TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

JK: Penggunaan Dana Operasi Adalah Diskresi Menteri

JK menyebut gak ada sanksi pidana kalau DOM disalahgunakan

ANTARA FOTO/Wibowo

Jakarta, IDN Times - Wakil Presiden Jusuf "JK" Kalla menjadi saksi bagi terpidana kasus korupsi Dana Operasi Menteri (DOM), Suryadharma Ali di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat pada Rabu (10/7). JK tiba di ruang sidang sekitar pukul 10:00 WIB usai menghadiri acara HUT ke-72 Bhayangkara di area Senayan, Jakarta Pusat. Ia tiba di ruang sidang didampingi ajudan, staf khusus dan pengawal kepresidenan. 

Sebelum sidang dimulai, JK terlihat menyalami pria yang akrab disapa SDA itu. Maklum, JK memang memiliki hubungan yang akrab dengan SDA. 

Nama JK ikut terbawa, karena dalam memori Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan SDA mengutip keterangan yang pernah disampaikan oleh mantan Ketua Umum Golkar itu saat menjadi saksi bagi mantan Menteri ESDM, Jero Wacik. Dalam kesaksian yang disampaikan pada Januari 2016 lalu itu, JK menyebut setiap Menteri diberikan keleluasaan untuk menggunakan Dana Operasional Menteri (DOM). 

Masalahnya, penggunaan DOM ini sulit dideteksi apakah memang untuk kepentingan pekerjaan atau pribadi. Lalu, apa aja yang disampaikan JK di ruang sidang? Apa tanggapan dari pihak SDA usai mendengarkan keterangan JK pagi tadi? 

Baca juga: Wapres Jadi Saksi Sidang PK Suryadharma Ali

1. Penggunaan DOM yang sifatnya lump sump, gak perlu dibuatkan keterangan detail

ANTARA FOTO/Wibowo

Dalam persidangan, JK menyebut Dana Operasional Menteri (DOM) terbagi menjadi dua yakni 80 persen dan 20 persen. JK kemudian mengutip aturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 268/PMK.05/2014 yang menyebut nominal DOM 80 persen diberikan secara sekaligus (lump sump). Sementara, sisanya yang 20 persen digunakan untuk dukungan operasional lain.

"Penggunaan DOM 20 persen yang harus dibuatkan keterangan secara rinci. Jadi, itu harus jelas pertanggung jawabannya. Katakan lah misal ada tamu diberi tiket pulang, jadi ya boleh," ujar JK pagi tadi.

Sementara, DOM yang sifatnya lump sump, tidak perlu dibuat keterangan yang detail penggunaannya untuk apa. Hal tersebut dianggap diskresi Menteri.

"Karena kan dianggap gaji Menteri itu tidak naik, makanya diberikan keleluasaan itu. Jadi, sifatnya fleksibel sekali," kata dia lagi.

Hakim kemudian bertanya bagaimana kalau penggunaan DOM yang 20 persen tidak sesuai peruntukannya. Menurut JK, dikenai sanksi administratif. Tapi, gak ada sanksi pidana apa pun terkait penggunaan DOM.

"Ada aturannya (soal penggunaan DOM). Pengguna kuasa bisa meminta laporannya. Ya, ada sanksi administratif, ya diperbaiki," kata JK.

Sementara, menjawab pertanyaan jaksa, JK menyebut penggunaan DOM merupakan diskresi dari Menteri yang bersangkutan. Kegiatan Menteri itu, menurut JK, juga ada di dalam mendukung tugas dan kewajibannya.

2. Pihak SDA puas dengan kesaksian JK

ANTARA FOTO/Wibowo

Lalu, apa tanggapan dari pihak SDA usai mendengar kesaksian JK? Kuasa hukum SDA Muhammad Rullyandi mengaku puas dengan pernyataan Wapres di persidangan.

"Jadi, keterangan hari ini, Pak JK selaku Wapres, sudah menjelaskan ya bahwa DOM tidak dipertanggung jawabkan. Mohon itu dicatat. Inilah kekeliruan selama ini yang barang kali akan menjadi bahan pertimbangan bagi hakim Mahkamah Agung," kata Rullyandi.

Sementara, bagi Jaksa KPK Abdul Basir, tidak ada yang keliru ketika lembaga anti rasuah memperkarakan mantan Menteri Agama itu. Menurut KPK, DOM itu baru bisa digunakan sepanjang itu menyangkut tugas sebagai Menteri.

"Kalau (penggunaannya) di luar tugas sudah pasti tidak dibenarkan dalam peraturan undang-undang," ujar Abdul di luar ruang sidang.

Ia mengklarifikasi SDA didakwa oleh KPK sebelum aturan baru Peraturan Menteri Keuangan Nomor 268/PMK.05/2014 diterbitkan. Saat aturan baru itu belum terbit, SDA menyalahgunakan DOM yang dikucurkan setiap bulan berjumlah Rp 100 juta.

"Kalau gak salah, penggunaan DOM yang ada di surat dakwaan Pak SDA sampai pada periode tahun 2013. Itu berarti PMK tersebut belum terbit. Posisi kasus sendiri sudah terang benderang. Semuanya sudah ada di surat tuntutan dan putusan, lalu dikuatkan juga dengan putusan di Pengadilan Tinggi," kata Abdul lagi.

Baca Juga: Curhat Politikus PKS soal Kandidat Capres-Cawapres yang 'Melempem'

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya