TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Capres Diharapkan Menyoroti Keamanan Siber Saat Debat Pilpres

Keamanan bukan hanya siap perang secara fisik

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Jakarta, IDN Times - Debat capres keempat yang akan diselenggarakan pada Sabtu (30/3), akan membahas tentang ideologi, pemerintahan, pertahanan dan keamanan, serta hubungan Internasional.

Sudirman Said, Direktur Materi dan Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN), percaya diri bahwa capres nomor urut 02 Prabowo Subianto, sangat menguasai tema ini.

"Kami sebagai tim materi tidak punya masalah yang berarti karena sebetulnya beliau sekarang memang yang menguasai bidang itu," ucap Sudirman. "Pertahanan, keamanan, itu pasti Pak Prabowo sangat menguasai," lanjutnya.

Baca Juga: Debat Pilpres Keempat, KPU Tidak Akan Undang Menteri 

1. Serangan siber, ancaman terkini yang harus dihadapi

IDN Times/Imam Rosidin

Kepercayaan diri Sudirman Said itu sebetulnya cukup beralasan. Ini mengingat Prabowo pernah menjadi Komandan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) sejak 1995 sampai 1998. Dengan kata lain, secara praktis Prabowo pasti sangat paham soal strategi pertahanan dan keamanan.

Namun, saat Prabowo masih berkecimpung di militer, ancaman keamanan hanya datang dari dunia nyata dan bisa ditangkis, salah satunya dengan perlawanan fisik.

Kini, ancaman bisa muncul dari area yang sama sekali berbeda yaitu dunia siber. Dengan kata lain, wilayah baru ini tidak boleh luput dari perdebatan tentang keamanan dan pertahanan.

2. Negara dan entitas bisnis tidak luput menjadi target serangan siber

unsplash.com/John Schnobrich

Berdasarkan laporan World Economic Forum, serangan siber masuk ke lima besar persepsi risiko global sejak 2018. Contohnya adalah runtuhnya infrastruktur informasi yang signifikan serta pencurian data.

Kementerian Komunikasi dan Informatika mengatakan, pada 2017 saja ada sekitar 205 juta serangan siber di Indonesia. Salah satu yang paling gencar adalah WannaCry. Sejumlah rumah sakit besar dan badan pemerintahan menjadi target dan lumpuh karena ini.

Riset yang dilakukan lembaga konsultan Frost & Sullivan menemukan, pada 2017 terdapat 22 persen perusahaan yang melaporkan adanya kebocoran keamanan, sedangkan 27 persen lainnya mengaku tidak yakin mereka menjadi target karena terbatasnya evaluasi forensik data.

3. Serangan siber merugikan secara finansial

unsplash.com/Emmanuel

Pada 2017, Microsoft merilis hasil studi tentang kerugian potensial yang dihasilkan serangan siber di kawasan Asia Pasifik. Jumlahnya mencengangkan yaitu sebesar USD 1.745 triliun atau lebih dari tujuh persen total GDP kawasan ini. 

Indonesia, Malaysia, Jepang, Thailand, dan Korea Selatan termasuk ke dalam negara yang rentan menjadi target.

Studi tersebut juga menemukan bahwa serangan siber terhadap lembaga penyedia jasa kesehatan di Asia Pasifik bisa menghasilkan kerugian mencapai USD 23,3 juta.

Di sektor bisnis ritel, studi Microsoft pada 2019 mengungkap bahwa tiga dari lima organisasi di Asia Pasifik memilih memperlambat proyek transformasi digital, karena takut jadi target serangan siber.

4. Singapura memasukkan keamanan siber ke dalam salah satu pilar pertahanan total (total defense)

unsplash.com/Fancycrave

Singapura termasuk salah satu dari sedikit negara di dunia yang mulai melakukan ekspansi persepsi ancaman. Pada 15 Februari lalu, negara terkecil di Asia Tenggara tersebut secara resmi memasukkan aspek digital ke dalam pendekatan pertahanan. Artinya, Singapura memahami domain siber juga tak luput dari serangan yang berbahaya.

Langkah itu dilatarbelakangi oleh gangguan terhadap sistem penyedia layanan kesehatan SingHealth pada 2018, di mana banyak catatan medis warga Singapura bocor ke publik.

Salah satu cara Singapura bertahan dari ancaman di dunia digital adalah dengan mendirikan lembaga siber, merekrut para spesiasil keamanan dan membuat pelatihan siber yang tak hanya diikuti oleh personel khusus, tapi juga anggota Angkatan Bersenjata Singapura.

Sebelumnya, Singapura memiliki lima area pertahanan yang disebut sebagai Total Defense. Kelimanya adalah pertahanan militer; pertahanan sipil; pertahanan ekonomi; pertahanan sosial; dan pertahanan psikologis. Menteri Pertahanan Singapura Heng Chee How menegaskan pentingnya menambahkan pertahanan digital saat ini.

"Mengapa kami mendirikan fasilitas ini adalah untuk memastikan kami siap secara operasional, bahkan ketika dihadapkan pada serangan-serangan tersebut, jadi kami bisa melindungi kedaulatan dan membuat masyarakat Singapura tenang," ucapnya seperti dilansir dari Straits Times.

Baca Juga: Pilpres 2019: Ini Jadwal Kampanye Terbuka Jokowi dan Prabowo 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya