonis Mati, Jokowi: Harus Hormati Proses Hukum

Jokowi sebut pemerintah tak bisa intervensi peradilan

Presiden Joko Widodo (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Jakarta, IDN Times - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah memvonis Ferdy Sambo dengan hukuman mati, terkait pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Presiden Joko "Jokowi" Widodo mengatakan, semua pihak harus menghormati proses hukum yang ada.

"Itu sudah diputuskan, kita harus menghormati, semua harus menghormati," ujar Jokowi di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (16/2/2023).

 

Baca Juga: Wamenkumham: KUHP Baru dan Aturan Pidana Mati Tak Disiapkan Buat Sambo

Baca Juga: Pasal 100 KUHP Baru Disebut Disiapkan buat Sambo, Menkumham: Gila Aja!

1. Pemerintah tak ikut campur dalam vonis hakim

Tanggapan Presiden Jokowi mengenai Kritikan Mahasiswa terkait julukan 'The King of Lip Service' untuk Presiden Jokowi. (youtube.com/Sekretariat Presiden)

Jokowi mengatakan, pemerintah tak pernah ikut campur terhadap vonis para terdakwa. Menurutnya, hal itu memang tak diperbolehkan.

"Itu wilayahnya yudikatif, wilayahnya pengadilan. Kita tidak bisa ikut campur. Tetapi, saya kira keputusan yang ada saya melihat pertimbangan fakta-fakta, pertimbangan bukti-bukti, saya kira kesaksian dari para saksi itu menjadi penting dalam keputusan yang kemarin, saya lihat. Tetapi, sekali lagi kita tidak bisa memberikan komentar," kata dia.

Baca Juga: Vonis Mati Jenderal Sambo Akhiri Drama Pembunuhan di Duren Tiga

2. Majelis hakim beri vonis berbeda-beda

Kuat Ma’ruf salam metal usai divonis 15 tahun bui. (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Majelis Hakim Pengadilan memvonis berbeda-beda terhadap para terdakwa. Sambo dijerat dengan hukuman mati.

Sementara, istri Sambo, Putri Candrawathi dengan hukuman 20 tahun penjara. Kemudian untuk Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal masing-masing 15 dan 13 tahun penjara.

Richard Eliezer atau Bharada E yang juga menjadi justice collaborator divonis 1,5 tahun.

Ahli Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai, semua vonis para terdakwa memenuhi rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Termasuk keluarga korban Brigadir J.

“Itulah rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat yang ditangkap oleh majelis hakim. Tetapi, FS masih punya kesempatan mengajukan upaya hukum banding dan kasasi,” kata Fickar kepada IDN Times, Rabu (15/2/2023).

3. Tidak ada ampun untuk Sambo

Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yousa Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo menyapa pengunjung sebelum menjalani sidang di Pengadian Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (17/1/2023). Sidang tersebut beragendakan pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum. (ANTARA FOTO/Fauzan)

Tak ada hal yang meringankan dari pertimbangan hakim, menutup jalan untuk Sambo keluar dari hukuman maksimal.

Bukannya menegakkan hukum, sebagai pejabat Polri, jenderal bintang dua itu justru menjadi pelaku pembunuhan.


"Karena itu majelis hakim menjatuhkan hukuman maksimal mati, karena tidak ada lagi yang meringankan,” ujar Fickar.

Hakim pun dinilai telah memainkan perannya dengan menangkap rasa keadilan. Hal itu tercermin dari perbedaan yang signifikan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) dengan vonis hakim.

“Itulah perbedaan kemampuan menangkap rasa keadilan masyarakat dibandingkan hakim. Pikiran dan perspektif hakim itu berbeda-beda jadi sangat mungkin meresapi rasa keadilan itu berbeda,” kata dia.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya