Kekerasan Perempuan dan Anak Tidak Bisa Dihapus dengan Satu Kebijakan
Penting untuk melibatkan tokoh lokal dan adat
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Manado, IDN Times - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA), Bintang Puspayoga, mengatakan bahwa tidak ada satu kebijakan super yang mampu mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia.
Tantangan itu muncul karena Indonesia memiliki keanekaragaman yang luar biasa, dengan ribuan suku, budaya, bahasa, dan pulaunya. Oleh sebab itu, dia menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk menekan angka kekerasan terhadap anak dan perempuan.
“Dengan ribuan pulau dan beragam agama, suku, budaya, tidak bisa kita sama ratakan perlakuan atau kebijakan di seantero Nusantara yang amat luas. Makanya sangat penting strategi dari akar rumput yang sesuai dengan budaya setempat,” kata Bintang di Manado, Sulawesi Selatan, Sabtu (19/11/2022).
Baca Juga: Catatan Hari Anak 2022: 59.000 Perkawinan Dini Dikabulkan Pengadilan
1. Sinergi dengan tokoh lokal penting untuk atasi pernikahan anak
Salah satu contoh konkret yang telah dilakukan oleh Kemen PPPA adalah membuat memorandum of understanding (MoU) dengan pemuka adat. Dia meminta tokoh masyarakat lokal untuk tidak menghadiri acara pernikahan anak.
Gagasan tersebut muncul karena Bintang resah dengan beberapa daerah di Indonesia yang memiliki budaya menggelar pesta pernikahan secara besar-besaran, padahal pengantinnya masih berusia anak atau di bawah 19 tahun.
“Anaknya menikah usia 13 dan 14 tahun tapi dibuatkan pesta. Bagi mereka tidak masalah, karena dianggap tidak menyalahi aturan. Nah, kita sudah turun dan membuat MoU sampai dengan MUI dan imam desa, kalau ada perkawinan usia anak, para pejabat gak boleh hadir,” tutur Bintang.
Baca Juga: Bintang Puspayoga Sempat Trauma dengan WhatsApp Gegara Jadi Menteri
Baca Juga: Menteri PPPA: Investasi Paling Berharga Bukan Migas, tapi Anak-Anak