Anggota DPR: Orang Pertama Masuk Neraka, Hakim yang Tak Jujur

- Anggota DPR PKB soroti oknum hakim terlibat korupsi di pengadilan
- Hakim harus jaga integritas, rotasi tak cukup benahi masalah integritas hakim
Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKB, Hasbiallah Ilyas, turut menyoroti banyaknya oknum hakim yang diringkus aparat penegak hukum karena terlibat kasus korupsi selama menangani perkara di pengadilan.
Hasbiallah mengatakan, hakim itu harus bersih dan mampu menjaga integritas, jangan sampai mencoreng nama baik hukum di Indonesia dengan sogok-menyogok.
"Bahasa agamanya, orang yang pertama kali yang dimasukin api neraka, ya, hakim yang benar-benar tidak jujur," kata Hasbiallah kepada jurnalis, dikutip Jumat (30/5/2025).
1. Hakim harus jaga moralitas dan integritas

Ketua DPW PKB DKI Jakarta itu menekankan agar para hakim di Indonesia terus menjaga mental dan moralitas. Menurut dia, percuma pemerintah berencana mau menaikkan gaji hakim, kalau mereka tidak bisa menjaga moral dan integritas.
Hasbiallah juga meragukan sistema rotasi hakim dapat membenahi masalah integritas mereka. Dia menekankan, tindakan rasuah itu hanya bisa diatasi dari dalam diri para hakim dengan tetap menjaga integritas mereka.
"Moralitas hakim harus dijaga, mental hakim harus dijaga. Rotasi berapa pun kalau mentalitasnya gak dijaga tetap akan terjadi seperti ini (tindakan-tindakan korupsi)," kata dia.
2. MA harus lakukan pembenahan internal

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Rudianto Lallo, meminta Mahkamah Agung (MA) melakukan pembenahan di internal menyusul banyaknya hakim yang terlibat kasus tindak pindana korupsi akhir-akhir ini.
Rudianto mengatakan, banyaknya oknum hakim yang ditangkap oleh penegak hukum merupakan efek dari putusan-putusan yang dianggap tidak memenuhi rasa keadilan.
"Seharusnya pimpinan Mahkamah Agung itu menjadikan pembelajaran, menjadi koreksi internal bahwa mereka ini kan wakil Tuhan di bumi, nasib orang ditentukan hakim, benar-salahnya orang ditentukan hakim," kata Rudianto, Jumat (23/5/2025).
Rudianto tidak habis pikir, beberapa oknum menjatuhkan hukuman kepada terdakwa pidana berdasar seberapa banyak 'upeti' yang diterimanya, bukan karena aspek juridis, hukum, fakta hukum atau keyakinan hakim itu sendiri.
Karenanya, kata dia, tidak heran bila masyarakat akan beraksi keras terhadap putusan hakim yang mencederai rasa keadilan yang seharusnya dijunjung tinggi para wakil Tuhan di muka bumi itu.
"Hebatnya lagi kejaksaan bisa membongkar itu. Seharusnya itu dijadikan pembelajaran koreksi, untuk betul-betul meningkatkan satu, pengawasan internal," kata dia.
3. Usul ada evaluasi menyeluruh di internal MA

Rudianto lantas mengusulkan agar ke depan perlu ada evaluasi menyeluruh, khususnya bagaimana menentukan kriteria hakim yang akan bertugas di pengadilan kelas satu.
Menurut dia, MA harus mengukur hakim-hakim tersebut dari latar prestasi, integritas, hingga bagaimana produk-produk putusannya selama menjadi hakim. Selain itu, perlu juga menjadi catatan yang serius bagaimana rekam jejaknya selama ini.
"Lihat putusannya selama ini, apakah putusannya progresif atau bagaimana, mendukung upaya kepala negara misalnya atau tidak," kata dia.
Ia pun merindukan kehadiran hakim yang punya integritas tinggi, seperti Bismar Siregar, hakim yang progresif yang bisa menyelami atau mengetahui betul-betul rasa keadilan masyarakat itu sendiri.
Akhir-akhir ini, sejumlah hakim terseret kasus suap. Tiga hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap senilai Rp60 miliar terkait vonis lepas terhadap tiga korporasi dalam perkara ekspor minyak sawit. Mereka adalah Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom.
Kasus ini juga melibatkan Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, yang diduga menjadi perantara suap dari pengacara korporasi kepada para hakim tersebut.
Tak lama dari kasus ini terbongkar, tiga hakim di PN Surabaya dinonaktifkan. Ketiganya adalah Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Mereka menjadi terdakwa dalam kasus dugaan menerima suap senilai Rp4,6 miliar saat menangani kasus Ronald Tannur.
Selain itu, mantan pejabat Mahkamah Agung Zarof Ricar bahkan nyaris membuat penyidik dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung pingsan, saat menemukan tumpukan uang tunai hampir Rp 1 triliun, sekitar Rp920 miliar, di rumahnya.
Zarof bahkan dikenal sebagai makelar kasus dalam perkara yang menyeret Ronald Tannur, yang sempat dijatuhi vonis bebas oleh PN Surabaya pada Rabu (24/7/2024) silam.