TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pakar: Agar Bebas COVID, Pemerintah Mestinya Kejar Targeted Immunity

Hingga 20 Juni, penerima vaksin dosis pertama baru 23 juta

Ilustrasi vaksinasi COVID-19 (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Yogyakarta, IDN Times - Pakar biologi molekuler, Ahmad Rusdan Handoyo Utomo mengatakan saat ini yang harus dikejar oleh Indonesia untuk bebas dari COVID-19 adalah bukan herd immunity, melainkan targeted immunity.

Targeted immunity, menurutnya, memaksimalkan vaksinasi tidak bagi semua rakyat Indonesia, melainkan setidaknya sebagian rakyat yang dari kelompok rentan, yaitu lansia dan mereka yang memiliki komorbid.

"Tetapi kalau misalnya pemerintah memang mampu (semuanya) itu lebih bagus, tapi kalau kita lihat kenyataan seperti ini kan agak berat ya," ujarnya kepada IDN Times, Senin (21/6/2021).

Baca Juga: [LINIMASA] Perkembangan Vaksinasi COVID-19 di Indonesia

1. Utamakan vaksinasi lansia dan masyarakat yang komorbid

Ilustrasi vaksinasi COVID-19 bagi lansia. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah

Ahmad menekankan kalaupun Indonesia tidak bisa vaksinasi 70 persen dari seluruh rakyat, seharusnya bisa memvaksin sebagian rakyat yang rentan yaitu lansia dan mereka yang memiliki komorbid.

Menurutnya, karena jumlahnya yang sedikit dan kedua kelompok itu yang paling rentan terkena gejala berat. Ia menambahkan akan menjadi masalah apabila kedua kelompok itu datang berbarengan ke rumah sakit.

"Sebetulnya yang diharapkan bukan herd immunity sebenarnya, tapi targeted immunity," ujarnya.

2. Prihatin dengan hoaks tentang vaksin di media sosial

Warga melintas di depan spanduk sosialisasi tentang vaksinasi COVID-19 di Puskesmas Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (14/1/2021). Sosialisasi tersebut bertujuan agar masyarakat umum tidak takut melakukan vaksinasi COVID-19. (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)

Ia mengaku prihatin dengan hoaks yang bertebaran di tengah masyarakat yang 'menghasut' orang lain untuk menolak vaksinasi. 

Misalnya kita perlu melindungi lansia, namun sayangnya ketika lansia ini mau divaksin, ternyata anak dari lansia justru melarangnya karena ia termakan hoaks tentang vaksin. Hal itu menjadi salah satu kekhawatiran yang disampaikan Ahmad.

Baca Juga: Klaim Vaksin Nusantara Ampuh Lawan Mutasi COVID-19 di Tengah Polemik

Menurut Ahmad, vaksinasi COVID-19 berbeda dengan vaksin untuk penyakit menular sebelumnya seperti polio. Alasannya ada dua hal yaitu karena ketersediaan stok dan perbedaan efikasi yang berbeda dengan uji klinisnya.

Ia mengatakan ketika sebuah vaksin diuji klinis, efikasinya bisa sampai 90 persen. Namun, di dunia nyata bisa menurun karena berbicara soal distribusi dan penerimaan masyarakat.

"Ada banyak faktor (menuju herd immunity), terutama tingkat kepercayaan antara pemerintah dengan sebagian rakyat, ini perlu dibenahi komunikasinya," ujarnya.

3. Vaksin COVID-19 tidak bisa mengikuti standar vaksin penyakit menular sebelumnya

Vaksinator menyuntikkan vaksin COVID-19 dosis pertama pada seorang seniman saat vaksinasi massal bagi seniman dan budayawan, di Galeri Nasional, Jakarta, Senin (19/4/2021). (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Baca Juga: 10 Juta Vaksin Sinovac Tiba di Indonesia Minggu Siang Ini

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya