Tiup Peluit, Mahasiswa Simbolkan UGM Darurat Kekerasan Seksual
Kasus pemerkosaan harus diusut tuntas
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Yogyakarta, IDN Times – Kasus kekerasan seksual yang dialami mahasiswi berinisial A ketika menjalani program KKN UGM pada Juni 2017 mendapat simpati dan tekanan agar diusut tuntas. Jika sebelumnya dukungan banyak disuarakan lewat media sosial, Kamis (8/11) pagi ini sejumlah mahasiswa, dosen, dan staf Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM mewujudkannya dalam aksi #UGMDaruratKekerasanSeksual.
Aksi ini merupakan respons mahasiswa atas pernyataan resmi UGM mengenai kasus pemerkosaan A yang dinilai janggal dan tidak memberikan langkah konkret, baik untuk penyintas maupun pelaku berinisial HS.
"Tujuan aksi ini untuk menuntut pihak kampus dan merespons agar pelaku tidak diwisuda sampai kasus tuntas karena bulan ini pelaku akan diwisuda," ungkap juru bicara aksi Nadine Kusuma.
Baca Juga: Fakta-fakta yang Kami Tahu soal Kasus Pemerkosaan KKN UGM
1. Bunyikan kentungan dan peluit sebagai bentuk protes
Sejak pukul 09.00 WIB, sejumlah mahasiswa mulai berkumpul di lapangan Sansiro Fisipol UGM di kawasan Bulaksumur, Yogyakarta. Beberapa koordinator aksi sudah membentangkan spanduk ukuran besar yang berisi tuntutan kepada UGM selaku stakeholder tertinggi dan paling berwenang dalam menangani kasus ini.
Spanduk tersebut juga menyisakan ruang kosong di mana mahasiswa dan staf bisa menuliskan nama dan nomor identitasnya sebagai bukti bahwa mereka mendukung dan berpihak kepada penyintas A.
Dalam aksi tersebut mahasiswa juga meniup peluit dan memukul kentungan secara bersama-sama untuk menandakan bahwa darurat kekerasan seksual sedang menyelimuti universitas yang kerap dijuluki dengan sebutan 'Kampus Biru' tersebut.
Baca Juga: Lecehkan 9 Bocah Lelaki, Sarjana UGM Divonis 12 Tahun Bui
Ditarik lagi ke belakang, pada 2016 pihak UGM memberikan sanksi kepada salah satu dosen Fisipol berinisial EH yang melakukan pelecehan seksual kepada mahasiswinya. Salah satu bentuk sanksi tersebut, ialah mewajibkan EH untuk mengikuti program konseling dengan Rifka Annisa Women's Crisis Center untuk menangani perilaku negatif, khususnya yang terkait pelecehan seksual.
Baca Juga: Mengapa Kasus Pelecehan Seksual oleh Dosen FISIPOL UGM Baru Terkuak Sekarang?
Baca Juga: 5 Masalah Korban Kekerasan Seksual yang Tak Kunjung Usai