TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bawaslu Harap Sipol Deteksi Nama Penyelenggara yang Dicatut Parpol

Bawaslu nilai Sipol KPU masih memiliki kelemahan

Akses Sipol resmi dibuka (IDN Times/Yosafat Diva)

Jakarta, IDN Times - Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Herwyn J.H. Malonda, berharap Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat mendeteksi jajaran penyelenggara Pemilu yang namanya dicatut di Sipol.

Menurut Herwyn, terdapat nama jajaran Bawaslu di kabupaten/kota yang namanya tercatat dalam Sipol. Bahkan pencatutan nama tersebut juga terjadi di jajaran KPU.

"Kelemahan Sipol sekarang tidak bisa mendeteksi apakah ada nama penyelenggara Pemilu atau tidak. KPU sudah publikasikan sejumlah anggotanya yang dicatut namanya di Sipol, itu juga terjadi di kami (Bawaslu)," kata Herwyn dalam situs resmi Bawaslu, dikutip Sabtu (6/8/2022).

Baca Juga: 7 Catatan JPRR untuk KPU, Bawaslu, dan Parpol soal Tahapan Pemilu

Baca Juga: Bawaslu Siap Terima Permohonan Sengketa Bila Hak Parpol Diabaikan

1. DKPP pernah menyidangkan kasus serupa

Anggota Bawaslu Herwyn J.H. Malonda dalam FGD Penyusunan Kajian Rekomendasi Kebijakan Pembentukan Badan Adhoc Dalam Negeri untuk Pemilu 2024 yang diselenggarakan KPU di Jakarta, Kamis (9/8/2022). (dok. Pemberitaan dan Publikasi Bawaslu RI)

Herwyn mengatakan, ada penyelenggara yang namanya dicatut di Sipol. Kemudian yang bersangkutan bermasalah hingga berujung disidangkan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

"DKPP pernah menyidangkan kasus serupa, padahal yang bersangkutan sudah mengklarifikasi tetapi tetap dipersoalkan," ujar dia.

Baca Juga: Anggaran Masih Mandek, Eks Ketua KPU: Jangan Buat KPU Mengemis!

Baca Juga: Parpol Catut Nama 98 Anggota KPUD di Sipol, KPU Bakal Konfirmasi

2. Kendala dalam perekrutan Panwas Ad Hoc

Anggota Bawaslu RI Herwyn JH Malonda (kiri) dan Ketua Bawaslu Sulsel Laode Arumahi. (Dok. Bawaslu Sulsel)

Lebih lanjut, Herwyn menjelaskan kendala dalam perekrutan panitai pengawas (Panwas) Ad hoc. Misalnya, minimal pendidikan SMA dan minimal usia 25 tahun. Menurutnya, hal itu sulit dilakukan di daerah pedalaman. Hambatan lainnya adalah soal tuntutan kerja penuh waktu bagi ad hoc.

"Bagi yang permanen tidak masalah, bagaimana dengan yang ad hoc," tutur dia.

Hambatan selanjutnya soal minimnya anggaran sosialisasi untuk rekrutmen Panwas Ad Hoc dan kesulitan dalam penerimaan berkas terutama dari kecamatan yang ada di kepulauan serta soal surat keterangan kesehatan jasmani dan rohani.

"Kalau di sekitar Pulau Jawa mungkin mudah, bagaimana dengan mereka di luar Pulau Jawa? Belum lagi biaya yang harus dikeluarkan calon pendaftar ad hoc tersebut," ucap Herwyn.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya